Mohon tunggu...
neneng salbiah
neneng salbiah Mohon Tunggu... Jika ada buku yang ingin kau baca, namun kau tak menemukannya, maka kaulah yang harus menulisnya!

Apa yang kamu lihat itu adalah berita. apa yang kamu rasakan itu adalah puisi dan apa yang kamu khayalkan itu adalah fiksi. saya berharap pembaca tidak menghakimi tulisan-tulisan yang ada di blog ini. karena saya penulis pemula. belum pandai dalam menata ide pokok cerita dalam sebuah paragraf yang sempurna. Seorang ibu rumah tangga yang sedang belajar menulis.

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana

Rasa Malu Yang Tergadaikan

4 April 2025   19:09 Diperbarui: 4 April 2025   19:09 62
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber Fhoto Bing Image (Creator digital Ai)

Mengamati fenomena media sosial saat ini dengan berbagai konten yang dipertontonkan, kita harus menyadari bahwa petapa pentingnya memupuk rasa malu sehingga hal ini mampu mengendalikan untuk tidak turut serta dalam perbuatan maksiat.

Abu Mas'ud Uqbah Al-Anshari berkata: Bahwa Rasulullah SAW bersabda, "Sesungguhnya sebagian dari apa yang telah dikenal orang dari perkataan kenabian yang pertama adalah: 'Bila engkau tidak malu, maka berbuatlah sekehendak hatimu" (HR Bukhari).

Para ulama berbeda pendapat dalam memaknai hadits ini. Yang salah satunya dijelaskan dalam hadits ini Rasul mengeluarkan ancaman. Seakan-akan beliau berkata bahwa kalau engkau sudah tidak memiliki rasa malu, maka lakukanlah apa yang kamu kehendaki, karena Allah SWT akan membalas perbuatan itu. Ungkapan seperti ini bukan sebuah perintah, tapi ancaman dan larangan. Hadits ini adalah peringatan sekaligus ancaman kepada mereka yang sudah tidak lagi memiliki rasa malu.

Secara umum, rasa malu ada dua macam. Yaitu, malu sebagai karakter pembawaan sejak manusia lahir. Yang kedua, malu yang tumbuh sebagai hasil pembentukan karakter. Rasulullah Saw dalam hadits ini lebih merujuk pada malu dalam bentuk kedua. Dengan demikian kita wajib merawat dan mengembangkan rasa malu ini karena rasa malu adalah sumber kebaikan dan pembentuk akhlak mulia. Karena itu, malu menjadi salah satu pangkal keimanan seseorang, bagian penting dari salah satu pengendali perilaku dan sikap kita sebagai seorang muslim.

Di era teknologi yang canggih dewasa ini, beberapa aplikasi media sosial yang diciptakan, secara tidak langsung mendorong muslim dan muslimah untuk meninggalkan rasa malu. Berbagai ekspresi perilaku dipertontonkan yang berpotensi merendahkan diri. Konten-konten tentang perilaku sex bebas yang dihadirkan dalam podcats-podcast secara vulgar, sesuatu yang sebenarnya adalah aib yang harus ditutupi namun diperbincangkan tanpa rasa malu. Menggadaikan ras malu demi sebuah konten, demi viral, demi like, demi followers, demi subscribe, demi cuan lalu kita bebas melakukan apa saja di media sosial. Naudzubillah...

Media sosial dapat dimainkan oleh siapa saja. Tidak memandang usia, gender, bahkan pekerjan sekalipun, semuanya dapat mengkontribusikan waktunya untuk media baru tersebut. Namun, alangkah baiknya jika media tersebut digunakan dengan sebaik mungkin. Akan tetapi, ada saja oknum yang menyalah gunakannya. Media yang seharusnya dipergunakan untuk berbagi kebaikan, menebarkan dakwah Nabi serta kebaikan-kebaikan lainnya sebaliknya dijadikan sebagai ajang berbuat dosa, sesuatu yang sangat dibenci oleh Alah SWT. Seperti membagikan foto atau video yang tidak menutup aurat agar bisa dinikmati oleh kahlayak ramai sehingga yang melihat bisa tau seperti apa bentuk tubuh si pelaku.

Pelakunya tidak hanya kaum hawa bahkan kaum adam juga ikut andil dalam hal ini. Tidakkah mereka tahu bahwa dia (perempuan) memiliki bagian dorongan, nafsu, rangsangan, dan motivasi yang lebih besar dibandingkan laki-laki. Akan tetapi mereka lebih banyak memiliki rasa malu dibandingkan laki- laki. Dan tidakkah mereka (laki-laki) takut akan dijadikannya foto serta video yang mereka posting di media sosial sebagai bahan fantasi oleh oknum-oknum yang tidak bertanggung jawab serta lemah iman. Bisa jadi pelakunya dari kalangan perempuan bahkan juga dari kalangan yang sama yaitu kaum laki-laki yang keluar dari batasannya (gay).

Dikarenakan banyak yang menjalankan aktivitas tersebut, hal itu menjadi sesuatu yang lumrah untuk dilakukan tanpa tahu akibat yang akan ditimbulkan. Seolah-olah harga diri mulai sudah tidak berarti lagi. Sebab dibutakan oleh trend kekinian hilanglah harga diri dalam diri seseorang.

Tidak hanya perihal memajang foto atau video yang menampakkan aurat, di sosial media juga banyak kita temui perilaku-periaku yang menyimpang, seperti bebasnya berkata kasar dan kotor, yang tak lain pelakunya kebanyakan dari kalangan anak-anak dan remaja. Namun, ada beberapa orang dewasa yang juga terlibat di dalamnya.

Menjaga kehormatan diri dengan tidak melanggar nilai kebenaran dan kemanusiaan. Menjadikan norma-norma moral sebagai kebiasaan sehingga biasa melakukan hal baik sesuai norma-norma moral tidak lagi menjadi hal yang memberatkan bukan membiasakan hal-hal yang bertentangan dengan syariat karena terpengaruh konten-konten yang sangat banyak beredar di berbagai media sosial. Mencukupkan syariat sebagai pegangan dalam bermuamalah termasuk dalam bermedia sosial, malu ketika melakukan hal-hal yang melanggar syariat dan menganggap wajar hal-hal yang demikian. Wallahu a'lam bishawab

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun