Mengirim anak nakal ke barak militer? Atau membimbing anak dan memberdayakannya dibalik rak buku di perpustakaan? Semuanya bisa dilakukan dengan baik dengan kolaborasi dan sinergi yang selaras. Lalu, apa salahnya?
Dedi Mulyadi, dengan program terbarunya yakni mengirim anak nakal ke barak militer menuai pro kontra di masyarakat.
Alasannya adalah, kebijakan itu tak sesuai dengan hak anak untuk tumbuh dan berkembang serta mengeksplor diri. Beberapa sekolah di Jawa Barat telah mengikuti program dan memberangkatkan murid-muridnya.
Sebagai warga Jabar yang melihat sendiri bagaimana kebijakan ini bergerak, menurut saya mengirim anak nakal ke barak militer adalah hal yang cukup efektif untuk mengevaluasi anak yang kandung nakal di lingkungan.Â
Adanya efek jera diharapkan orang tua, supaya anak disiplin dan punya rasa ingin memperbaiki diri.Â
Sebab, anak yang mentalnya kelewat nakal banyak yang sulit diarahkan meski dibenahi secara pribadi oleh orang tua di rumah, dan dibimbing dengan terpaan pembelajaran kedisiplinan oleh guru di sekolah.Â
Mereka yang nakal adalah anak dengan eksplor diri yang berlebihan, mencoba segala sesuatu berbekal rasa penasaran yang berlebih pula.Â
Mencoba sesuatu yang dilakukan oleh orang di sekitarnya, seperti alkohol, senjata tajam dan meniru tontonan masa kini dengan minim tuntunan dan teladan. Banyak efek lingkungan sosial dan media yang pengaruhnya sulit disaring oleh orang tua.
Disamping orang tua yang kebanyakan tak mudah beradaptasi dengan teknologi, arus informasi yang terlalu deras membuat berbagai akses terhadap hal negatif seakan-akan semakin mudah.Â
Efeknya, anak menjadi lebih mudah larut bersama pergaulan, sedangkan benteng diri harus kuat. Situasi keluarga juga biasanya menjadi alasan mendasar, bagaimana cara para remaja menentukan arah dan tujuan pencarian jati diri mereka.
Beri Komentar
Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!