Mohon tunggu...
Nenden TariFithriati
Nenden TariFithriati Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa biasa

Manusia pemakan segala

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan

Dan Terjadi Lagi, Pasal 241 RKUHP yang Menjadi Kontroversi

17 Juni 2022   21:15 Diperbarui: 17 Juni 2022   21:23 651
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Lagi lagi.. pemerintah membuat kontroversi tentang RKUHP (Rancangan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana). Hal ini tentu memicu sorotan semua pihak. RKUHP yang sedang ramai diperbincangkan ini yaitu pasal 240 dan 241 RKUHP dengan bunyi : “Setiap orang yang di muka umum melakukan penghinaan terhadap pemerintah yang sah yang berakibat terjadinya kerusuhan dalam masyarakat dipidana dengan pidana penjara paling lama 3 (tiga) tahun atau pidana denda paling banyak kategori IV.”

Pernyataan yang termasuk ke dalam kategori kerusuhan sebagaimana dijelaskan dalam bunyi pasal berikut :

“Yang dimaksud dengan keonaran adalah suatu tindakan kekerasan yang dilakukan oleh sekelompok orang (anarkis) yang menimbulkan keributan, kerusuhan, kekacauan, dan huru-hara,” demikian bunyi penjelasan Pasal 240 RKUHP itu.

Rancangan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (RKUHP) sering menuai banyak kontroversi. Sudah didemo mahasiswa di sejumlah daerah, didemo buruh, dan aktivis lainnya pun tetap saja hadir RKUHP lain yang menjadi perbicangan. Seakan-akan pemerintah sengaja untuk membuatnya ramai. Termasuk yang sedang ramai beberapa hari ini tentang pasal 240 dan 241 RKUHP seperti yang dijelaskan sebelumnya. Secara tidak langsung, sudah jelas dalam hal ini pemerintah memaksa masyarakat untuk tutup mulut dan tidak bersuara untuk memberikan masukan atau kritikan untuk kemajuan pemerintahan Indonesia kedepan.

Jika memang pasal 240 dan 241 RKUHP ini di sah kan, mungkin akan bertumpang tindih dengan beberapa pasal, seperti pasal kebebasan berpendapat di muka umum. Mengutip dari komnasham.go.id, kebebasan itu tercantum dalam Pasal 28 dan Pasal 28E ayat (3) Undang Undang Dasar Republik Indonesia Tahun 1945 yang menyatakan “Setiap orang berhak atas kebebasan berserikat, berkumpul, dan mengeluarkan pendapat”. Lalu bagaimana jadinya? Apakah pasal yang bertumpang tindih itu akan tetap di sah kan?

Pemerintah mungkin berencana menutup diri sehingga menghadirkan beberapa RKUHP yang membuat masyarakat menutup mulut. Mengapa demikian? Bukannya Negara ini adalah demokratis yang menjadi masyarakat sebagai Raja? Dimana letak dari Rakyat, oleh Rakyat, dan untuk Rakyat nya? Akankah Negara ini kehilangan jatidiri nya?

Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun