"Bisa dibayar di sini, Bu. Nanti tercetak struk pembayarannya," katanya.
"Memang ada mesinnya?" tanya saya.
"Ada dong, Bu," jawabnya tersenyum.
Saya keluarkan kartu debet saya karena saya memang tidak punya uang cash. Uang yang ada di dompet tersisa Rp30.000. Saya serahkan kartu saya.
"Nggak bisa, Bu, ini mesinnya beda. Bukan mesin EDC yang biasa buat belanja Bu, yang digesek," katanya sambil menunjukkan mesin yang dimaksud.Â
Alatnya berwarna hitam. Ukurannya lebih kecil dibanding mesin EDC. Sepintas sih mirip EDC.
"Harus cash? Saya nggak punya uang. Ini mau ke ATM dulu," kata saya.Â
Kebetulan memang saya mau ke ATM, mau belanja di minimarket sambil ambil uang. Kebetulan juga, upah mingguan si Mbak kemarin masih kurang Rp100.000.
"Ya, sudah Bu, saya tunggu," katanya. Petugas itu pun menunggu di pos security, yang tidak begitu jauh dari rumah saya.
Setelah ambil uang, saya bayar deh sejumlah uang sesuai yang harus saya bayarkan. Uang pas biar tidak merepotkan petugas.Â
Lalu lembaran struk keluar dengan rincian tagihan dua bulan berbeda. Tertera nilai nominal yang harus dibayarkan (termasuk denda Rp5000), biaya administrasi, dan nama petugas.Â