Mohon tunggu...
Nina Sulistiati
Nina Sulistiati Mohon Tunggu... Senang menulis, pembelajar.

Pengajar di SMP N 2 Cibadak Kabupaten Sukabumi. Penulis kumpulan cerpen "Asa Di Balik Duka Wanodya", ,Novel “Serpihan Atma”, Kumpulan puisi”Kulangitkan Asa dan Rasa, 30 buku antologi Bersama dengan berbagai genre di beberapa komunitas. Motto: Belajar dan Berkarya Sepanjang Masa tanpa Terbatas Usia. Fb Nina Sulistiati IG: nsulistiati

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana Pilihan

Cerpen| Namaku Bukan Yolanda

11 April 2025   20:53 Diperbarui: 11 April 2025   20:53 262
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber gambar : dok. Pri  by Canva

 Tawa riangnya menusuk seperti belati. Aku hanya menunduk dan mencoba menyanyikan lagu "Kepiluan Cinta" dengan sepenuh hati. Lagu usai. Nafasku sesak oleh rasa yang tak tertampung.

Aku melangkah ke belakang tenda. Kutatap wajahku yang basah oleh keringat dan air mata di cermin kecil yang menggantung di tiang bambu. Pelan-pelan aku melepaskan wig dan menghapus lipstik di bibirku.

"Mas... Bowo?" Suara yang sangat aku kenal terdengar jelas.
Aku menoleh. Wulan berdiri di sana, tubuhnya mematung. Wajahnya sangat shock saat matanya membentur realitas yang tak bisa lagi dibantah.

"Astaghfirullah... Iki kowe? Benarkah ... ini kamu, Mas?" Suara Wulan terdengar seperti petir di siang bolong.

Aku tak bisa lari atau sembunyi di balik penampilanku lagi. Aku hanya menatap Wulan, lalu bicara dengan lirih dan hati yang tercabik.

"Wul... Aku nggak kepingin kamu tahu pekerjaanku begini, tetapi kita harus tetap hidup. Aku sudah nyoba cari kerja tetapi sulit kudapatkan. Sejak aku kena PHK aku ngelamar jadi tukang kebun, jadi kuli atau apa pun yang halal tetapi selalu ditolak."

Aku melihat Wulan masih terkejut dengan kenyataan yang dihadapinya. Wanita itu hanya diam membisu.

"Akhirnya aku putuskan untuk ngamen. Aku dandan jadi perempuan, berharap sawerane lebih banyak. Aku nyoba, tadinya cuma semalem tapi jadi seminggu. Seminggu jadi sebulan."

Nafasku patah-patah. Dadaku terbakar oleh rasa malu. Rasa putus asa dan beban tanggung jawab,  membuat pikiranku buntu.

"Aku ngerti agama ngelarang. Aku ngerti ini aib. Tapi demi Allah, Wul... Aku mung pengen keluargaku bisa makan."

Wulan diam. Matanya berkaca, tetapi tak ada amarah. Rasa bersalah semakin menyergapku.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun