Mohon tunggu...
Tety Polmasari
Tety Polmasari Mohon Tunggu... Lainnya - ibu rumah tangga biasa dengan 3 dara cantik yang beranjak remaja
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

kerja keras, kerja cerdas, kerja ikhlas, insyaallah tidak akan mengecewakan...

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

PPKM Darurat Hari Kedua "Mencekam"

4 Juli 2021   20:29 Diperbarui: 4 Juli 2021   20:34 223
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.


Minggu (4/7/2021), hari kedua Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) Darurat di Kota Depok. Di area tempat saya tinggal di Kelurahan Pondok Jaya, saya merasakan ada yang berbeda.

Tidak seperti biasanya. Agak mencekam begitu. Atau ini hanya perasaan saya saja?

Waktu shalat subuh, jarak antarjamaah di masjid kompleks rumah saya, diperlebar. Jika sebelumnya berjarak 1 meter, sekarang menjadi 1,2 meter.

Setidaknya begitu informasi yang diumumkan pengurus masjid yang terdengar oleh saya. Wah, mendengar ada perubahan jarak ini saja sudah tergambar gentingnya.

Saya sih tidak shalat Subuh di masjid. Terakhir itu sebelum saya ke Borobudur, Magelang, Jawa Tengah. Setelah kembali di rumah, Minggu (27/6/2021) sore, saya memutuskan untuk tidak shalat di masjid karena saya ingin isolasi mandiri.

Maklum, saya kan habis dari daerah zona merah. Jadi, meski hasil swab antigen saya negatif, saya tetap harus isolasi mandiri. Setidaknya selama seminggu. Untuk berjaga-jaga saja. Eh ternyata, PPKM darurat sudah diberlakukan sebelum isoman tuntas.

Jadi, saya tidak tahu apakah jamaah tetap seperti biasanya atau mulai berkurang? Yang jelas, pengurus masjid selalu mengingatkan jamaah menerapkan protokol kesehatan dengan tidak lupa memakai masker, menjaga jarak, membawa sajadah sendiri.

Jamaah juga sudah dalam keadaan berwudhu. Kalau pun belum, disediakan tempat wudhu di luar masjid, bukan di tempat wudhu seperti biasanya.

Pengurus juga mengumumkan subuh tadi Kajian Islam Ahad Subuh (KISAH) yang diadakan usai shalat Subuh ditiadakan, baik luring maupun daring. 

Agak kecewa juga saya mendengarnya. Soalnya saya sudah siap-siap membuka zoom di link yang sama. Kelas tahsin saja diliburkan sejenak karena guru tahsin kena Covid-19.

Tadi pagi ketika saya akan berbelanja, suami sudah mewanti-wanti saya untuk memakai masker dobel dan sarung tangan. Saya serasa mau berperang saja.

Suami khawatir mengingat penularan Covid-19 varian baru lebih mudah. Tanpa harus mengobrol pun, kita bisa tertular. Hanya berpapasan sudah bisa menularkan. Nah, jangan sampai saya yang penyintas kanker terkena. Terlebih di rumah ada anak-anak dan orangtua saya yang lansia.

Sambil mengayuh sepeda, saya mengamati suasana kompleks. Sepi ternyata. Tidak ramai. Biasanya kalau Minggu ramai dengan anak-anak bersepeda atau berjalan kaki sambil lari-lari kecil. Saya seperti merasa berada di tempat terasing.

Ketika saya sampai di depan, saya tidak mendapati satu pun pedagang sayuran. Biasanya ada sekitar 8 gerobak sayuran yang mangkal di kiri dan kanan ruko. Termasuk pedagang aneka ikan dan penjual ayam potong.

Kemarin sih, asisten rumah tangga saya sempat menginformasikan tidak ada satu pun pedagang sayuran yang jualan. Sepi. Eh, hari ini saya menyaksikannya sendiri.

Saya perhatikan juga tidak ada satu pun pedagang makanan seperti bubur ayam, ketoprak, soto mie, soto ayam, gado-gado, karedok, dan banyak lagi. Pada ke mana ini? Apa iya karena PPKM? Kan masih pagi? Tapi minimarket buka.

Sayang, saya tidak bawa hp jadi tidak ada dokumentasi suasana di kompleks rumah saya. Entah di tempat lain, apakah suasananya juga sama?

Akhirnya saya putar arah ke pedagang sayuran yang berada di bundaran. Cuma kalau di sini tidak lengkap. Daging dan ikan sering tidak ada. 

Suami sudah mewanti-wanti saya untuk jaga jarak. Kalau ada yang tidak pakai masker, tegur. Saya pun mengiyakan.

Ya sudah, saya beli sayur sawi dan tahu saja. Terus beli telur sekilo deh di warung depannya.

Saya pun pulang. Sesampainya di rumah, saya langsung cuci tangan dan semprot pakaian dengan spray hanitizer, juga dompet,  dan plastik belanjaan. Ih, kayak orang parno gitu. Tapi, ya namanya juga mengantisipasi.

Apalagi tetangga-tetangga saya juga banyak yang kena. Tadi pagi saja informasi terbaru di group ada warga yang positif Covid-19. Benaran bikin was-was saja. Belum lagi sirine ambulans yang terdengar jelas dari rumah saya.

Kota Depok sendiri sekarang zona merah, bahkan ada satu kelurahan yang zona hitam. Saya jadi bergidik. Yang jadi persoalan kan sekarang rumah sakit penuh semua. Dokter dan perawat juga kewalahan. 

Saat ini, sebagaimana informasi yang saya baca, Kota Depok bersama 11 kabupaten/kota di Provinsi Jawa Barat dan sejumlah wilayah di Jabodetabek berstatus level 4. Artinya memiliki level kegawatdaruratan yang tinggi atau masuk zona merah Covid-19.

Saya sih inginnya menghadapinya dengan enjoy, tidak panik karena kondisinya yang memang sedang genting. Tapi mendapat info siapa-siapa saja yang kena Covid-19 di lingkungan rumah saya, ya jadi tidak nyaman juga.

Semoga badai segera berlalu.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun