Mohon tunggu...
Tety Polmasari
Tety Polmasari Mohon Tunggu... Lainnya - ibu rumah tangga biasa dengan 3 dara cantik yang beranjak remaja
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

kerja keras, kerja cerdas, kerja ikhlas, insyaallah tidak akan mengecewakan...

Selanjutnya

Tutup

Healthy Pilihan

RS Dipenuhi Penderita Covid-19, Pasien Non-Covid Ditolak

29 Juni 2021   09:34 Diperbarui: 29 Juni 2021   09:45 167
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.


Teti bantu gue dong.

Punya kenalan rumah sakit

Tolong... Bantuin saya... Ibu saya butuh pertolongan... Semua rumah sakit menolak..  Ibu saya butuh penanganan medis...karena ginjal kronis. Tolong dong... Jangan sampai nasibnya seperti kakak saya yang meninggal dunia kemarin krn rumah sakit yang kita datangi menolak lantaran lebih menangani covid. Please help

Begitu pesan whatsapp kawan saya, Minggu (27/6/2021) dinihari. Baru saya baca saat subuh. Saya agak sulit bergerak juga karena posisi saya masih di Borobudur, Magelang, Jawa Tengah.

Saya sampaikan, saya tidak punya kenalan di rumah sakit pemerintah, relasi saya hanya sebatas pasien. Kalau rumah sakit swasta beberapa saya kenal. Ada yang tidak terima BPJS, ada juga yang menerima.

Beberapa rumah sakit swasta yang menjadi relasi saya, saya hubungi. Mungkin karena hari Minggu, responnya agak lambat.

Ya allah semoga ada. Terima kasih banget
Yg penting dpt bed ditangani... Mau dilorong jg gpp, begitu katanya.

Beberapa RS menyatakan full. Semua bed nyaris diisi oleh pasien Covid-19. Ruang UGD saja disulap menjadi ruang rawat pasien Covid-19. Bahkan ada beberapa pasien ditangani di lorong ruang UGD.

Saya minta bantuan suami untuk mencarikan rumah sakit yang lebih khusus menangani penyakit ginjal dan urologi. Suami pun memberikan kontak pihak rumah sakit tersebut, agar kawan saya menghubunginya.

Setelah dihubungi, disampaikan pasien harus tes PCR dulu, dan kamar juga full. Akhirnya, kawan saya membawa ibunya ke rumah sakit lain yang ketika saya tanya sedang ditangani di ruang UGD.

Sorenya saya mendapat kabar jika ibu kawan saya sudah meninggal dunia. Innalillahi wa innailaihi roji'un. Meninggal dalam usia 67 tahun.

Saya pun meminta maaf karena tidak bisa banyak membantu. Suami juga sudah mencoba menghubungi beberapa RS di jaringan tempatnya bekerja juga full.

Ia tidak punya kuasa untuk memaksa karena kondisinya memang begitu. Ruang IGD saja isinya pasien Covid semua. Bukan disengaja dengan mencari alasan. Situasi pandemi Covid-19 di Jakarta dan sekitarnya memang sudah sangat mengkhawatirkan.

Beberapa hari lalu, kakak kawan saya ini meninggal dunia dalam usia 52 tahun. Bukan karena Cobid-19, tapi karena kanker paru stadium lanjut.

Ketika kakaknya drop dibawalah ke rumah sakit karena pertimbangan butuh penanganan bukan sekedar perawatan jalan. Sayangnya setiap rumah sakit yang dikunjungi selalu menolak dengan alasan

RS menolak karena sudah kebanjiran pasien Covid-19. Bahkan, ada IGD satu RS pemerintah terang-terangan hanya menerima penderita Covid-19. Dan malam itu persediaan oksigen habis. IGD penuh pasien antri.

"Kami ditolak. Sementara kakak sudah tak kuat lagi berada di mobil untuk keliling mencari rs yang mau mengobatinya. Kakak sampai di rumah pingsan. Kepalanya terkulai saat kursi roda kami dorong masuk ke dalam," ceritanya.

Keesokan paginya kembali bergerilya mencari RS yang kosong melalui sejumlah koneksi. Ada satu RS di bilangan Pertukangan oke bersedia menerima. Tapi kakaknya pingsan saat dipindahkan ke kursi roda. Dia anval.

Akhirnya, setelah melalui perjuangan, kakak kawan saya ini pun menghembuskan napas terakhirnya di usianya yang ke-52.

"Saya tak ingin berandai-andai. Jika saat itu rumah sakit mau menerima mungkinkah dia tertolong. Namun takdir sudah bisa bicara. Hanya doa dan keikhlasan hati untuk melepaskannya," ujarnya sedih.

Ya, belakangan ini kasus Covid-19 di Indonesia kian mengkhawatirkan. Di Jakarta, Depok, Bogor, Banten, Bekasi, juga melesat. Belum di daerah lain. Sepertinya, Indonesia tengah menghadapi gelombang "tsunami" Covid-19. Mengerikan.

RSUP Fatmawati juga sudah mengumumkan  tidak menerima pasien non-Covid-19 di ruang Instalasi Gawat Darurat (IGD). Kebijakan itu berlaku mulai Selasa (22/6/2021) dan diambil karena jumlah pasien Covid-19 di RS itu sudah melebihi kapasitas ruang perawatan Covid-19.

"IGD RSUP Fatmawati saat ini hanya menerima pasien dengan terkonfirmasi Covid-19 dengan gejala sedang, berat dan kritis," ujar Kepala Bagian Hukum, Organisasi dan Humas RSUP fatmawati Jakarta, Iwan Rusmana, Selasa (22/6/2021) sore, sebagaiman dikutip kompas.com.

Kebijakan tersebut juga diambil untuk menghindari penularan Covid-19 di ruang rawat RSUP Fatmawati.

DKI Jakarta saat ini ada penambahan 34 rumah sakit yang ikut merawat pasien Covid-19. Dari sebelumnya ada 106 rumah sakit rujukan Covid-19, kini sudah ada 140 rumah sakit rujukan.

Sedangkan untuk 32 rumah sakit milik Pemprov DKI Jakarta seluruhnya diberikan tempat khusus untuk perawatan pasien Covid-19.

Manajemen rumah sakit sepertinya dalam keadaan "kalut" di tengah lonjakan kasus Covid-19 yang terjadi di hampir seluruh wilayah Indonesia.

Apakah mendahulukan pasien Covid-19 atau pasien non-Covid? Kalau menerima pasien non-Covid, berarti pasien berada di tengah-tengah kondisi yang tidak menguntungkan. Potensi terjadinya penularan sangat besar.

Jangankan pasien, tenaga kesehatan seperti dokter dan perawat saja banyak yang bertumbangan dihantam virus Corona. Mereka yang pakai alat pelindung diri lengkap saja bisa kena, bagaimana pasien yang tanpa perlindungan?

Ledakan kasus Covid-19 menyebabkan bed occupancy rate (BOR) untuk non-Covid-19 di RS jadi sangat sedikit dan menyebabkan arus pasien terganggu. Dan, RS bisa apa? Kecuali untuk perawatan jalan masih memungkinkan, tapi kalau perawatan inap?

Yang paling kasihan ya tentu saja pasien-pasien non-Covid yang butuh penanganan serius seperti kontrol kehamilan atau pasien-pasien hipertensi, jantung yang harus kontrol rutin atau penyakit ginjal yang harus cuci darah. Mereka jadi sulit ke rumah sakit.

Entahlah harus bagaimana lagi. Yang menurut saya banyak faktor mengapa lonjakan Covid-19 di Indonesia melesat. Terutama karena tidak konsistennya pemerintah dalam menangani Covid-19.

Di saat Covid-19 belum betul-betul melandai, pemerintah justeru membuka pintu-pintu penularan baru dengan dalih pemulihan ekonomi. Pemerintah harus mampu menentukan prioritas.

Ditambah banyak masyarakat kita yang juga abai menerapkan protokol kesehatan Covid-19. Tanpa masker, berkerumun, mengadakan hajatan, dan banyak lagi. Kalau ditegur, marah-marah.

Ya beginilah jadinya. Sebelum benar-benar terlambat, yuk sama-sama berkaca pada lonjakan kasus Covid-19. Ambil hikmahnya. Perbaiki kesalahan-kesalahan penanganan. Jangan sampai Indonesia lebih parah dibanding dengan India.

Yuk, kita sama-sama cerdas menyikapi hal ini. Kesampingkan ego. Pikirkan untuk kebaikan bersama. Penanganan pandemi Covid-19 harus menjadi lebih baik, dan masyarakat harus patuh protokol kesehatan sehingga kasus terinfeksi tidak terus bertambah.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Healthy Selengkapnya
Lihat Healthy Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun