Aku paling sebal kala ada penumpang yang tidak sadar diri untuk kembali menutup pintu gerbong tersebut. Padahal, di kaca pintu sudah ada stiker bertuliskan "pintu harap ditutup kembali". Akhirnya, jika ada penumpang lain yang lalai tidak menutup pintu, segera kudorong pintu itu dengan cukup keras. Tujuannya supaya pintu menutup dan terkunci dengan rapat. Kau tahu, guncangan di atas gerbong selama kereta berjalan cukup keras. Kalau pintu gerbong tidak ditutup rapat, maka ia bisa membuka dan berayun-ayun dengan sendirinya.
Meski begitu, kunikmati saja pengalaman menempati kursi jomblo 13B pada kereta Brawijaya tersebut. Aku masih bisa menikmati jendela kereta dengan segala pemandangan yang tersaji. Juga, aku masih sanggup menulis sebuah artikel yang akhirnya kuunggah ke laman Kompasiana-ku. Kamu bisa membacanya di sini.
Dari pengalaman kursi 13B ini, aku memetik pelajaran. Pelajaran untuk lebih teliti kala memilih kursi kereta yang hendak digunakan. Namun overall, aku sangat menikmati setiap momenku bersama kereta api. Semoga KAI tidak pernah lelah untuk berimprovisasi dalam meningkatkan pelayanan kepada segenap pengguna jasa kereta api. Terima kasih kereta Brawijaya, telah membawaku hingga sampai di Stasiun Gambir pada 10 April dini hari, dengan selamat dan tepat waktu. Alhamdulillah. Â
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI