Mohon tunggu...
eny mastuti
eny mastuti Mohon Tunggu... -

Ibu dua orang remaja. Suka menulis

Selanjutnya

Tutup

Gaya Hidup Pilihan

Selingkuh, Bentuk Cinta (Lain) Atau Pengkhianatan?

17 Oktober 2017   23:01 Diperbarui: 18 Oktober 2017   16:39 3162
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
ilustrasi : encrypted-tbn0.gstatic.com

Dalam  sebuah serial drama Korea -lupa judulnya- ada satu dialog tentang perselingkuhan yang menarik.   Kalimat nya kurang lebih begini, " Buat kamu, ini mungkin cinta, romansa.  Tapi untuk suami dan anak-anakmu, ini tak lebih dari sebuah pengkhianatan!"  

Selingkuh dalam Wikipedia Bahasa Indonesia  didefinisikan sebagai istilah yang digunakan terkait perbuatan atau aktivitas yang tidak jujur dan menyeleweng terhadap pasangannya, baik pacar atau suami isteri. Istilah ini umumnya digunakan sebagai sesuatu yang melanggarkesepakatan ataskesetiaan hubungan seseorang. Motivasinya adalah untuk mendapatkan keuntungan yang tidak adil dalam situasi kompetitif.

Di sini tegas disebutkan selingkuh sama dengan menyeleweng terhadap pasangan. Titik. Meskipun ada anak kalimat menyertai, namun semua bersifat melengkapi. Bukan memberi alternatif makna lain yang berbeda.

Sayangnya banyak  Mom  masa kini, yang memandang selingkuh bukan lagi sebagai pengkhianatan atas komitmen setia. Bertemu cinta lain saat tak lagi sendiri, justru dianggap mampu menyuguhkan warna baru  dalam kehidupan pernikahan.

Kim Brooks,  menulis artikel dimuat  dalam The Cut,  Why So Many Women Cheat on Their Husbands,  September 2017. Di dalamnya mengupas buku terbaru Esther Perel , State Of Affairs : Rethinking Infidelity , yang menguak banyak fakta tentang wanita berselingkuh.

Tulisan diawali dengan data bahwa sejak tahun 1990 hingga 2017, catatan psikoanalis dan penulis,  jumlah wanita menikah yang mengakui telah melanggar janji setia, meningkat sebesar 40 persen. Sementara pada kelompok laki-laki, yang memang dianggap telah akrab dengan peluang "mendua", menunjukkan grafik landai, tidak ada peningkatan.

Ah  itu kan di negara barat?  Tak guna lah membahas nya di sini . Ulah mereka, urusan mereka, buat apa diributin?

Eits, tunggu dulu Bunda, cobalah tengok... , dahan dan ranting,  pohon dan kebun... eh, kok jadi berbelok ke tema hujan yang bikin basah sih...

Jadi gini, di luar urusan prosentase 40 per seratus itu, ada beberapa fakta yang mendukung nya.  Dan...., menurut saya beberapa gejala nya mirip atau bahkan persis dengan apa yang ada di sekitar kita.

Seperti...

1. Wanita pelaku selingkuh masa kini, bukan lah istri yang layak disebut korban. Bukan korban KDRT, bukan korban pelitnya suami, bukan pula korban kedukaan lainnya. Menurut Perel, mereka tampak sebagai istri dan ibu yang sempurna. Suami sukses, ekonomi mapan, anak-anak membanggakan pokonya gambaran rumah tangga harmonis.  Kurang apa cobak, dalam gelimang harta , gaya hidup serba modern tak kurang suatu apa pun,  toh para wanita tetap saja selingkuh?

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Gaya Hidup Selengkapnya
Lihat Gaya Hidup Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun