Mohon tunggu...
Nicholas RyanAditya
Nicholas RyanAditya Mohon Tunggu... -

Seorang anak rantau yg bercita-cita menjadi jurnalis

Selanjutnya

Tutup

Lyfe Artikel Utama

Ki Simun: Wayang Klasik, Darah Seni, dan Perjuangan

26 Maret 2017   13:58 Diperbarui: 26 Maret 2017   21:00 768
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Yo ngene ki le nek mayang, ora iso diwulang, tapi kudu berjuang,” nilai pria tua itu

Wayang klasik kini kian tenggelam

Tergerus perubahan

Namun ada satu sosok pria tua gagah

Menolak semua itu

Ia adalah Ki Simun

Sang Pahlawan Pelestari Wayang Klasik

Siang itu matahari cukup terik, udara khas pantai daerah Gunung Kidul begitu terasa di dusun ini, meski masih cukup jauh dari pantai. Berjarak sekitar 35 Km dari pusat kota Yogyakarta, membuat daerah ini masih sepi dan jauh dari kata keramaian. Padukuhan Ngleri Wetan, Desa Ngleri, Kecamatan Playen tidak melulu bicara soal sepi. Sosok terkenal nan menjadi panutan di kalangan pecinta seni khususnya perwayangan, nyatanya bertempat tinggal di sini. 

“Monggo, mlebu(arti: masuk, bahasa Jawa) o,” kata pria tua itu ramah. Pria tua itu ialah Ki Simun. Sebagai dalang, ia punya nama panggung Ki Simun Cermo Joyo. Ada cerita unik terkait nama Ki Simun dan Cermo Joyo. Ternyata jangan sekali-sekali menanyakan rumah Ki Cermo Joyo di padukuhan ini, tetangga dan orang sekitar Ki Simun pasti tidak tahu siapa orang yang dimaksud. Namun sebaliknya, jika orang bertanya rumah Ki Simun, sontak orang padukuhan langsung memberitahu dan mengantar sampai pada alamat yang dimaksud. “Cermo Joyo itu nama panggung, orang-orang luar taunya saya ya Ki Cermo Joyo, kalo orang desa sini taunya ya Ki Simun hahaha,” jawab Ki Simun lepas diiringi tertawa. 

Ki Simun hidup bersama istrinya yang bernama Samiyem. Pria asli Gunturan, Bantul ini juga menceritakan awal mula dirinya bertemu dengan istri tercintanya itu. “Dia dulu sinden, setiap Bapak saya ada acara, pasti ngundang dia sebagai sinden,” tutur Ki Simun sembari menyeruput kopi. Samiyem menilai Ki Simun sebagai pribadi yang pantang menyerah, entah dalam hal mayang (arti: memainkan wayang) maupun ngarit (arti: memotong rumput, biasanya untuk beternak). “Dia itu sudah tua, gak kesel mayang, ngarit juga,” nilai Samiyem. 

Wayang Klasik 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Lyfe Selengkapnya
Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun