Gratis bukan berarti sembarangan. Program makan bergizi gratis yang seharusnya menyelamatkan generasi justru menghadirkan risiko baru: ancaman terhadap kesehatan anak-anak itu sendiri.
Program Makan Bergizi Gratis yang digagas oleh Pemerintahan Prabowo-Gibran merupakan salah satu program paling ambisius untuk memenuhi janji kampanye mereka pada kontestasi Pilpres kemarin, 2024.
Sejak awal, program ini diusung sebagai bentuk konkret perhatian negara terhadap isu gizi anak-anak Indonesia, sekaligus upaya memperbaiki kualitas pendidikan melalui dukungan pemenuhan kebutuhan dasar.
Masyarakat berharap program ini untuk perbaikan kualitas pendidikan, lebih dari itu, anak-anak yang berasal dari kelompok masyarakat rentan secara ekonomi tertolong mendapat pemenuhan gizi seimbang.
Alih-alih menjadi solusi untuk memperbaiki gizi anak-anak, kenyataan di lapangan justru memperlihatkan masalah baru yang cukup serius.
Beberapa insiden keracunan massal mencoreng niat baik dari program ini, dengan salah satu kasus terbesar terjadi di Bandung, di mana ratusan siswa SMP Negeri 35 dilaporkan mengalami keracunan usai menyantap menu Makan Bergizi Gratis.
Baca:Â Kronologi Ratusan Siswa SMPN 35 Bandung Keracunan MBG, Makaroni dan Sayuran Diduga Basi
Kejadian ini tentu menimbulkan kekhawatiran, bukan hanya di kalangan orang tua dan sekolah, tetapi juga masyarakat luas yang berharap banyak pada keberhasilan program ini.
Kasus keracunan tersebut menandakan bahwa ada celah besar dalam sistem pelaksanaan MBG, terutama dalam hal keamanan pangan. Ini bukan sekadar masalah teknis, melainkan persoalan serius yang menyangkut kesehatan dan keselamatan anak-anak.
Jika dibiarkan tanpa evaluasi menyeluruh, insiden serupa bisa kembali terjadi, bahkan dengan dampak yang lebih besar. Program yang seharusnya menjadi fondasi bagi masa depan generasi muda, justru berpotensi menjadi ancaman jika standar mutu dan pengawasan tidak diperketat.