Mohon tunggu...
Nia Islamiah
Nia Islamiah Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa Magister Manajemen Pendidikan UNESA

A Happy Woman

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

"Best Practice" Kepala Sekolah sebagai Langkah Akselerasi Pemerataan Mutu Pendidikan di Indonesia

28 April 2022   11:00 Diperbarui: 9 Mei 2022   16:17 473
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Pendahuluan

Pendidikan merupakan leading sector yang menjadi wadah dalam menyiapkan sumber daya manusia yang berkompetensi dan berdaya saing. 

Untuk mewujudkan hal tersebut Pemerintah bukan lagi memikirkan tentang bagaimana meningkatkan mutu setiap satuan pendidikan, melainkan bagaimana melakukan pemerataan mutu sehingga seluruh satuan pendidikan secara bersama-sama dapat meningkatkan mutunya.

Pemerataan mutu pendidikan menjadi permasalahan krusial yang dihadapi pendidikan di Indonesia. Beberapa faktor seperti perbedaan geografis, ekonomi masyarakat, dan pendapatan menjadi kendala umum yang mempengaruhi terhambatnya peningkatan dan pemerataan mutu pendidikan (Candiasa, 2013).

Tidak meratanya mutu pendidikan diketahui melalui hasil penelusuran rapor pendidikan (https://raporpendidikan.kemdikbud.go.id/) pada wilayah kota dan kabupaten di Provinsi Jawa Timur. 

Wilayah Kota seperti Surabaya menunjukkan pencapaian mutu yang tinggi, ditunjukkan dengan output pendidikan yaitu meliputi kompetensi literasi dan numerasi berada pada kategori mencapai kompetensi minimum, dan indeks karakter pada kategori membudaya. Pada sub proses meliputi indeks kualitas pembelajaran, indeks refleksi guru dan kepemimpinan instruksional berada pada kategori terarah. 

Di kota lain seperti Kota Madiun juga menunjukkan pencapaian mutu yang tinggi, ditunjukkan dengan hasil kompetensi literasi yang berada pada kategori diatas kompetensi minimum, kemampuan numerasi pada kategori mencapai kompetensi minimum, dan indeks karakter berada pada kategori membudaya. 

Pada sub proses, indeks kualitas pembelajaran dan kepemimpinan instruksional berada pada kategori terarah dan indeks refleksi guru pada kategori membudaya. Hasil rapor mutu di wilayah kota tersebut paradoks dengan hasil rapor pendidikan di wilayah kabupaten.

Hasil penelusuran rapor pendidikan di wilayah kabupaten yaitu Kabupaten Sumenep, Kabupaten Tuban, Kabupaten Pacitan, Kabupaten Ngawi, dan Kabupaten Gresik yang masuk pada wilayah perbatasan provinsi rata-rata masih mencakup kategori merah pada sub proses yaitu indeks kualitas pembelajaran, indeks refleksi guru dan kepemimpinan instruksional. 

Kategori merah yang dimaksud dalam rapor pendidikan adalah level yang menunjukkan disorientasi, pasif, dan terbatas. Sedangkan pada sub output rata-rata berada pada kategori dibawah kompetensi minimum dan masih perlu dikembangkan. 

Data ini menunjukkan bahwa terjadinya ketimpangan mutu pendidikan di wilayah kota dan kabupaten. Kondisi ini mengindikasikan terjadinya ketidak merataan mutu pendidikan di Provinsi Jawa Timur. Sehingga sangat perlu upaya-upaya tertentu untuk meningkatkan mutu pendidikan secara bersama-sama melalui akselerasi pemerataan mutu. 

Pemerataan Mutu Pendidikan 

Konsep pemerataan mutu pendidikan dapat diketahui dengan mendalami makna mutu yaitu  kesesuaian dengan persyaratan, atau kelayakan, atau standar (Crosby, 1980; Deming, 1982; Juran et al., 1999). Sebuah lembaga pendidikan dapat dikatakan bermutu apabila telah memenuhi kriteria tertentu pada aspek input, proses, dan output pendidikan (Kemdikbud, 2019).

Beberapa indikator yang merepresentasikan sekolah bermutu antara lain yaitu (1) kinerja (performance) yaitu berhubungan dengan kinerja seluruh stakeholder di sekolah, (2) waktu ajar (timeliness) yaitu berhubungan dengan ketepatan waktu pembelajaran, (3) kehandalan (reability) yaitu terkait dengan pelayanan prima yang dilakukan oleh sekolah bertahun-tahun, (4) daya tahan (durability) yaitu kemampuan sekolah untuk bertahan dalam kondisi krisis, (5) keindahan (aesthetics) yaitu kemampuan sekolah dalam mengatur dan memelihara lingkungan fisik maupun non fisik, (6) hubungan manusia (personal interface) yaitu warga sekolah yang mampu menjunjung tinggi nilai-nilai moral dan profesionalisme, (7) kemudahan penggunaan (easy of use) yaitu kemudahan pelaksanaan aturan maupun penggunaan barang fisik seperti sarana prasarana, (8) bentuk khusus (feature) yaitu berkaitan dengan program unggulan, (9) standar tertentu (conformance to specification) yaitu kemampuan sekolah dalam memenuhi standar tertentu seperti SNP, (10) konsistensi (consistency) yaitu keajegan dalam menjaga kualitas sekolah dari dulu hingga sekarang, (11) keseragaman (uniform) yaitu kemampuan warga sekolah dalam melaksanakan aturan tanpa pandang bulu, (12) kemampuan melayani (serviceability), yaitu kemampuan sekolah dalam memberikan pelayanan prima, dan (13) ketetapan (accuracy) yaitu kemampuan sekolah dalam memberikan pelayanan sesuai keinginan pelanggan (Usman, dalam Kemdikbud, 2019).

Indikator-indikator tersebut menunjukan kompleksitas komponen yang mempengaruhi sekolah bermutu. Hal ini mengartikulasikan bahwa mewujudkan sekolah bermutu bukan hanya dilakukan dengan meningkatkan kualitas guru tetapi bagaimana meningkatkan kompetensi pemimpin pendidikan untuk mampu mengatasi permasalahan dalam mengelola dan mengoptimalkan potensi sumber daya yang ada di sekolah.

Dengan kata lain bagaimana upaya untuk dapat memaksimalkan peran kepala sekolah sebagai top leader satuan pendidikan agar dapat mendukung percepatan pemerataan mutu pendidikan.

Kepemimpinan Pendidikan

Ketercapaian mutu pendidikan sangat dipengaruhi keberhasilan pemimpin dalam mengelola sumber daya pendidikan. Sebagaimana menurut (Scheerens, 2015)  bahwa kepala sekolah merupakan key factor yang mempengaruhi terwujudnya sekolah bermutu, sehingga sudah menjadi keharusan seorang pemimpin untuk mampu mengoptimalkan sumber daya yang ada agar dapat didaya gunakan dengan tepat dan memberikan dampak terhadap peningkatan mutu sekolahnya.

Kategori merah pada sub kepemimpinan instruksional pada rapor pendidikan di wilayah kabupaten Provinsi Jawa Timur menunjukkan bahwa masih terdapat pemasalahan yang dialami oleh pemimpin di kabupaten terutama dalam mengimplementasikan kepemimpinan instruksional. Hasil ini sangat paradoks dengan kepemimpinan instruksional di wilayah kota yang masuk pada kategori terarah. 

Hasil identifikasi kondisi kepemimpinan ini menempatkan berbagi praktik baik (best practice) sebagai hal yang urgent untuk dilaksanakan oleh kepala sekolah sebagai upaya akselerasi pemerataan mutu.

Best practice

Berbagi praktik baik (best practice) merupakan salah satu langkah yang dapat diimplementasikan dalam meningkatkan kualitas kepemimpinan kepala sekolah sebagai upaya akselerasi pemerataan mutu.  

Best practice merupakan pengalaman yang disajikan dalam sebuah gagasan yang memuat metode, teknik, dan proses yang mengandung unsur kreatif dan inovatif dengan tujuan mencapai kesuksesan berprestasi dalam pembelajaran (Rohanah, 2019).

Best practice menjadi langkah konkret yang dapat mengatasi berbagai permasalahan yang dihadapi kepala sekolah. Sebagaimana (Kemdikbud RI, 2016) menjelaskan bahwa best practice merupakan pengalaman terbaik yang memuat keberhasilan baik individu maupun kelompok dalam menjalankan tugasnya termasuk memuat problem solving.

Best practice sangat perlu diimplementasikan seluruh kepala sekolah sebagai langkah untuk berbagi praktik baik bagi kepala sekolah lain yang mengalami permasalahan yang sama. 

Adanya best practice akan membantu pemerintah dalam menyelesaikan permasalahan yang dihadapi kepala sekolah. Implementasi best practice kepala sekolah akan berkontribusi dalam peningkatan profesionalitasnya, hal ini dikarenakan melalui best practice kepala sekolah akan berbagi pengalaman terbaiknya dan secara tidak langsung akan menggerakkan kepala sekolah lain dalam melakukan perbaikan kinerjanya (Anci, 2014). 

Pemerintah telah mengajak kepala sekolah untuk senantiasa melakukan dan berbagi pengalama terbaik (best practice) namun pada realita di lapangan masih sangat sedikit kepala sekolah yang mengimplementasikan hal tersebut. 

Beberapa manfaat yang diperoleh sebagai hasil dari rekomendasi implementasi best practice dalam mendukung akselerasi pemerataan mutu yaitu (1) best practice mampu menyajikan inovasi dan cara baru dalam mengatasi permasalahan pendidikan, (2) best practice berkontribusi dalam menghasilkan outstanding result yaitu perubahan yang luar biasa, (3) best practice mampu mendorong satuan pendidikan dalam melakukan continous improvement (perbaikan secara berkelanjutan), (4) best practice memiliki manfaat yang tinggi namun metode yang digunakan bersifat ekonomis dan efisien (Kemdikbud RI, 2016).

Kesimpulan

Dalam mencapai gerbang Merdeka Belajar tidak lagi tentang peningkatan mutu satuan pendidikan, melainkan tentang akselerasi pemerataan mutu pendidikan sebagai langkah secara bersama mencapai peningkatan mutu. 

Pemerataan mutu tidak hanya tentang efektivitas proses pembelajaran, melainkan bagaimana pemimpin memiliki kapabilitas untuk mampu mengelola dan mengoptimalkan sumber daya di sekolah sehingga dapat membantu meningkatkan mutu lembaganya. 

Best practice merupakan langkah yang dapat diambil oleh kepala sekolah sebagai top leader yang memiliki kewenangan dalam mengatur dan mengelola lembaganya sebagai referensi yang dapat membantu mengatasi permasalahan yang dihadapi kepala sekolah lain. Kepala sekolah dapat saling belajar dalam mengatasi permasalahan dan memperbaiki kinerjanya. 

Kepala sekolah yang profesional tentu akan membantu sekolah dalam merealisasikan lembaga yang bermutu. Inilah langkah nyata yang dapat dilakukan guna mewujudkan pemerataan pendidikan dengan konsep yang sederhana namun memberikan manfaat yang luar biasa.

 REFERENSI 

Anci, R. (2014). Menuju Kepala Sekolah yang Profesional. Jurnal Ekspose, 23(2), 12--22.

Candiasa, I. M. (2013). Pemerataan Dan Peningkatan Mutu Pendidikan Melalui Komunitas Guru Online. JST (Jurnal Sains Dan Teknologi), 2(1), 118--127. https://doi.org/10.23887/jst-undiksha.v1i1.1417

Crosby, P. B. (1980). How To Manage Quality So That It Becomes A Source Of Business Profits. "The Executive Who Spends Half A May Find It One Of The Most About The Author." McGraw-Hill Book Company.

Deming, E. W. (1982). Quality, Productivity, and Competitive position. Massachusetts Institute of Technology, Center for Advanced Engineering Study.

Juran, J. M., Godfrey,  a B., Hoogstoel, R. E., & Schilling, E. G. (1999). Juran ' S Quality Handbook. In Training for Quality (Vol. 1, Issue 3).

Kemdikbud. (2019). Sistem Penjaminan Mutu Pendidikan.

Kemdikbud RI. (2016). Pedoman Lomba Penulisan Best Practice Bagi Kepala Sekolah/Madrasah. In Http://Kemdikbud.Go.Id/. http://kemdikbud.go.id/main/?lang=id

Rohanah. (2019). Publikasi Ilmiah Pengembangan Profesi Guru. CV. Media Educations.

Scheerens, J. (2015). Educational Effectiveness and Ineffectiveness. Springer.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun