Mohon tunggu...
Nickolaus Ardian Giripati
Nickolaus Ardian Giripati Mohon Tunggu... Mahasiswa - Siswa kolese Kanisius

Saya merupakan pelajar Kolese Kanisius Jakarta angkatan CC'25. Hobi saya adalah menuangkan seluruh minat dan pemikiran saya dalam segala aspek di dalam berbagai media.

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Artikel Tanggapan "Merindukan Sosok Pemimpin Humoris"

28 Mei 2023   15:27 Diperbarui: 28 Mei 2023   15:31 179
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pendidikan. Sumber ilustrasi: PEXELS/McElspeth

Teks yang berjudul "Merindukan Sosok Pemimpin Humoris" karya Pak Ari Indarto menceritakan tentang pembawaan pesan dengan humor. Dalam menyampaikan pesan, salah satu metode yang seringkali digunakan presiden kita terdahulu Gus Dur adalah dengan menyelipkan humor anekdot. 

Menurut saya hal ini sudah menjadi kekhasan dari beliau, dimana seluruh penyampaian pendapat dan informasinya selalu dibungkus dengan sisi anekdot, sehingga semua yang disampaikan tidak membawa tekanan ke publik. Menurut saya, hal ini memiliki efeknya ke situasi masyarakat pada zaman itu, dimana minimnya perselisihan antar kubu-kubu di masyarakat karena pembawaan pesan yang relatif dibungkus dengan humor-humor.

Secara meluas, teks anekdot sendiri memiliki pengertian sebuah teks yang berisikan cerita dengan humor di dalamnya, yang dapat berguna untuk memberikan lelucon. Namun, jika kita menggali lebih dalam, teks anekdot seringkali digunakan dengan maksud lain di dalamnya, yaitu untuk menyampaikan kritik atau sindiran kepada orang lain. 

Oleh karena itu, teks anekdot dapat dikatakan sebagai salah satu metode untuk menyindir secara halus, karena apabila kita tidak menggali maksud teks ini, kita tidak dapat mengetahui makna aslinya. Diperlukan kemampuan dalam berpikir kritis untuk mengetahui tujuan asli penulis membuat teks tersebut.  

Menurut pendapat saya, teks anekdot merupakan metode yang baik untuk mengkritik seseorang, kelompok, atau instansi tertentu. Dalam anekdot, kita tidak menyampaikan kritik secara langsung, sehingga tidak langsung menyinggung pihak lain. Oleh karena itu, menjadi masuk akal bagi presiden kita Gus Dur, karena metode ini digunakan sebagai salah satu upaya menjaga kondisi perdamaian masyarakatnya. Metodenya dalam menyampaikan kritik atau pesan tidak dilakukan secara terang-terangan, karena ia tahu hal tersebut hanya membuat masyarakat merasa tertekan oleh pemerintahnya. Dapat dilihat dari buktinya sendiri, ia dapat menjaga stabilitas sosial dan politik negara dengan citranya yang humoris. 

Terkadang, anekdot memang diperlukan dalam menyampaikan ketidaksetujuan terhadap suatu hal. Menurut pendapat saya, manusia dapat lebih disadarkan dengan hal yang halus jika dibandingkan dengan hal yang tegas dan kasar. Namun demikian, cukup disayangkan, karena pada situasi saat ini, hal tersebut menjadi lebih sensitif lagi. Dalam perkembangan kondisi sosial masyarakat, kritik atau sindiran sudah menjadi hal yang lebih sensitif, karena dikaitkan dengan pencemaran nama baik. Hal ini membuat kita harus lebih berhati-hati kembali dalam mengkritik orang atau instansi tertentu terlebih dalam pemerintahan, karena regulasi hukum yang lebih diperketat. 


Walaupun demikian, bukan berarti hal tersebut membatasi kita untuk berpendapat. Negara kita Indonesia pada dasarnya merupakan negara demokratis, sehingga kedaulatan berada di tangan rakyat, sehingga sebagai pemilik kedaulatan tertinggi kita juga memiliki hak untuk mengekspresikan segala bentuk keresahan kita. Salah satu metode yang baik adalah anekdot. Dengan metode penyampaian dan wadah yang tepat, tentu pendapat kita dapat diterima oleh berbagai macam pihak dengan baik juga. Salah satu penyampaian kritik dengan anekdot adalah sebagai berikut:

Pada suatu hari, di Desa Bejo, terdapat 10 anak sedang berkumpul untuk bermain voli di lapangan desa. Mereka semua terlihat sangat dekat satu sama lain. Namun, tidak ada yang menyangka, terdapat kebencian mendalam yang disimpan salah satu dari mereka. Ternyata, Bayu, salah satu dari mereka, tidak setuju terhadap penentuan tim.

Bayu: "Aku gamau setim sama Dimas."

Aldi: "Lah kenapa yu? Kita semua kan sama aja, gaada yang lebih jago."

Bayu: "Dia waktu itu ga bayar utang, aku udah bayarin es teh, janjinya doang besok digantiin."

Asep: "Dih kok ga ada hubungannya. Kita sekarang mau main voli, bukan arisan."

Bayu: "Kalau memang ga setuju sama pilihanku, aku pulang aja, kalian main tuh dengan puas."

Akhirnya Bayu pulang.

Aldi: "Aneh ya sep, cuman gara-gara ga bayar utang, langsung marah gitu."

Asep: "Ngapain deh bawa-bawa masalah pribadi ke sini."

Bagas: "Ah gaseru nih. Gara-gara dia kita ga bisa main."

Aldi: "Makanya. Ingat, jangan campuri politik dengan olahraga."

Teks tersebut menceritakan kisah seorang anak bernama Bayu yang tidak ingin bermain dengan teman-temannya karena masalah pribadi yang ia miliki dengan temannya Dimas. Hal ini berdampak besar kepada teman-temannya yang lain karena tidak jadi bermain akibat anggota tim yang tidak pas. 

Apabila kita telaah dengan lebih dalam, teks ini memiliki makna untuk tidak mencampuri urusan politik dengan olahraga. Dalam etika berolahraga, semua urusan pribadi sudah tidak menjadi masalah utama, karena tujuan utama kita adalah memenangkan pertandingan dalam persaingan.

Sebagai penulis, saya sendiri menulis teks ini karena keresahan terhadap peristiwa yang barusan terjadi sekitar bulan Maret 2023, yaitu Indonesia yang dibatalkan menjadi tuan rumah piala dunia U-20 2023. Hal ini disebabkan masalah pribadi beberapa kelompok masyarakat di Indonesia terhadap negara Israel yang sedang berkonflik dengan negara Palestina, dimana negara kita merupakan salah satu kubu pendukung negara Palestina. Hal ini berdampak sangat besar terhadap pihak lain. Contohnya adalah para atlet sepak bola Indonesia yang terpaksa mengubur impiannya dalam bermain di piala dunia, pemerintah yang sudah menginvestasikan banyak dana untuk infrastruktur pendukung acara ini, serta masyarakat Indonesia yang sudah sangat berantusias dalam menonton setiap pertandingan yang akan berlangsung.

Di samping makna asli penulis dalam menuliskan teks anekdot, dapat dipertegas ulang, bahwa fungsi dominan teks anekdot adalah untuk memberikan kritik. Namun, kritik ini tidak disampaikan dengan kasar atau menusuk, namun dibungkus secara halus dengan lelucon atau peristiwa yang berbeda dengan makna aslinya. Dengan menyampaikan teks ini, pihak yang dikritik dapat dengan lebih nyaman dalam menerima kritikan, karena semua pesan disampaikan secara halus. Untuk menghindari kasus-kasus seperti pencemaran nama baik yang marak pada saat ini, kita perlu membungkus kritikan ini dengan sangat halus tanpa menyelipkan hinaan yang kasar di dalamnya.

Hal tersebut terus saya pertegas, karena dalam situasi saat ini, didukung dengan penyebaran ujaran kebencian yang sangat mudah dengan sosial media, kritikan sangat bersifat sensitif. Banyak kasus yang membuktikan bahwa kritikan dapat membawa kita ke dalam jeruji besi, bahkan untuk tokoh publik seperti penyanyi Ahmad Dhani. Ia dijerat divonis satu tahun penjara pada tahun 2019 karena ujarannya di sosial media yang menggunakan kata kasar yakni "idiot" dalam komentarnya di sosial media untuk mengkritik pemerintahan. Hal tersebut dapat menyampaikan kepada kita, bahwa tokoh publik pun yang sudah dikenal masyarakat masih dapat dijerat kasus ujaran kebencian. 

Secara kesimpulan, sebagai manusia, tentu akan selalu ada hal yang membuat kita merasa resah. Oleh karena itu, teks anekdot merupakan metode yang baik dalam mengekspresikan kritik kita. Bagi orang yang tidak mengerti tujuan asli kita, mereka hanya akan menganggap teks tersebut merupakan lelucon yang menghibur. Namun, apabila pihak yang dituju merasa sadar sedang dikritik, mereka akan menanggapinya dengan baik juga, karena kritik disampaikan dengan halus. Hal ini membuat teks anekdot memberikan manfaat ganda, dimana dapat menjadi lelucon yang menghibur, namun tetap membuat kita menjalin hubungan yang baik dengan orang yang dikritik. 

Sebagai saran dari penulis, kita dapat mengingat pepatah "Mulutmu adalah harimaumu". Hal tersebut mengingatkan kita bahwa segala bentuk kritik dapat berbalik kepada kita, khususnya karena regulasi yang diperketat pada saat ini. Hal ini membuat kita harus dapat semakin berhati-hati dalam mengekspresikan keresahan kita ke publik. Segala bentuk kritik yang disampaikan sebaiknya dibalut dengan anekdot yang lucu, serta jangan menyelipkan satupun kata kasar yang menyinggung, karena berpotensi menjerat kita ke pasal-pasal yang berlaku. Oleh karena itu, untuk menyampaikan kritik dibutuhkan beberapa kemampuan dan keterampilan. Hal tersebut terdiri dari keterampilan berpikir kritis dalam memilih kritikan yang relevan dengan situasi saat ini, kekayaan kosakata bahasa untuk memilih kalimat sindiran, serta pemilihan konsep ide yang kreatif untuk membungkus semua kritikan dengan cerita yang menarik dan lucu.

ZNT/36

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun