Mohon tunggu...
Akhmad Azhar Basyir
Akhmad Azhar Basyir Mohon Tunggu... Perawat - Mahasiswa Program Ekstensi S1 Keperawatan Profesi Ners FIK Universitas Indonesia (PNS Perawat Rumah Sakit Idaman Kota Banjarbaru)

Perawat Muda Perindu Surga

Selanjutnya

Tutup

Healthy

Internalisisasi Prinsip Etik dan Moral Keperawatan pada Perawat Generasi Milenial

6 Juni 2022   12:02 Diperbarui: 8 Juni 2022   00:20 847
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Oleh: Akhmad Azhar basyir, A. Md. Kep.

*(Mahasiswa Program Ekstensi Sarjana Ilmu Keperawatan Profesi Ners Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia (FIK UI) Beasiswa Tugas Belajar, PNS Pemko Banjarbaru (Perawat RSD Idaman Kota  Banjarbaru) Kalimantan Selatan.)

A. Pendahuluan

            Publik dan netizen di Indonesia tengah dihebohkan oleh sebuah video singkat dari aplikasi Tiktok yang viral di media sosial menayangkan seorang wanita muda berseragam layaknya seorang profesi perawat di rumah sakit yang sedang menceritakan curhatannya saat memasang kateter seorang pria yang menurutnya tampan (cakep) dan seumuran dirinya, belakangan diketahui bahwa wanita muda di video itu adalah seorang mahasiswi yang sedang berpraktek profesi Ners dari sebuah Universitas swasta di sebuah RSUD di Yogyakarta. Meskipun akhirnya si mahasiswi mengklarifikasi bahwa video itu hanya konten untuk seru-seruan, dan memintak maaf, namun, konten tersebut sudah terlanjut, membuat netizen dan publik geram karena dianggap sudah melakukan pelecehan seksual, hingga seorang dokter yang juga artis selebgram langsung mengomentari di akun twitternya bahwa si mahasiswi sepertinya skip (melewatkan) pelajaran tentang etik terutama terkait Privasi pasien saat pembelajaran atau kuliah. Hal ini juga memicu organisasi profesi Persatuan Perawat Nasional Indonesia (PPNI), sebagaimana dilansir oleh CNN Indonesia (02/06/2022) melalui ketua umumnya bapak Harif Fadhillah meminta agar kurikulum etik mahasiswa keperawatan di Indonesia bisa segera dievaluasi agar tidak ada pelanggaran norma erika dalam praktik di lapangan, beliau juga menambahkan bahwa mereka sudah memiliki pedoman dan perilaku terkait fatwa dalam bermedia sosial untuk para tenaga kesehatan di Indonesia dan sangsi paling berat bagi pelanggar kode etik adalah pencabutan status keanggotaan. (cnnindonesia.com). Ternyata tidak berapa lama berselang, publik dan netizen Indonesia dibuat heboh kembali dengan viralnya sebuah konten video dari aplikasi yang sama, memperlihatkan seorang oknum nakes wanita muda mencubit dan  menempelkan masker ke wajah pasien bayi yang batu lahir di sebuah rumah sakit ibu dan anak, sehingga bayi tersebut menangis, dan belakangan diketahui oknum nakes itu memang bekerja di RSIA tersebut. Kita pun tentu ingat beberapa tahun yang lalu heboh, kasus seorang oknum perawat yang berusia muda di sebuah rumah sakit swasta di Surabaya yang telah melakukan pelecehan seksual terhadap wanita muda yang baru saja selesai menjalani operasi kandungan dan belum sadar penuh dari pengaruh obat anastesi.

            Viralnya berbagai video ataupun ataupun kasus yang menyangkut etik bagi tenaga kesehatan, khususnya profesi perawat ini memunculkan pertanyaan sejauh mana internalisasi prinsip etik keperawatan telah terjadi bagi para perawat di Indonesia, khususnya perawat generasi millenial.


B. Kondisi Perawat generasi Milleal di Indonesia

Mengutip dari InfoDatin Kemenkes RI (2017), bahwa mayoritas tenaga kesehatan di Indonesia didominasi oleh Perawat yaitu sekitar  49 % atau sekitar 296.876 orang, dari jumlah tersebut sekitar 58,26% bekerja di rumah sakit dan 29,46% bekerja di puskesmas, dan data yang sama juga disebutkan bahwa di tahun 2016 saja, Majelis Tenaga Kesehatan Indonesia telah menerbitkan STR baru untuk sekitar 84.706 orang perawat. Ketua DPW PPNI Jawa Timur, yang juga Ketua Prodi S3 dan guru besar Keperawatan UNAIR, Prof. Dr. Nursalam, M.Nurs (Hons) saat berada di Tulungagung Minggu (19/12/2021) mengungkapkan bahwa sekitar 22.000-40.000 lulusan perawat harus menganggur setiap tahun, sebab dari seluruh lulusan, hanya 20 persen saja yang bisa terserap.(suryamalang.com).

Hal ini tentu memberikan gambaran pada kita bahwa yang bekerja dan berprofesi sebagai perawat di Indonesia saat ini didominasi oleh generasi muda yang baru lulus dari pendidikan keperawatan atau yang kita kenal sebagai generasi millenial yang tentunya sangat mempengaruhi profesi keperawatan itu dan penerapan etik keperawatan itu sendiri di lapangan.

C. Etik, Moral, Profesi Perawat, dan Generasi Millenial

Cranmer and Nhemachena (2013) dalam bukunya Ethics for nurses mendefinisikan etik adalah apa yang masyarakat anggap sebagai perilaku yang baik dan apa yang seharusnya patut dilakukan, berkaitan dengan pemikiran dan keputusan untuk berperilaku dengan cara tertentu di masyarakat, sedangkan moral adalah tentang  benar dan salah, berkaitan dengan aturan tidak tertulis dan kesepakatan antara orang-orang yang mencakup domain nilai-nilai pribadi dan aturan perilaku, aturan perilaku konvensional yang mengatur interaksi sosial kita, adat istiadat khusus budaya, didasarkan pada agama/ideologi.

Secara sederhana etik adalah terkait patut dan tidak patut, sementara moral adalah tentang salah atau benar. Etik dan moral seperti sebuah mata uang saling berkaitan menjadi satu, namun berada disisi yang  berbeda. 

Perawat memiliki keunikan serta keistimewaan tersendiri yang berbeda dari profesi kesehatan lainnya. Profesi perawat memiliki etik yang mendasar bahkan menjadi DNA tersediri yaitu Caring (peduli) yang juga dikuatkan dengan 4 (empat) etik keperawatan lainnya seperti: Respect to Other (menghormati orang lain), Compassion (kasih sayang), advocacy (pembelaan), dan intimacy (kedekatan), sehingga tercapai tujuan pemberian Asuhan Keperawatan (Askep) yaitu memenuhi kebutuhan dasar klien serta memandirikan klien itu sendiri (sebagaimana tercantum dalam Undang-undang No.38 Tahun 2014 tentang Keperawatan). 

Di lapangan Seorang Perawat bertugas 24 jam berinteraksi bersama klien yang merupakan individu holistik meliputi Bio-Psiko-Sosio-Spiritual.

Generasi millenial atau generasi Y menurut Delcampo et al. (2011), adalah generasi kelahiran antara tahun 1981 hingga 2000 ,generasi ini sebenarnya memiliki nilai-nilai moralisme, keyakinan, positif, lingkungan, dan kesadaran, memiliki nilai kerja meliputi keamanan, kenyamanan, keseimbangan, dan gairah, serta menjadi saksi adanya perkembangan yang pesat pada teknologi dan informasi yaitu internet. 

Diantara karakteristik khas dari generasi ini adalah Optimism (Optimisme), Influencers (Banyak memberi pengaruh/sebagai influencer), Attitude toward the military (sikap terhadap militar), Use of Technology (Pengguna teknologi), Political activity and civic responsibility (aktifitas dalam politik dan tanggung jawab sipil). 

(Stafford and Griffis, 2008). Oleh karena itu tidak mengherankan bahwa generasi millenial termasuk yang berprofesi sebagai perawat atau yang berstatus mahasiswa keperawatan sangat aktif memanfaatkan kemajuan teknologi dan mendominasi media sosial saat ini, membikin konten, vlog, dan sebagainya untuk menunjukkan eksestensi mereka.

D. Teknologi dan dampaknya terhadap Perawat generasi millenial

Kita yang sudah memasuki era industri 4.0 dimana eranya internet berkembang pesat ini, tidak ada sekat lagi antar bangsa dan negara di dunia, mau tidak mau akan berpengaruh besar kepada perkembangan profesi keperawatan itu sendiri. 

Dampak positifnya kita sebagai perawat tentu bisa merasakan banyak manfaatnya seperti sistem manajemen dokumentasi tindakan keperawatan yang terdigitalisasi semakin mempermudah proses keperawatan itu sendiri menjadi lebih efektif dan efisien, ditemukannya berbagai aplikasi seperti yang mulai berkembang saat pandemi Covid 19 yaitu Telenurse juga memudahkan klien untuk mendapat informasi serta asuhan keperawatan dalam kondisi pandemi, penggunaan media sosial seperti Youtube, Instagram, Facebook, Path, Kaskus, Line, Whatsapp, Zoom, dan lain-lain. 

Memudahkan perawat mendapatkan akses update informasi dan keilmuaterkait asuhan keperawatan pada klien, dan juga memudahkan program promosi kesehatan kepada masyarakat luas.

Namun, disisi lain sebagaimana yang telah kita terjadi pada oknum-oknum yang sedang viral, ternyata penggunaan kemajuan teknologi melalui media sosial ini menimbulkan efek negatif pada oknum perawat terutama generasi millenial sendiri. 

Contohnya perawat menjadi lebih asyik bahkan kecanduan bermain smartphonenya dibanding caring dan berkomunikasi kepada pasien, mengerjakan sesuatu hanya task oriented atau rutinitas, tidak ada rasa kasih sayang, empati, dan kedekatan kepada klien. Tidak heran kita sering mendengar keluhan klien atau keluarganya bahwa di oknum perawat tersebut judes, tidak banyak senyum, dan tidak lembut berbicara. 

Contoh lainnya adalah seperti yang sudah viral yaitu dengan mudahnya oknum perawat millenial mengunggah curhatannya, aktifitas saat melakukan tindakan, identitas, atau terkait rekam medis dan riwayat penyakit klien ke media sosial yang tentu melanggar etik tenaga kesehatan yaitu confidelity (kerahasiaan) dan privacy (privasi) klien itu sendiri.

E. Internalisasi Prinsip Etik Dan Moral Keperawatan Pada Perawat Generasi Millenial

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), internalisasi diartikan sebagai penghayatan, penghayatan terhadap suatu ajaran, doktrin, atau nilai sehingga merupakan keyakinan dan kesadaran akan kebenaran doktrin atau nilai yang diwujudkan dalam sikap dan perilaku. (kbbi.web.id).

Dari berbagai femomena tersebut, ada beberapa langkah yang mungkin bisa kita lakukan untuk menyempurnakan proses internalisasi prinsip etik dan moral keperawatan pada perawat generasi millenial, diantaranya:

Pertama, Terkait masukan dari PPNI bahwa kurikulum terkait dengan etik keperawatan yang diajarkan agar dievaluasi, menurut Saya adalah bukan terkait isi materi etik itu sendiri yang dievaluasi, karena pedoman untuk etik keperawatan sendiri telah dikeluarkan oleh PPNI. 

Namun, lebih kepada bagaimana materi tersebut bisa lebih diterima dan diaplikasikan dalam kehidupan sehari-hari oleh para mahasiswa, tidak hanya berakhir di ruang kelas atau saat perkuliahan berlangsung. 

Jujur saja materi etik dan moral di bangku perkuliahan adalah salah satu materi yang sebenarnya cukup berat karena mengandung filsafat, tetapi akan menjadi ringan ketika dari diri mahasiswa nya sudah muncul self-awareness (kesadaran diri) dan tahap moralitas seperti teori Kohlberg (1983) yaitu di tahap konvensional atau bahkan pasca konvensional dimana seseorang tidak lagi mematuhi hukum atau aturan yang berlaku di masyarakat karena takut disangsi hukum atau karena malu atau karena takut risiko yang ditimbulkan. Metode diskusi, curah pendapat, brainstorming, Collaborative Learning, Problem Based Learning merupakan diantara metode yang pas untuk membangkitkan kesadaran diri para mahasiswa. 

Kegiatan ekstrakurikuler yang bersifat sosial kemasyarakatan mungkin bisa menjadi alternatif kurikulum etik keperawatan agar mudah diaplikasikan mahasiswa sebelum terjun ke praktek klinik lapangan.

Kedua, berkesinambungan dengan kurikulum tadi, harus kita akui sistem asrama seperti yang terjadi di sebelum reformasi saat masih ada Sekolah Perawat Kesehatan (SPK) atau di Akademi Keperawatan (Akper), membuat dosen ataupun senior di asrama lebih mudah menginternalisasi prinsip etik dan moral kepada para mahasiswa karena setiap detiknya bisa diawasi, diarahkan, bahkan diberi sangsi saat terjadi pelanggaran. 

Hal ini berbeda dengan sistem sekarang dimana mahasiswa keperawatan sudah tidak lagi diasramakan, tinggal di kost, bebas mendapatkan informasi dan perilaku dari mana saja. 

Salah satu solusinya adalah tentunya selain melakukan transfer ilmu kepada mahasiswa, setiap dosen ataupun pembimbing praktek di klinik harus tetap menjadi role model atau suri teladan yang baik terkait etik dan moral pada para mahasiswa, sehingga tidak hanya kognitifnya saja yang jago, tetapi juga afektif, psikomotor, bahkan emosional spiritual dikuasai oleh mahasiswa. Ibarat dalam agama kita sering mendengar, dahulukan adab baru kemudian  ilmu.

Ketiga, Mahasiswa keperawatan ataupun perawat generasi millenial, hendaknya mengarahkan "keahlian" mereka bermedia sosial untuk hal-hal yang memang mendukung perkembangan dirinya dan profesi keperawatan itu sendiri, semisal membuat video atau konten tentang pesan-pesan kesehatan, promosi kesehatan, membuat podcast  talkshow dengan para ahli keperawatan, dan sebagainya. 

Yang selain mengedukasi masyarakat juga membangun citra yang positif bagi keperawatan itu sendiri, sebagaiman profesi lain yang sudah banyak memunculkan selebgram yang konsen pada profesinya, begitu juga nanti siapa tahu akan banyak muncul selebgram perawat yang sukses melakukan edukasi dan promosi kesehatan pada masyarakat.

Keempat, Peran organisasi profesi yaitu PPNI tentunya memiliki peran penting dalam proses internalisasi etik dan moral tersebut. Sebagaimana diantara peran PPNI sendiri yaitu: menyusun kurikulum dan menegakkan etika profesi. Peran PPNI di masa-masa belakangan sudah semakin dirasakan manfaatnya oleh para perawat di Indonesia mulai dari advokasi para perawat yang tersangkut kasus hukum, memperjuangkan kesejahteraan para perawat honorer dan di pelosok, penyusunan Standar Diagnosa Keperawatan Indonesia (SDKI) diikuti SIKI dan SLKI (3 S), hingga disahkannya UU No.38 tahun 2014 tentang keperawatan yang diikuti oleh aturan turunannya seperti Permenkes RI No.26 Tahun 2019 tentang Peraturan Pelaksanaan U No.38 tahun 2014, PermenPanRB No.35 tahun 2019 tentang Jabfung Perawat, dan terbaru Permenkes No 4 Tahun 2022 tentang Petunjuk Teknis Jabfung Perawat.

Kelima, Peran serta masyarakat dan tokoh adat ataupun agama dalam memberi masukan dan pengawasan terkait etik dan moral keperawatan sendiri sangat diperlukan, hingga peran pemerintah baik eksekutif maupun legislatif dalam menyusun regulasi yang tepat bekerjasama dengan PPNI tentunya sangat diharapkan dalam proses internalisasi ini.

F. Kesimpulan

Berbagai kasus penyalahgunaan media sosial yang sedang viral dilakukan oleh oknum mahasiswa keperawatan terutama atau perawat dari generasi millenial, adalah dampak dari massifnya perkembangan teknologi informasi di kalangan millenial yang tidak diimbangi dengan penerapan prinsip etik dan moral terkait keperawatan pada kehidupan sehari-hari oknum tersebut. 

Berangkat dari fenomena tersebut, hendaknya dilakukan berbagai langkah kongkret untuk proses internalisasi etik dan moral keperawatan secara maksimal kepada perawat, terutama dari kalangan generasi millenial. Apalagi bertepatan diperingatinya The International Nurses Day pada 12 Mei 2022 yang lalu, bertemakan "Invest in Nursing and respect rights to secure global health (Berinvestasi dalam keperawatan dan menghormati hak demi mengamankan kesehatan global)", sehingga dengan izin dan ridho Tuhan yang Maha Esa dan Kuasa, dicetak para perawat generasi millenial yang menjunjung tinggi prinsip etik keperawatan yaitu Caring (peduli) dikuatkan dengan 4 (empat) etik keperawatan lainnya seperti: Respect to Other (menghormati orang lain), Compassion (kasih sayang), advocacy (pembelaan pada klien), dan intimacy (kedekatan dengan klien).

                                                                                                                              Daftar Pustaka

 CNN Indonesia (2022). PPNI Minta Evaluasi Kurikulum Usai Viral Perawat Pasang Kateter. https://www.cnnindonesia.com/nasional/20220602104703-20-803818/ppni-minta-evaluasi-kurikulum-usai-viral-perawat-pasang-kateter. Diakses online pada 04 Juni 2022.

InfoDatin, Pusat Data dan Informasi Kemekes RI (2017). Situasi Tenaga Keperawatan Indonesia. ISSN 2442-7659. Jakarta: Kemenkes RI.

Cranmer, P. & Nhemachena, J. (2013). Ethics for nurses. New York: Open University Press.

Delcampo, R. G., Haggerty, L. A., Haney, M. J., & Knippel, L. A. (2011). Managing the multi-generational workforce. Burlington: Gower Publishing Company.

Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) Kamus versi online/daring (dalam jaringan). https://kbbi.web.id/internalisasi. Diakses online pada 04 Juni 2022.

Kohlberg, L. (1983). Moral stages : a current formulation and a response to critics. New York: Karger.

Stafford, D. E., & Griffis, H. S. (2008). A review of millennial generation characteristics and military workforce implications. Virginia: The CAN Corporation.

Undang-undang No.38 Tahun 2014 tentang Keperawatan.  https://peraturan.bpk.go.id/Home/Details/38782/uu-no-38-tahun-2014. Diakses online pada 04 Juni 2022.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Healthy Selengkapnya
Lihat Healthy Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun