Mohon tunggu...
Nikodemus Yudho Sulistyo
Nikodemus Yudho Sulistyo Mohon Tunggu... Dosen - Menulis memberikan saya ruang untuk berdiskusi pada diri sendiri.

Saya bergabung di Kompasiana sekedar untuk berbagi mengenai beragam hal. Saya menyenangi semua yang berhubungan dengan bahasa, sosial, budaya dan filosofi. Untuk konten yang berhubungan dengan kritik sastra, dapat juga ditonton di kanal YouTube saya yang bisa diklik di link profil.

Selanjutnya

Tutup

Hukum Pilihan

Kasus Sianida Jessica Wongso: Ironi Netizen dan Proses Penegakan Hukum di Indonesia

8 Oktober 2023   15:48 Diperbarui: 8 Oktober 2023   16:10 774
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Begitu juga perjalanan hukum kasus kopi sianida Jessica Wongso yang pada saat itu sungguh-sungguh dikuti oleh masyarakat. Perhatian ini tentu saja harus berakhir dengan sebuah kesimpulan tertentu: Jessica bersalah, Jessica tidak bersalah, atau sesuatu hal yang lain. Intinya, kasus yang sudah meledak di media tersebut haruslah menyumbangkan 'kepuasan' masyarakat.

Nah, disinilah letak tulisan saya kali ini. Saya menemukan sebuah ironi yang memprihatinkan dalam pola pikir kita sebagai masyarakat yang hampir selalu terlibat dalam banyak fenomena hukum, sosial-budaya-politik bangsa.

Adalah terkenal frasa di Indonesia, "Maha benar netizen dengan segala komentarnya". Ini menunjukkan bahwa ketika netizen sudah mulai terlibat, maka kebenaran akan terungkap, tidak peduli seberapa rumit masalahnya. Hanya saja, frasa itu juga berarti bahwa di sisi lain, netizen tidak selalu benar. 

Mari kita mengingat salah satu kasus hoaks nasional terbesar di Indonesia pada tahun 2019. Saat itu Audrey, siswa SMP salah satu sekolah di Pontianak, diberitakan dirundung dan dianiaya oleh 12 siswa lain secara sadis. Publik menanggapinya dengan mengangkat hashtag #JusticeForAudrey untuk memberikan dukungan serta mendorong proses hukum yang seharusnya. Nyatanya, hasil visum tidak menunjukkan tanda-tandan pengeroyokan. Netizen pun mulai perlahan berbalik mencibir sang gadis.

Instagram.com/@hannytummee via grid.id
Instagram.com/@hannytummee via grid.id

Kasus lain mungkin bila kita bisa ingat adalah kasus Darsem, seorang tenaga kerja Indonesia asal Kampung Trungtum, Subang, Jawa Barat, yang lolos dari hukuman pancung di Arab Saudi. Pemerintah Indonesia saat itu didesak oleh publik untuk memberikan bantuan dengan membayar uang pengganti (diat) kepada pemerintah Arab Saudi agar Darsem bebas dari hukuman tersebut. 

Masyarakat, dengan dikoordinir oleh sebuah stasiun televisi swasta, memberikan sumbangan kepada Darsem sebagai bentuk 'kritik' kepada pemerintah, sekaligus mencoba membayar pembebasan Darsem. Pemerintah kemudian sungguh membayar uang pengganti sehingga Darsem lolos dari hukuman mati.

Masalahnya, setelah selamat dari hukuman mati, Darsem langsung memfoya-foyakan uang pemberian masyarakat yang berjumlah 1,2 milyar Rupiah tersebut tersebut dengan membeli rumah, perhiasan, bahas bangunan, renovasi rumah dan membayar tukang, membayar pengacara, bahkan mengadakan acara sunatan anak laki-lakinya. Sikap Darsem yang sombong ditunjukkan dengan pernyataan bahwa ia merasa berhak atas uang tersebut dan orang hanya sekadar iri padanya.

Kasus Darsem menunjukkan 'kesalahan' netizen lainnya.

Saya mulai berpikir bahwa masyarakat Indonesia sungguh telah terpengaruh pada pemikiran mengenai empati dan praduga yang tidak jarang salah.

Pada kasus Jessica Wongso, sepertinya publik menginginkan sebuah akhir yang memuaskan, bukan yang benar. Harus ada tokoh protagonis dan antagonis, sehingga proses hukum sesungguhnya tidak berjalan dengan baik. Pembuktian hanya lebih ditutupi oleh kesan. Praduga tak bersalah tidak dipedulikan. Sebaliknya, hanya asumsi yang berada di garis depan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hukum Selengkapnya
Lihat Hukum Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun