Mohon tunggu...
Nikolaus Anggal
Nikolaus Anggal Mohon Tunggu... Dosen - Hidup adalah perjuangan

Hidup adalah perjuangan

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Buah Simalakama Transfigurasi Pendidikan Masa Pandemi COVID-19

3 Juni 2020   15:38 Diperbarui: 3 Juni 2020   17:46 243
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Kebijakan ini seuai dengan prinsip aktualitas dan potensialitas Aristoteles.

Wacana untuk mengubah pendidikan siswa di rumah saja dengan kebijakan mengembalikan siswa dan guru ke dalam lingkungan sekolah dengan menerapkan prinsip New Normal. Dalam hal ini guru diminta agar mampu menerapkan konsep new normal ini ketika mengajar. Ada beberapa usulan mengenai sekolah dengan konsep new normal yaitu jam sekolah dilakukan selama 4 jam tanpa adanya jam istirahat. selama proses pembelajaran berlangsung, guru yang mengajar tidak boleh diganti. Juga tempat bermain dan kantin harus ditutup. Serta pengaturan jadwal masuk dan pulang sekolah harus dibedakan, agar tidak terjadi penumpukan.

Kebijakan pemerintah partokol kesehatan ini sangat bagus untuk melindungi masyarakat dari penyebaran virus korona kalau masyarakat disiplin dan konsiten mengaplikasikannya dalam realitas kehidupan sehari-hari. Berkaca pada pengalaman selama ini masi saja ada masyarakat yang kurang disiplin dan konsisten melaksanakannya. Apalagi pada tingkat anak seusia PAUD, TK, SD melaksanakan partokol kesehatan yang bagus ini pasti sangat sulit. Hal ini terjadi bukan karena orangtua atau guru yang belum mengajarinya tetapi anak pada usia ini masi labil. 

Inilah yang dikatakan buah simalakama transfigurasi pendidikan masa pandemi firus korona. Padahal kunci Sukses New Normal adalah disiplin dan konsisten. Meskipun terlihat sepele, kuncinya adalah rajin dan melakukannya setiap saat. Cuci tangan dan memakai masker, selain itu physical distancing dan sosial distancing juga harus dilaksanakan. Membiasakan diri dengan melakukan kebiasaan baru menjadi kunci keberhasilan untuk bisa beradaptasi pada fase kehidupan ini. Dan inilah "new normal" yang dihadapi manusia sekarang. Namun manusia harus beradaptasi di tengah pandemi ini. Itulah "new normal" yang kita hadapi sekarang.

Mengembalikan siswa dan guru ke dalam lingkungan sekolah dengan menerapkan prinsip New Normal yang merupakan kebijakan Kemendikbud demi keberlangsungan pendidikan kedepannya patut diacungi jempol. Bahkan seluruh masyarakat mendukungnya. Karena pendidikan kita sedikit mengalami gangguan karena penyebaran Covid-19. Kebijakan ini seuai dengan prinsip aktualitas dan potensialitas Aristoteles. 

Konsep aktualitas dan potensialitas yang dinyatakan Aritoteles  bahwa kehidupan di muka bumi terdapat sebab dan akibat. Kedua prinsip itu dapat dipakai untuk melihat bahwa kebijakan Kemendikbud dapat mempengaruhi keberlangsungan pendidikan ke depannya. 


Kebijakan menempati potensialitas yang merupakan media fundamental untuk mempengaruhi jalannya pembelajaran. Ketika kegiatan belajar mengalami penggangguan karena pandemi virus corona maka aktualitas yang berupa peserta didik dan tenaga pendidik akan memiliki efek kurang maksimal. Kebijakan yang bagus ini seharusnya mempertimbangkan perkembangan penyebaran virus corona. Penyebaran virus corona yang mempengaruhi kegiatan pembelajaran belum mereda muncul kebijakan baru walaupun disertai dengan prinsip new normal dalam lingkungan pendidikan. 

Disiplin dan konsistensi melaksanakan partokol kesehatan pada jenjang Taman Kanak-kanak, Sekolah Dasar merupakan suatu hal yang sangat sulit dilaksanakan. Sebagaimana dipaparkan oleh PB-PGRI (Pengurus Besar Persatuan Guru Republik Indonesia) Unifah Rosyidi yang meminta pemerintah tidak terburu-buru membuka sekolah pada tahun ajaran baru atau Juli mendatang. Ia khawatir penularan virus corona akan semakin masif di sekolah-sekolah jika tidak ada perencanaan matang. Sebab, penerapan protokol kesehatan di sekolah akan sulit dilakukan, apalagi bagi murid-murid sekolah dasar. Hal inilah yang menjadi dasar kecemasan orangtua murid.

Menurut kamus Kedokteran Dorland, kata kecemasan atau disebut dengan anxiety adalah keadaan emosional yang tidak menyenangkan, berupa respon-respon psikofisiologis yang timbul sebagai antisipasi bahaya yang tidak nyata atau khayalan, tampaknya disebabkan oleh konflik intrapsikis yang tidak disadari secara langsung. Bahaya yang sedang mengancam sekarang ini adalah menyebarnya pandemi Covid-19 pada anak-anak. 

Kecemasan orang tua menanggapi wacana  transfigurasi pendidikan di rumah saja menuju normalisasi pendidikan di sekolah menjelang tahun ajaran baru pada masa pandemi Covid-19 ini menjadi sebuah masalah tersendiri yang harus disikapi secara arif dan bijaksana dengan mempertimbangkan berbagai aspek untung dan ruginya serta melihat perkembangan penyebaran virus corona. Kecemasan-kecemasan orang tua itu tentu memiliki dasar yang kuat sebagaimana hasil survei dan riset berikut.

Berdasarkan survei yang dilakukan Asosiasi Psikiatri Amerika (APA) terhadap lebih dari 1000 orang dewasa di Amerika serikat, ditemukan bahwa 48 persen responden merasa cemas mereka akan tertular virus corona. Sekitar 40 persen mengkhawatirkan mereka akan sakit berat atau meninggal akibat Covid-19, dan 62 persen mencemaskan keluarga atau orang tercintanya tertular. Lebih dari sepertiga responen (36 persen) mengatakan pandemi Covid-19 berdampak serius pada kesehatan mental Mereka, dan 59 persen menjawab efeknya cukup berat pada kehidupan sehari-hari. 

Sementara itu, perusahaan riset pasar Ipsos MORI mengungkap kekhawatiran orang tua lewat jajak pendapat daring yang melibatkan 1.066 responden. Sebanyak 48 persen orang tua di Inggris mengaku tidak nyaman mengirim anak kembali ke sekolah usai pandemi. Sebanyak 41 persen lainnya sangat nyaman atau cukup nyaman dengan kembalinya anak-anak mereka ke sekolah. Jajak pendapat juga mengungkap tanggapan orang-orang mengenai fase selanjutnya pembatasan sosial di Inggris. Salah satu opsi yang didiskusikan pemerintah adalah konsep "gelembung sosial" yang memungkinkan orang-orang bertemu dengan kelompok kecil lain di luar rumah. Sebanyak 62 persen responden mengaku senang dengan kemungkinan tersebut. Namun, banyak orang yang masih enggan terlibat aktivitas yang melibatkan banyak orang kalaupun corona sudah usai. Sebanyak 67 persen responden tidak nyaman dan ingin menghindari keramaian, juga acara musik dan pertandingan olahraga. 

Ipsos MORI menyimpulkan, mayoritas responden sangat ingin berjumpa orang-orang terdekat. Namun, mereka belum nyaman melanjutkan kehidupan sehari-hari, terutama jika berhubungan dengan banyak orang, dikutip dari laman Grimsby Telegraph. 

Berdasarkan hasil sementara kuesioner yang dibuat Komisioner Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) Retno Listyarti secara pribadi menunjukkan sekitar 80 persen orang tua tidak setuju jika sekolah dibuka pada 13 Juli 2020. Sedangkan 80 persen siswa dan 60 persen guru, setuju sekolah dibuka. Kuesioner yang disebar selama 32 jam ini, saat ditutup pada Kamis (28/5/2020) pukul 7.30 WIB, telah diisi oleh 9.643 siswa, 18.112 guru dan 18.112 orang tua. Retno berharap data hasil kuesioner ini dapat ditindaklanjuti pemerintah dalam mengambil kebijakan. “Kalau anak-anak memang sudah kangen dengan temannya dan lebih senang belajar di sekolah dengan alasan tertentu. Kalau orang tua menolak karena takut anaknya tertular. Jadi mereka ngusulin-nya, kapan sekolah dibuka. Mayoritas orang tua mengusulkan Januari,” jelas Retno Listyarti kepada VOA, Jumat (29/5). Hasil Kuesioner ini tidak serta merta menjadi panduan kebijakan untuk mengembalikan siswa dan guru ke dalam lingkungan sekolah. Dasar dan landasan untuk mengembalikan siswa dan guru kedalam lingkungan sekolah adalah perkembangan penyebaran Covid-19. 

Berdasarkan riset dan survey tentang kecemasan orang pada umumnya termasuk kecemasan orang tua terhadap anaknya menjelalang transfigurasi pendidikan di rumah melalui melalui media online menuju ke normalisasi pendidikan di sekolah merupakan hal yang wajar. Karena orang tua saja kurang disiplin dan kurang konsisten melaksanakan partokol kesehatan sebagaimana yang dicanangkan pemerintah apalagi anak kecil sulit dikendalikan. Hal ini menjadi kesulitan tersendiri bagi pendidik/guru untuk menegakan partokol kesehatan sebagamana yang dicanagkan pemerintah. 

Kebijakan partokol kesehatan yang dicanangkan pemerintah sudah sangat tepat.  Hal ini tentu saja membutuhkan kedisiplinan semua pihak untuk menegakannya termasuk peranan Orangtua, Sekolah dan Guru dalam melaksanakan partokol kesehatan tersebut demi mensukseskan Pendidikan.

"Rencana sekolah harus dirancang sedemikian rupa untuk meminimalisir kendala aktivitas belajar dan mengajar serta untuk melindungi siswa dan staf dari penyebaran virus corona. "Rencana dapat dibangun berdasarkan praktik sehari-hari yang mencakup strategi sebelum, selama, dan setelah wabah berakhir."  Membawa anak-anak kembali ke ruang kelas mungkin tampak seperti langkah menuju keadaan normal setelah berminggu-minggu lockdown akibat virus korona. Namun beberapa orang tua masih memiliki kecemasan untuk merelakan anaknya bertemu dengan orang lain. 

Ketakutan atau kecemasan  orang tua semacam ini perlu dipertimbangkan pemerintah sebelum mengambil kebijakan. Meskipun tidak diketahui berapa banyak orang tua mengalami kekhawatiran. Ahli epidemiologi matematika dari Bruno Kessler Foundation Italia, Marco Ajelli mengatakan, kemampuan anak-anak untuk menginfeksi orang lain perlu diteliti lebih lanjut. Hal ini berangkat dari masih banyak rahasia tentang virus korona. Virolog Ian MacKay dari University of Queensland mengatakan keputusan untuk mengirim anak ke sekolah memang sulit. "Jika kita benar-benar serius ingin meratakan kurva [penyebaran virus] kita harus memikirkan kemungkinan menutup sekolah," katanya. 

Orang tua tidak kwatir atau cemas  mengizinkan kembali sekolah jika situasi corona di lingkungannya mereda. Tentu hal ini mengingatkan protokol kesehatan di sekolah juga harus diperketat. "Sekolah atau pemerintah mungkin harus nyediain untuk [rapid] tes. Mau nggak mau lah harus korban uang pemerintah," tuturnya. Pihak sekolah, juga harus memantau ketat orang yang keluar-masuk sekolah. Pantauan tersebut termasuk kepada siswa, pendidik, penjual makanan di kantin sampai tamu. "Harus disediakan alat cek suhu, masker buat cuci tangan mereka masuk. Pemerintah harus siapkan, karena sekolah pasti butuh. Mendikbud Nadiem Makarim pun menekankan keputusan ini ada di tangan Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19. Pihaknya hanya jadi eksekutor dalam penerapan kebijakan tersebut. Namun, pihak jajaran Kemdikbud sendiri dikabarkan sudah menyiapkan protokol untuk mengantisipasi masuknya para siswa ke sekolah pada era "New Normal". Kebijakan tersebut di antaranya adalah dengan melonggarkan jarak antar siswa, kelas belajar satu orang satu meja, serta penggunaan masker dan sejenisnya. Termasuk memperketat pengontrolan terhadap siswa ketika istrahat. Hal ini bukan pekerjaan mudah bagi sekolah. Mulai dari kepala sekolah sampai satpam kalau mau berjalan lancar sebagaimana diharapkan harus bekerja disiplin dan konsisten melaksanakannya dalam realitas kehidupan harian sekolah sehingga siswa dan staf pengajar terhindar dari penyebaran Covid-19. Dengan demikian maka tarnsfigurasi pendidikan dari rumah saja melalui daring menuju normalisasi pendidikan dengan mengembalikan siswa dan guru ke dalam lingkungan sekolah dengan menerapkan prinsip New Normal tidak menimbuklan problematika  bagi orang tua murid. pada masa pandemi Covid-19 ini.

 

 

 

 

 

 

 

 

DAFTAR PUSTAKA

Semarang: Jurusan Psikologi Fakultas Ilmu Pendidikan Universitas Negeri Semarang.

Dadang Hawari. (2006). Manajemen Stres, Cemas dan Depresi. Jakarta: Gaya Baru.

Desmita. (2007). Psikologi Perkembangan. Bandung: Remaja Rosdakarya.

Elida Prayitno. (2006). Psikologi Orang Dewasa. Padang: Angkasa Raya.

Elizabeth B. Hurlock. (1980). Psikologi Perkembangan: Suatu pendekatan   sepanjang rentang kehidupan. Edisi Kelima. Alih Bahasa:          Istiwidayanti & Soedjarwo. Jakarta: Erlangga.

Gail W. Stuart. (2006). Buku Saku Keperawatan Jiwa. Alih Bahasa:      Ramona P. Kapoh & Egi Komara Yudha. Jakarta: EGC.

Heningsih. (2014). “Gambaran Tingkat Ansietas pada Lansia di Panti Wredha Dharma Bhakti Kasih

Surakarta.” Skripsi. Surakarta: Program Studi S-1 Keperawatan, Stikes Kusuma Husada Surakarta.

Ifdil, B Khairul. (2015). The Effectiveness of Peer-Helping to Reduce Academic-Stress of Students.

Addictive Disorders & Their Treatment, 14(4), 176-181.

Dona Fitri Annisa & Ifdil 99

Konsep Kecemasan (Anxiety) pada Lanjut Usia (Lansia)

KONSELOR | Volume 5 Number 2 June 2016, pp 93-99

Ivi Marie Blackburn & Kate M. Davidson. (1994). Terapi Kognitif untuk        Depresi dan Kecemasan Suatu

Petunjuk Bagi Praktisi. Alih Bahasa: Rusda Koto Sutadi. Semarang: IKIP      Semarang Press.

Jeffrey S. Nevid, dkk. (2005). Psikologi Abnormal. Edisi Kelima. Jilid 1.       Jakarta: Erlangga.

John W. Santrock, J. W. (2002). Life-Span Development. Perkembangan       masa hidup. Alih Bahasa: Juda

Damanik & Achmad Chusairi. Jakarta: Erlangga.

Kartini Kartono. (1989). Hygiene Mental dan Kesehatan Mental dalam          Islam. Bandung: Mandar Maju.

Listiana, dkk. (2013). “Hubungan antara Berpikir Positif Terhadap      Kecemasan Lansia di Panti Tresna Werda

Kabupaten Gowo.” Jurnal, ISSN: 2302-1721, Volume 2 Nomor 2 Tahun       2013. Makassar: STIKES

M. Nur Ghufron & Rini Risnawita, S. (2014). Teori-Teori Psikologi.      Jogjakarta: Ar- Ruzz Media.

Sarlito Wirawan Sarwono. (2012). Pengantar Psikologi Umum. Jakarta:         Rajawali Pers.

Steven Schwartz, S. (2000). Abnormal Psychology: a discovery approach.     California: Mayfield Publishing Company.

Sunartyasih & Linda. (2013). “Hubungan Kendala Pelaksanaan Posbindu     dengan Kehadiran Lansia di

Posbindu RW 08 Kelurahan Palasari Kecamatan Cibubur Kota Bandung.”     Jurnal Stikes Santo

Borromeus, Vol 3, No 1, 2013, hal 59.

Syamsu Yusuf. (2009). Mental Hygine: Terapi Psikopiritual untuk Hidup      Sehat Berkualitas. Bandung: Maestro.

Taufik, T., & Ifdil, I. (2013). Kondisi Stres Akademik Siswa SMA Negeri di    Kota Padang. Jurnal Konseling

dan Pendidikan, 1(2), 143-150.

Triantoro Safaria & Nofrans Eka Saputra. (2012). Manajemen Emosi:   Sebuah panduan cerdas bagaimana

mengelola emosi positif dalam hidup Anda. Jakarta: Bumi Aksara.

Yuke Wahyu Widosari. (2010). “Perbedaan Derajat Kecemasan dan Depresi   Mahasiswa Kedokteran

Preklinik dan Ko-Asisten di FK UNS Surakarta.” Skripsi. Surakarta:    Fakultas Kedokteran, Universitas Sebelas Maret

Zakiah Daradjat. (1988). Kesehatan Mental. Jakarta: CV Haji Masagung

Komisioner KPAI Retno Listyarti. (Foto: VOA/Sasmito).*

Alivane, T. Z. (2020). From Socrates To Sartre The Philosopic Quest.   (Penerjemah: Andi Iswanto dan Deddy Andrian Utama). Sleman:    Immortal Publishing dan Octopus.

Arsendy, S., Sukoco, G. A., & Purba, R. E. (2020, May 2). Riset dampak        COVID-19: potret gap akses online 'Belajar dari Rumah' dari 4    provinsi. The Conversation.

Harususilo, Y. E. (2020, May 29). Ini 4 Alasan Kemendikbud Tidak      Mundurkan Tahun Ajaran Baru 2020/2021. Kompas. Com.

https://mediaindonesia.com/read/detail/298260-belajar-di-masa-     pandemi

Liputan6.com

https://edukasi.kompas.com/read/2018/06/21/18270971/begini- seharusnya-hubungan-sekolah-dan-orangtua?page=all.

https://mediaindonesia.com/read/detail/298260-belajar-di-masa-     pandemi

https://mediaindonesia.com/read/detail/316487-generasi-emas-       terancam-hilang?utm_source=dable

https://mediaindonesia.com/editorials/detail_editorials/1998-mutu-         pendidikan-di-tengah-pandemi

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun