Mohon tunggu...
Tety Polmasari
Tety Polmasari Mohon Tunggu... Lainnya - ibu rumah tangga biasa dengan 3 dara cantik yang beranjak remaja
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

kerja keras, kerja cerdas, kerja ikhlas, insyaallah tidak akan mengecewakan...

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Pilihan

"Selamatkan Presiden dari Pembisik Garis Salah"

4 Maret 2021   16:09 Diperbarui: 4 Maret 2021   16:21 226
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Hasil screenshoot dari channel Youtube Sekretariat Presiden

Dicabutnya lampiran Perpers No. 10 Tahun 2021 yang diteken Presiden Joko Widodo belum lama ini, masih menjadi pembicaraan hangat banyak orang. 

Lampiran Perpers ini berisi tentang bidang usaha terbuka bagi kegiatan Penanaman Modal di Industri Minuman Keras Mengandung Alkohol dan Industri Minuman Mengandung Alkohol (Anggur).  

Meski lampiran Pepres yang memberikan ijin bagi investor untuk menanamkan modalnya di industri minuman keras (miras) ini sudah dibatalkan oleh Presiden, Rabu (3/3/2021), tetap memunculkan "pergunjingan" di masyarakat.

Apalagi kalau bukan terkait orang-orang di sekitar Jokowi yang "membisiki" Presiden dengan hal-hal kontoversial, yang justeru menjadi bumerang buat presiden sendiri. 

Seharusnya, "pembisik-pembisik" itu mengingatkan Presiden jika ada hal-hal yang tidak sesuai ataupun bertentangan dengan aspirasi publik, bukan malah membiarkan.

Sebaiknya "para pembisik" ini berhati-hati menyusun draf kebijakan dengan lebih mendengarkan aspirasi masyarakat terlebih dahulu. Jangan akhirnya Presiden yang "disalahkan" masyarakat.

Seharusnya, Perpers itu sudah dalam keadaan matang, sudah dilakukan kajian sosiologis, filosofis, dan yuridis sebelum diajukan ke Presiden. Karena, bagaimana pun, sebagai payung hukum, perpres mengikat semua pihak. 

Karena itu, jika ada sekelompok masyarakat yang secara sosiologis merasa dirugikan, draft perpres tersebut tidak perlu dilanjutkan. Seharusnya sih begitu mengingat kajian dan legal draft bukan dari Presiden.

Tadi pagi, ketika saya membuka laman Facebook saya, kawan yang juga saudara sepupu saya, membuat tagar #SelamatkanPresidendariPembisikGarisSalah. 

Mengapa Presiden perlu "diselamatkan"? Katanya, karena ada orang-orang di sekitar Jokowi yang bermain di dua kaki. Yang ingin "menjatuhkan" Presiden. Satu kaki berada di kabinet, kaki yang lain tetap oposisi (atau bisa jadi kepentingan bisnisnya). 

"Karena itu, Presiden harus diselamatkan dari orang-orang semacam ini," katanya.

Sebagai orang awam, saya sependapat. Saya melihat Perpres ini memang berpotensi merusak popularitas dan tingkat kepercayaan pada Presiden. Perpres yang kemudian diviralkan oleh para pendukung "kelompok" itu. 

Yang bisa jadi tanpa diketahuinya, keputusan yang diviralkannya itu justeru sesungguhnya dibuat oleh orang-orang yang berada di "kelompok" itu. Orang yang berusaha mencari cuan dengan cara "wait and see".

"Saya menganggap pengaturan ini keterlaluan. Masa pemerintah mempermudah investasi perdagangan eceran kaki lima minuman keras baik bagi PMA maupun PMDN," kata pakar hukum tata negara Yusril Ihza Mahendra.

"Untuk apa ada Penanaman Modal Asing untuk jualan miras di kaki lima? Padahal, perdagangan miras seperti ini justru berbahaya bagi kehidupan masyarakat dan semestinya dilarang," lanjut Ketua Umum DPP Partai Bulan Bintang (PBB) ini sebagaimana dikutip jpnn.com, Selasa 2/3/2021).

Presiden Joko Widodo itu sebenarnya keren. Banyak daerah isolasi yang disulap olehnya menggeliat karena dibangunnya jalur transportasi yang lebar dan mulus hingga ribuan kilometer sehingga tiap wilayah yang tadinya berjarak saling terhubung. 

Di Papua, misalnya. Ketika saya berkunjung ke sana, saya sempat menikmati jalan Trans Papua pada 2019. Jalan yang membentang dari Kota Sorong di Provinsi Papua Barat hingga Merauke di Provinsi Papua dengan total panjang mencapai 4.330,07 kilometer. 

Ya, meski tidak sampai sejauh itu saya merasakannya. Yang jelas, memudahkan perjalanan saya berkunjung ke sana. Ada geliat kehidupan yang terlihat di tanah Papua.

Belum lagi soal kebijakan SPDN alias Solar Packed Dealer Nelayan. Ini adalah tempat pembelian BBM (solar) dekat sungai dengan harga subsidi. Yang harga retailnya sama seperti di Jawa. Itu mengurangi cost nelayan sekitar Rp300 ribu untuk jumlah BBM 40 liter sekali melaut. 

Sebagaimana tujuannya, pembangunan SPDN ini untuk mengurangi permasalahan yang dihadapi para nelayan dalam membutuhkan BBM dengan harga lebih murah sehingga produktivitas dan pendapatan para nelayan meningkat.

Termasuk pembangunan jembatan dan dermaga-dermaga baru, agar pengiriman barang tidak terhambat dan tonasenya semakin besar. Dan lebih baik lagi, membuat kapal Pelni bisa merapat. 

Banyak kebaikan dan gebrakan yang telah dilakukan Presiden kita, seperti membuka lahan untuk lumbung pangan, dan sebagainya. Dan itu, ia kerjakan instensif di periode pertama pemerintahannya.

Tapi, di pemerintahan di periode keduanya ini, Presiden sepertinya kurang jeli memilih orang yang menjadi pembantunya. Ada perorangan dan juga kelompok yang sejatinya adalah pemburu margin. 

Mereka ini tahu potensi luar biasa Papua, namun alih-alih memajukan kaumnya, mereka justru rakus mencari keuntungan dari anak bangsanya sendiri-tanpa peduli imbasnya, yaitu: potensi retaknya kebhinekaan.

Ya, di satu sisi Presiden punya komiten baik bagi Papua, namun di sisi lain ia terkecoh permainan cantik pemburu rente yang merusak Papua. Dan, itu terlihat dari diterbitkannya Perpres yang memunculkan gejolak itu.

"Ya, politik transaksional ini mulai menunjukkan taring berbau busuknya. Saya kira Presiden harus diselamatkan dari pembisik-pembisik 'garis salahnya' karena saya yakin 100% presiden masih punya pembisik 'garis benar': Orang-orang patriotis, orang-orang baik, yang bekerja di depan maupun di balik layar," kata sepupu saya.

Mari (kita) selamatkan Presiden Joko Widodo. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun