Mentari pagi masih malu-malu hadir ke bumi. Awan gelap masih menyelimuti ketika suara kokok ayam jantan menggema dari ujung kampung. Titik embun masih tampak di pucuk-pucuk dedaunan.
"Kukuruyuuuuk!" Suara ayam jago terdengar dari kandang ayam para petani. Suaranya saling bersahutan nyaring, seakan mengajak semua warga di desa itu untuk membuka mata.
Sementara jarum jam di dinding sebuah rumah bercat biru muda sudah menunjukkan angka 5. 15. Namun, seorang anak laki-laki berusia sepuluh tahun, masih meringkuk di bawah selimutnya yang hangat. Kepalanya hampir tak terlihat tertutup selimut.
Seorang wanita paruh baya melangkah ke kamar Arga. Lampu meja belajarnya masih menyala redup, layar ponsel tergeletak di samping bantal. Ada suara musik game yang belum sempat ia matikan. Selimutnya berantakan, matanya masih terpejam dengan napas berat seperti orang yang kelelahan.
Semalam lagi-lagi Arga, putera bungsunya itu menolak tidur cepat. Berkali-kali ibunya mengetuk pintu dan menyuruh Arga istirahat, tapi hanya terdengar gumaman kecil
, "Sebentar lagi, Bu... masih level terakhir." Kini, akibat "sebentar lagi"-nya itu, matahari sudah tinggi sementara Arga masih terlelap, tenggelam dalam mimpi, seolah tak peduli waktu terus melaju.
"Arga... ayo bangun, Nak. Sudah pagi. Kamu pasti belum salat Subuh," panggil ibunya lembut.
"Arga...masih ngantuk, Bun. Sebentar lagi ya," gumam Arga sambil menarik selimut lebih rapat.
Ibunya hanya menghela napas dalam. Arga sudah sering terlambat bangun pagi gegara dia asyik main game. Putra bungsunya ini seringkali mendapat teguran guru karena terlambat masuk sekolah. Dan kejadian itu berulang terus.
"Ayo bangun, Nak!" ujar ibunya seraya menyingkap selimut yang menutupi Arga.