Mohon tunggu...
Nina Sulistiati
Nina Sulistiati Mohon Tunggu... Senang menulis, pembelajar.

Pengajar di SMP N 2 Cibadak Kabupaten Sukabumi. Penulis kumpulan cerpen "Asa Di Balik Duka Wanodya", ,Novel “Serpihan Atma”, Kumpulan puisi”Kulangitkan Asa dan Rasa, 30 buku antologi Bersama dengan berbagai genre di beberapa komunitas. Motto: Belajar dan Berkarya Sepanjang Masa tanpa Terbatas Usia. Fb Nina Sulistiati IG: nsulistiati

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana Pilihan

Cerpen Manuskrip Sunyi Anak Millenial

19 Juni 2025   21:11 Diperbarui: 20 Juni 2025   05:14 229
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber gambar: https://digitalmama.id/2025/04/kenali-berbagai-jenis-gangguan-mental/

Namaku Rey. Umurku tujuh belas tahun. Kata orang, itu usia emas. Tapi entah kenapa, bagiku ini justru usia di mana aku merasa paling kesepian. Setiap hari terasa seperti mengulang naskah yang sama. Cerita yang bukan kutulis sendiri. Hidupku seperti panggung sandiwara yang disutradarai oleh orang tuaku. Aku hanya aktor yang dipaksa menghafal skrip, tanpa boleh berimprovisasi.

"Kamu harus masuk IPA. Biar bisa jadi dokter seperti Ommu. Biar membanggakan keluarga."kata Papi, setiap kali kami duduk di meja makan.

Nada suaranya tak memberi ruang untuk perdebatan. Seolah itu sudah mutlak. Mamiku hanya menimpali dengan anggukan dan sesekali kalimat.

"Mami tahu kamu bisa. Kami hanya ingin yang terbaik. Kami tak ingin hidupmu susah sama seperti saat kami muda dulu." Mami berkata lembut, tetapi tetap saja ucapannya ibarat doktrin yang harus aku iyakan tanpa sangkalan.

Namun bagaimana jika aku tidak ingin itu? Bagaimana jika hatiku tak pernah tertarik pada sains, melainkan untuk aksara? Aku lebih suka menulis. Diam-diam aku menulis puisi, cerita pendek, bahkan naskah drama. Aku sering mengikuti berbagai lomba menulis dan sudah menghasilkan juara hingga tingkat nasional. Piala-piala dan penghargaan yang kubawa, tak pernah dipandang oleh kedua orang tuaku meski dengan sebelah mata saja.

 Aku suka mendengarkan suara batinku yang kuunkapkan lewat lewat tinta. Namun aku tak pernah bisa mengatakannya dengan lantang. Setiap kali bibirku mencoba bersuara, rasa takut itu datang. Takut mereka menganggapku pembangkang. Takut dianggap tidak tahu balas budi. Takut dibilang egois. Jadi aku lebih memilih diam.

Dan dalam diam itu, aku membusuk perlahan. Kalbuku menjadi rumah bagi luka-luka yang tak sempat sembuh. Luka-luka yang menjadi pekat dan memborok. Lara yang tak sempat menjadi air mata. Hidupku penuh dusta penuh senyum kepalsuan  hanya agar mereka---orang tuaku---merasa bahwa aku baik-baik saja. Yang penting mereka senang.

Padahal jauh di dalam dada, aku terus menekan keinginan, membungkam harapan, dan menggulung cita-cita yang pernah berkilau di masa kecilku. Mereka tak pernah benar-benar bertanya, hanya memutuskan. Dan aku, sebagai anak yang diajari untuk patuh, hanya bisa diam, meski diam itu perlahan menghancurkan jiwaku.

Hari demi hari, aku hidup bukan sebagai diriku, melainkan sebagai sosok yang mereka bentuk dari cetakan harapan mereka sendiri. Aku menjadi asing dalam tubuhku sendiri, rapuh, remuk, tetap diam karena itulah satu-satunya cara agar aku tetap dianggap anak yang baik.

Tekanan makin kuat. Papi mulai mendaftarkanku ke bimbel, tanpa bertanya. Setiap minggu ada simulasi UTBK. Aku tenggelam dalam angka, rumus, grafik---semuanya seperti bahasa asing yang tak kupahami.

Malam-malamku dipenuhi kecemasan. Aku lebih senang menyendiri dalam kamar dan bermain gawai semalaman. Aku mulai sulit tidur. Jantungku berdetak terlalu cepat, seolah tubuhku menolak semua ini. Kepalaku seringkali merasa sangat berat dan pusing. Namun aku tetap bertahan demi mereka yang tak pernah memahamiku.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun