Minimnya penerapan HACCP ini mengakibatkan lemahnya pengawasan kebersihan dan keamanan makanan, mulai dari penyimpanan, pengolahan, distribusi, hingga manajemen limbah. Akibatnya, terjadi kasus keracunan massal di beberapa daerah saat program MBG berjalan.
CISDI juga mencatat bahwa banyak menu MBG justru mengandung makanan ultra-olahan tinggi gula, garam, dan lemak yang bertentangan dengan prinsip gizi seimbang dan aman.
Baca: Evaluasi Tiga Bulan MBG, Menu Tak Sehat dan Tata Kelola Masih Perlu Dikaji Ulang
Dalam industri makanan berbayar seperti restoran besar, katering profesional, dan produksi makanan kemasan, penerapan HACCP bersifat wajib dan ketat.Â
Mereka harus melalui audit berkala, menerapkan standar sanitasi tinggi, memastikan suhu penyimpanan makanan selalu terkontrol, hingga mendokumentasikan setiap proses produksi untuk mencegah kontaminasi silang. Jika terjadi pelanggaran kecil saja, izin usaha mereka bisa dicabut, atau produk mereka ditarik dari pasaran.
Mengapa penerapan HACCP sangat diperlukan? Keracunan makanan pada anak-anak bukanlah masalah sepele. Tubuh anak-anak masih dalam masa pertumbuhan, sehingga sistem imun, ginjal, hati, dan saluran cerna mereka belum sekuat orang dewasa.
Saat anak mengalami keracunan makanan, dampaknya bukan hanya sakit ringan seperti muntah atau diare sesaat. Infeksi berulang atau parah akibat makanan terkontaminasi bisa menyebabkan dehidrasi berat, kerusakan usus, gangguan penyerapan nutrisi, hingga kegagalan tumbuh kembang.
Dalam jangka panjang, keracunan yang berulang bisa memperburuk status gizi anak, meningkatkan risiko stunting, menurunkan kecerdasan, dan memperlemah daya tahan tubuh.
Selain itu, insiden keracunan massal dalam program pangan gratis bisa menghancurkan kepercayaan publik terhadap program intervensi pemerintah, membuat keluarga ragu mengikutsertakan anak-anak mereka di program-program serupa ke depan, meskipun program tersebut bertujuan baik.
Untuk mengatasi masalah ini secara sistemik, diperlukan empat langkah kunci: