Pemahaman Tuhan dalm Hindu Bali: Sang Hyang Widhi, Brahman, dan Tantangan Keberagaman
Oleh : Wulandarmayanti
Agama Hindu merupakan sistem kepercayaan yang kaya akan nilai-nilai spiritual, filsafat mendalam, dan keragaman budaya. Di Indonesia, khususnya di Bali, pemahaman terhadap Tuhan dikenal dengan istilah Sang Hyang Widhi Wasa, sedangkan di India lebih dikenal dengan istilah Brahman. Selain itu, pemujaan terhadap banyak dewa seringkali menimbulkan pertanyaan apakah Hindu merupakan agama politeisme. Di tengah perkembangan zaman, muncul pula perdebatan tentang kelompok seperti Hare Krishna dan posisi mereka dalam Hindu. Artikel ini membahas konsep ketuhanan Hindu secara komprehensif serta menjawab isu kontemporer yang terjadi dalam masyarakat Hindu.
Konsep Ketuhanan dalam Hindu Bali
1. Tuhan sebagai Realitas Tertinggi: Sang Hyang Widhi Wasa dan Brahman
Dalam Hindu Bali, pemahaman akan Tuhan sangat kuat dan mendalam, mencakup aspek spiritual, filosofis, hingga budaya. Tuhan dipahami sebagai Sang Hyang Widhi Wasa, yang secara harfiah berarti "Tuhan Yang Maha Kuasa" atau "Tuhan yang memberikan segala kekuatan." Istilah ini merupakan hasil adaptasi lokal dari konsep Brahman dalam filsafat Hindu Vedanta, yaitu realitas tertinggi, tanpa awal dan tanpa akhir, meliputi seluruh ciptaan.
Berbeda dengan pemahaman Tuhan dalam agama-agama Abrahamik yang lebih transendental (jauh dari dunia), dalam Hindu Bali Tuhan bersifat imanen dan transenden yaitu Tuhan ada di luar jangkauan manusia, namun juga hadir dalam setiap aspek kehidupan. Sang Hyang Widhi diyakini sebagai pencipta, pemelihara, dan pelebur seluruh alam semesta, namun pada saat yang sama juga menyatu dengan roh setiap makhluk hidup. Secara filosofis, Brahman digambarkan sebagai "sat-chit-ananda" yang berarti keberadaan (sat), kesadaran (chit), dan kebahagiaan abadi (ananda). Ini bukan sekadar entitas, tetapi hakikat tertinggi dari segala sesuatu yang ada. Dalam konteks Bali, Brahman disapa sebagai Sang Hyang Widhi untuk mendekatkan konsep abstrak itu ke dalam kehidupan spiritual dan budaya masyarakat lokal.
2. Monoteisme dalam Bentuk Politeisme Simbolik
Hindu Bali sering kali disalahpahami sebagai agama politeistik karena adanya banyak dewa yang disembah, seperti Dewa Brahma, Wisnu, Siwa, Saraswati, Dewi Sri, dan lain-lain. Namun sesungguhnya, semua dewa itu hanyalah manifestasi atau perwujudan dari satu Tuhan yang sama, yaitu Sang Hyang Widhi. Pandangan ini dikenal sebagai ekam sat viprah bahudha vadanti dalam kitab suci Rig Veda, yang berarti "Yang Esa itu disebut dengan banyak nama oleh para bijak." Dewa-dewa bukanlah Tuhan yang berbeda, melainkan simbol dari aspek-aspek kekuasaan Tuhan dalam tugas-tugas penciptaan, pemeliharaan, dan pelebur kehidupan. Sehingga secara teologis, Hindu Bali tetap berpijak pada monoteisme, namun mengekspresikannya dalam bentuk simbolik-polifonetik agar lebih mudah dipahami manusia.
Contoh nyatanya, ketika seseorang berdoa kepada Dewi Saraswati, sejatinya ia tidak menyembah Tuhan lain, tetapi sedang memohon anugerah pengetahuan dan kebijaksanaan dari Tuhan dalam wujud Dewi Saraswati. Ketika petani memberi persembahan kepada Dewi Sri, mereka sebenarnya mengucap syukur kepada Sang Hyang Widhi dalam manifestasi sebagai dewi kesuburan.
3. Tri Murti dan Pemahaman Tuhan dalam Tindakan
Salah satu konsep paling penting dalam Hindu Bali yang menjelaskan kehadiran Tuhan dalam kehidupan manusia adalah Tri Murti, yaitu:
- Brahma sebagai pencipta alam semesta.
- Wisnu sebagai pemelihara kehidupan.
- Siwa sebagai pelebur dan penyuci kembali ciptaan ke asalnya.