Mohon tunggu...
Tety Polmasari
Tety Polmasari Mohon Tunggu... Lainnya - ibu rumah tangga biasa dengan 3 dara cantik yang beranjak remaja
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

kerja keras, kerja cerdas, kerja ikhlas, insyaallah tidak akan mengecewakan...

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana Pilihan

Mengejar Matahari

2 Januari 2023   20:29 Diperbarui: 2 Januari 2023   20:30 475
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

"Matahari...di manakah kau...?" 

Bertanya pada air laut, ia hanya berbisik lirih. Katanya, matahari tengah bersedih sebenarnya. Ia ingin menyapa tapi terhalang oleh gumpalan awan yang hitam pekat. Ceria sang mentari akhirnya tidak sampai ke bumi. Bahkan, tidak jua tembus di sela-sela awan.

Saya memandangi perahu yang tengah berlayar, barangkali senyum mentari terselip di sana. Tapi tetap kelabu. Tidak ada senyuman. Wajah nelayan begitu datar. Hello come on, semangatlah. Ini hari pertama tahun 2023. Sambutlah dengan penuh suka cita.

Kami melangkahkan kaki menuju arah Barat. Siapa tahu matahari tersembul di sana. Kami dapati para nelayan tengah menyandarkan kapal-kapal "wisata"nya. Wajah-wajahnya legam yang sudah dipastikan akibat terpanggang matahari. Ah, tidak ada juga semburat mentari.

Dokumen pribadi
Dokumen pribadi

Hingga sampailah kami di Stasiun Gondola. Itu lho kereta gantung. Semula kami ingin menaiki ini agar kami bisa mengejar matahari. Mungkin jika dari ketinggian, kami bisa melihat matahari menyembulkan kepalanya dan tersenyum ke arah kami.

Sayangnya, stasiunnya masih tutup. Kata petugas, jam operasional dibuka pada pukul 10.00. Wah, 3 jam lagi dong. Masih lama juga. Harga tiket naik gondola ini Rp75.000 perkepala. Kalau anak-anak, katanya tidak full, tergantung seberapa tinggi anak tersebut. Jika tinggi anak melebihi batas yang ditentukan, maka tarifnya dihitung dewasa. 

"Ibu mau naik gondola?" tanya petugas itu yang saya jawab iya.

"Nanti balik ke sini aja jam 10. Kalau sekarang belum buka," ujarnya tersenyum. 

Kami pun memutuskan untuk kembali ke tenda. Dalam perjalanan, hujan kembali turun. Untung kami membawa payung. Hujan membuat mentari semakin tidak terkejar. Semakin melangkah, hujan kian deras. Apakah ini air mata mentari yang tumpah karena tidak kuat menahan kesedihan? Entahlah.

Sebelum ke tenda, kami mampir ke minimarket untuk berbelanja camilan sebagai pengganjal perut. Anak saya ingin makan onigiri, makanan orang Jepang berupa nasi yang dipadatkan. Bentuknya ada yang segitiga, bulat, atau seperti karung beras.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun