Ketiga fungsi ini mewakili proses alami dari kehidupan: lahir, hidup, dan mati. Dalam kehidupan sehari-hari di Bali, Tri Murti bukan hanya konsep filsafat, tapi benar-benar diwujudkan dalam ritual, arsitektur pura, dan pembagian waktu sembahyang.
Contohnya:
- Saat umat memohon berkah untuk memulai pekerjaan atau menanam padi, mereka memohon kepada Brahma.
- Saat meminta perlindungan, kelangsungan hidup, dan kesehatan, mereka sembahyang kepada Wisnu.
- Ketika terjadi kematian atau ada upacara penyucian jiwa (ngaben), mereka memuja Siwa sebagai Sang Pelebur yang mengantar roh kembali ke asalnya.
Dalam arsitektur pura (tempat suci), biasanya terdapat tiga pelinggih (bangunan suci) utama yang masing-masing didedikasikan untuk Tri Murti. Hal ini menandakan bahwa dalam seluruh kegiatan spiritual, umat senantiasa mengakui bahwa semua proses hidup berada dalam kendali Tuhan.
4. Ketuhanan dalam Budaya dan Kehidupan Sehari-hari
Yang membedakan Hindu Bali dengan bentuk ajaran agama lain adalah kuatnya integrasi antara agama, seni, dan budaya. Ketuhanan tidak hanya diyakini dalam pikiran atau kitab suci, tetapi diwujudkan secara nyata dalam kehidupan sehari-hari melalui:
- Upacara-upacara adat dan keagamaan seperti Galungan, Kuningan, Saraswati, dan Nyepi.
- Simbol-simbol suci seperti canang sari (persembahan harian), penjor (hiasan bambu saat hari raya), dan kain poleng (kain hitam putih sebagai simbol keseimbangan).
- Sikap hidup seperti menjunjung Tri Hita Karana (hubungan harmonis antara manusia, Tuhan, dan alam), dan tat twam asi (aku adalah kamu, kamu adalah aku).
Sebagai contoh, seorang ibu rumah tangga di Bali membuat canang sari setiap pagi. Ia tidak hanya menjalankan tradisi, tetapi menyatakan rasa syukur dan berterima kasih kepada Tuhan. Ketika seseorang membangun rumah, pura keluarga juga dibangun di halaman sebagai wujud hubungan spiritual dengan Tuhan. Bahkan saat anak mulai belajar menulis, diadakan upacara Saraswati sebagai ungkapan syukur kepada Tuhan atas anugerah ilmu pengetahuan
5. Ketuhanan dan Penghormatan terhadap Alam
Dalam Hindu Bali, Tuhan juga dipahami sebagai roh atau kekuatan hidup yang ada dalam alam. Karena itu, alam dihormati sebagai bagian dari manifestasi Tuhan, bukan hanya sumber daya yang bisa dieksploitasi. Sungai, gunung, pohon besar, dan lautan dianggap sebagai tempat-tempat suci yang harus dijaga dan dihormati.
Contoh nyatanya adalah larangan menebang pohon besar tanpa upacara permohonan izin terlebih dahulu, atau penghormatan kepada Gunung Agung yang dianggap sebagai tempat suci tempat bersemayam para dewa. Hal ini mencerminkan bahwa alam bukan milik manusia, melainkan bagian dari Tuhan yang wajib dilestarikan.
6. Kesadaran Diri dan Spiritualitas: Tuhan dalam Diri Sendiri
Salah satu ajaran paling mendalam dalam filsafat Hindu adalah bahwa Tuhan juga ada dalam diri manusia. Hal ini diungkapkan dalam ajaran "Atman adalah Brahman", yaitu roh di dalam diri manusia berasal dari Brahman (Tuhan). Artinya, setiap manusia adalah bagian dari Tuhan, dan menyakiti orang lain sama dengan menyakiti Tuhan itu sendiri. Inilah yang mendasari ajaran tat twam asi  "engkau adalah aku". Melalui kesadaran ini, umat Hindu Bali diajak untuk hidup penuh kasih sayang, tidak serakah, dan selalu mengedepankan harmoni.