Mohon tunggu...
Tety Polmasari
Tety Polmasari Mohon Tunggu... Lainnya - ibu rumah tangga biasa dengan 3 dara cantik yang beranjak remaja
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

kerja keras, kerja cerdas, kerja ikhlas, insyaallah tidak akan mengecewakan...

Selanjutnya

Tutup

Diary Pilihan

Dulu Banget, Ketika KRL Tidak Senyaman Sekarang

1 November 2022   10:13 Diperbarui: 1 November 2022   10:20 243
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

"Yang haus, yang haus," teriak penjual sambil menenteng dagangan yang tersimpan di ember besar, ember bekas cat.

"Kacang, kacang... Kacang, kacang..." teriak pedagang yang lain di belakangnya sambil membawa dagangan yang dikemas menggantung dalam kaitan.

"Yang sayang anak, yang saya anak," seru penjual mainan seraya memainkan salah satu mainan. Tangannya menenteng  beragam mainan.

"Yang lapar, yang lapar... Lontong, lontong.  Tahu... tahu...," timpal pedagang lainnya.

Riuh.

Dulu banget, ketika KRL tidak senyaman sekarang. Banyak sampah berserakan. Jorok. Ketika banyak penumpang membuang sampah sembarang. Sampai saya bergidik melihatnya. Sampah bungkus permen, lontong, air mineral, tisu, makanan kemasan, dan banyak lagi.

Memang ada yang membersihkan, yang tetap saja tidak menyelesaikan masalah. Karena sampah-sampah yang disapu oleh pengemis itu, dibuang ke luar melalui pintu gerbong yang terbuka. Dan, tidak ada satu pun yang mengingatkan, termasuk saya. Mungkin karena berpikir orang itu membutuhkan uang.

Pengemis penyapu ini bagaikan parade. Berlalu pengemis yang satu, muncul pengemis yang lain dengan "modus" yang sama. Belum lagi pengemis-pengemis dengan modus yang lain.

Dulu banget, ketika KRL tidak senyaman sekarang. Ketika pemandangan penumpang naik di atas kereta menjadi sesuatu yang biasa. Tidak ada ketakutan. Justru yang terlihat senyum mengembang. Ada canda, ada tawa.

Menjadi kengerian, ketika beberapa kali saya melihat penumpang di atas atap kereta tewas tersengat listrik. Terlihat percikan api.  Tubuhnya terbakar. Hangus. Korbannya, ada yang berjenis kelamin pria, ada juga yang berjenis kelamin perempuan. Mirisnya, perempuan muda itu tengah hamil. Tidak terbayang, buat apa mencari mati di atap kereta. Seorang perempuan, dan hamil pula.

Dampaknya, perjalanan kereta pun tersendat, tertunda. Perjalanan ke tempat kerja atau ketika pulang ke rumah pun menjadi terlambat. Menguras emosi, waktu, dan tenaga.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Diary Selengkapnya
Lihat Diary Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun