Mohon tunggu...
Nency
Nency Mohon Tunggu... Lainnya - Nency's

Hi I'm Nency

Selanjutnya

Tutup

Hukum

Kepemimpinan dalam Perumusan Omnibus Law di Indonesia (UU No 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja)

4 Desember 2020   20:50 Diperbarui: 4 Desember 2020   21:46 354
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Hukum. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

KEPEMIMPINAN DALAM PERUMUSAN OMNIBUS LAW DI INDONESIA (UNDANG-UNDANG NOMOR 11 TAHUN 2020 TENTANG CIPTA KERJA)

NENCY

Mahasiswa Magister Ilmu Administrasi - Manajemen Perpajakan - Institut STIAMI

Email : nency.bc201120035@gmail.com

 


ABSTRAK

Untuk mendukung Visi Indonesia Maju 2045 sebagai 5 (Lima) besar kekuatan Ekonomi Dunia pada tahun 2045, Kebijakan Kepemimpinan Publik merupakan kunci penting dalam kesuksesan Pemerintahan. Dalam mendorong proses pembangunan dan mendorong pendanaan investasi ditengah kondisi perlambatan Ekonomi dunia, terdapat urgensi Pemerintah Indonesia dalam Reformasi Regulasi dan Birokrasi pada Undang-Undang Sektoral yang sudah tidak harmonis. Dengan tujuan memperkuat perekonomian inilah, Undang-Undang Cipta Kerja / Omnibus Law kemudian disahkan pada 2 November 2020. Namun dalam proses perumusan Undang-Undang sampai dengan pengesahan, muncul banyak skandal yang tidak baik, seperti pembuatan Undang-Undang terlalu tergesa-gesa dan melanggar prosedur baku penyusunan UU sehingga dinilai dapat merusak Tatanan Hukum dan berpotensi hancurnya kepercayaan Publik pada Hukum. Untuk itu, Bagaimana sikap dan tindakan seorang Kepemimpinan Publik yang sebaiknya diterapkan dalam menjalankan fungsi pemerintahan seperti perumusan Undang-Undang disamping menciptakan keadilan dan menjaga kepentingan seluruh rakyat? Lebih rincinya, Peneliti akan uraikan dalam artikel dengan judul “Kepemimpinan dalam Perumusan Omnibus Law di Indonesia (Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja)”.


 

Kata Kunci : Kepemimpinan, Omnibus Law Indonesia, Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja.

PENDAHULUAN

Kepemimpinan dalam sektor publik, yakni pemerintah mempunyai 3 (Tiga) fungsi utama, antara lain adalah stabilisasi, alokasi dan distribusi. Fungsi stabilisasi adalah fungsi pemerintah dalam menciptakan kestabilan ekonomi, sosial politik, hukum serta pertahanan dan keamanan. Fungsi alokasi adalah fungsi pemerintah dalam pemerataan atau distribusi pendapatan masyarakat. Dan fungsi distribusi adalah fungsi pemerintah sebagai penyedia barang dan jasa publik, seperti pembangunan Infrastruktur jalan raya, jembatan, penyedia fasilitas penerangan, dan lain sebagainya.

Seperti yang dikemukakan Monstesquieu dalam teori yang dikenal dengan sebutan Trias Politica, pemisahan kekuasaan Negara terbagi atas eksekutif, legislatif, dan yudikatif. Eksekutif adalah lembaga yang melaksanakan Undang-undang, Legislatif adalah lembaga untuk membuat Undang-udang, sedangkan Yudikatif adalah lembaga yang mengawasi jalannya pemerintahan dan Negara secara keseluruhan, menginterpretasikan undang-udang jika ada sengketa, serta menjatuhkan sanksi bagi lembaga ataupun perseorangan manapun yang melanggar Undang-undang.

Secara implisit, Indonesia menerapkan pembagian kekuasaan sesuai teori Trias Politica yang dianut oleh Montesquieu menjadi Eksekutif, Legislatif dan Yudikatif. Lembaga Eksekutif merupakan lembaga yang berperan pokok dalam kesuksesan pemerintahan di Indonesia. Lembaga yang terdiri dari Presiden, Wakil Presiden, menteri dan kepala daerah lainnya dikepalai oleh seorang Presiden sebagai kepala Pemerintahan.

Lembaga Legislatif merupakan lembaga yang membuat Undang-Undang dan mengatur Anggaran APBN. Di Indonesia, kekuasaan Negara dituangkan dalam tingkatan perundang-undangan, yakni Undang-Undang Dasar 1945 (UUD 1945) sebagai konstitusi peraturan tertinggi, dan Undang-Undang (UU) tidak boleh bertentangan dengan UUD 1945).

Menimbang kebutuhan Kepemimpinan di sektor publik terletak pada pemberian layanan pada masyarakat  dan keputusan pemimpin publik yang dapat mempengaruhi kelangsungan Negara, maka Kepemimpinan yang efektif dan tidak efektif, memainkan peran penting dalam menjawab tantangan masyarakat.

Beberapa tantangan yang sedang dihadapi pemerintah saat ini seperti yang dikutip dari keterangan resmi yang diterima Bisnis.com, Minggu (11/10/2020) antara lain adalah, perpindahan lapangan kerja ke negara lain, daya saing pencari kerja di Indonesia relatif rendah dibanding negara lain, penduduk yang tidak atau belum bekerja akan semakin tinggi, Indonesia terjebak dalam middle income trap. Dalam menghadapi tantangan seperti ini, Pemimpin Publik dituntut untuk dapat menjadi Problem Solver yang dapat mengatasinya dengan kebijakan yang efektif dan inovatif.

Pada hakekatnya, Pengesahan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja merupakan perwujudan dari Pemimpin inovatif dari sektor publik dalam mengatasi tantangan dan mengarah pada Visi Indonesia Maju 2045 sebagai 5 (Lima) besar kekuatan Ekonomi Dunia pada tahun 2045. Pemimpin publik tidak hanya dituntut untuk dapat menyelesaikan masalah dengan inovatif namun juga harus bertindak sebagai pemerintah yang tangkas dalam mengatasi tantangan perekonomian di Indonesia. Reformasi kebijakan dalam UU Cipta Kerja atau lebih dikenal dengan nama Omnibus Law merupakan sebuah terobosan bagi Indonesia, karena penyederhanaannya dimulai dari puluhan UU yang sudah tidak harmonis dengan Visi Indonesia menjadi kompilasi satu UU baru secara sekaligus.

Urgensi reformasi yang diupayakan pemerintah ini tentu saja menjadi sorotan dari berbagai media masa. Dengan keterbukaan era teknologi digital, maka setiap perubahan dalam kebijakan pemerintah dapat diakses oleh masyarakat dengan mudah, bahkan dalam bentuk Rancangan Undang-Undang (RUU). Dari pertama kali RUU CIpta Kerja diterbitkan yaitu pada tanggal 12 Februari 2020 sampai pengesahan UU No 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja, sudah ada 6 versi RUU yang sudah beredar di kalangan masyarakat. RUU ini yakni, RUU yang terbit pada tanggal 12 Februari 2020 dengan isi 1028 halaman, RUU yang terbit pada tanggal 5 Oktober 2020 dengan isi 905 halaman, RUU yang terbit pada tanggal 9 Oktober 2020 dengan isi 1052 halaman, RUU yang terbit pada tanggal 12 Oktober 2020 Pagi dengan isi 1035 halaman, RUU yang terbit pada tanggal 12 Oktober 2020 Malam dengan isi 812 halaman, kemudian RUU yang terbit pada tanggal 19 Oktober 2020 dengan isi 1187 halaman.

Selain banyak versi RUU yang beredar di publik, Omnibus Law di Indoesia juga banyak mengundang munculnya skandal di kalangan publik, seperti pembuatan Undang-Undang terlalu tergesa-gesa dan melanggar prosedur baku penyusunan Undang-Undang, merusak Tatanan Hukum, adanya selundupan Pasal setelah Undang-Undang disahkan yang membuat ketidakpastian Hukum dan berpotensi menghancurkan kepercayaan Publik pada Hukum.

Kontraversi UU No 11 Tahun 2020 antara Pemimpin Publik dengan Kalangan Masyarakatnya merupakan hal yang menarik untuk dibahas. Dari Segi Kepemimpinan, Omnibus Law dinilai sebagai alternatif yang efektif dalam mencapai tujuan peningkatkan Investasi dan penciptakan Lapangan Kerja. Namun dari segi Tenaga Kerja, pasal-pasal yang belum matang dalam penyusunan berdampak merugikan pihak Tenaga Kerja di Indonesia. Bagaimana sikap dan tindakan seorang Kepemimpinan Publik yang sebaiknya diterapkan dalam menjalankan fungsi pemerintahan seperti perumusan Undang-Undang disamping menciptakan keadilan dan menjaga kepentingan seluruh rakyat? Selanjutnya, Peneliti akan tuangkan pembahasan ini ke dalam artikel dengan judul “Kepemimpinan dalam Perumusan Omnibus Law di Indonesia (Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja)”.

 

LANDASAN TEORI

1. Pengertian Kepemimpinan

Kepemimpinan  merupakan bagian dari fungsi-fungsi manajemen yang menduduki posisi strategis dalam sistem dan hirarki kerja serta tanggung jawab pada sebuah organisasi (Nasharuddin Baidan & Erwati Aziz, 2014:126).

 Berikut kutipan definisi kepemimpinan (Moeheriono, 2012:382), berdasarkan para pakar :

  • Kootz & O’donnel (1984), mendefinisikan kepemimpinan sebagai proses mempengaruhi sekelompok orang sehingga mau bekerja sungguh-sungguh untuk meraih tujuan kelompoknya.
  • Georger R. Terry (1960), kepemimpinan adalah kegiatan mempengaruhi orang-orang untuk berusaha mencapai tujuan bersama.
  • Slamet (2002), kepemimpinan merupakan suatu kemampuan, proses, atau fungsi, pada umumnya untuk mempengaruhi orang-orang agar berbuat sesuatu dalam rangka mencapai tujuan tertentu.
  • Thoha (1983), kepemimpinan adalah aktivitas untuk mempengaruhi prilaku orang lain agar supaya mereka mau diarahkan untuk mencapai tujuan tertentu.

Seperti yang dikutip dari Kinandika.wordpress.com 5 Februari 2013, Kepemimpinan Administrasi Sebagai Kepemimpinan Publik, sedangkan administrasi Negara dapat diartikan bahwa segala kegiatan yang dilakukan oleh Negara untuk mencapai tujuan Negara. Mengenai lingkup Negara  berdasarkan pasal 33 ayat 3 yang menjelaskan bahwa wilayah, air dan bumi menjadi kekuasaan Negara yang dalam hal ini dilaksanakan oleh pemerintah untuk mengaturnya. Hal ini berarti juga termasuk dalam pengaturan orang-orang yang berada di wilayah teritorial tersebut. Berdasarkan konsep tersebut maka setiap kebijakan Negara/pemerintah merupakan proses memimpin dalam mencapai tujuan Negara yang sifatnya luas dan biasanya mengikat seluruh masyarakat. Oleh karena itulah Kepemimpinan dalam administrasi publik merupakan bentuk konkrit dari kepemimpinan Publik.

2. Sifat-sifat Kepemimpinan Administrasi Publik Pancasila

Kutipan dari Kinandika.wordpress.com 5 Februari 2013 menjelaskan sifat-sifat Kepemimpinan Administrasi Publik Pancasila adalah sebagai berikut :

  • Administrasi publik dalam prosesnya untuk mencapai tujuan didasarkan pada Peraturan perundang-undangan yang berlaku, Undang-Undang, Peraturan-peraturan lainnya yang selaras dengan Undang-Undang Dasar. Berbagai kebijakan yang diambil tidak akan bisa lepas dari filsafat suatu bangsa. Oleh karena itulah untuk Negara Indonesia kepemimpinan dalam administrasi Negara tidak akan bisa lepas daripada filsafat Pancasila.
  • Selaras dengan Pancasila yang terkandung dalam pembukaan UUD 1945 beserta pengejawantahannya dalam pasal-pasal yang terdapat dalam UUD maka kepemimpinan dalam administrasi publik Pancasila adalah bersifat theisis yaitu percaya terhadap Tuhan Yang Maha Esa. Hal tersebut didasarkan pada :
    • Pancasila sila ke-1: Ketuhanan yang Maha Esa.
    • Pasal 29 Ayat 1 UUD 1945 disebutkan Negara berdasarkan Ketuhanan  YME.
    • Dalam GBHN disebutkan bahwa Negara Indonesia adalah Negara yang memuliakan agama.
      • Kepemimpinan dalam administrasi publik Pancasila secara konstitusional adalah kepemimpinan yang bersifat melindungi terhadap hak-hak asasi manusia mengingat pancasila itu sendiri dengan penjabarannya mengandung nilai-nilai human right, yang sangat tinggi yang lebih daripada Universal declaration of human right dari PBB tahun 1948.
      • Kepemimpinan administrasi publik Pancasila adalah kepemimpinan yang penuh keadilan, kemanusiaan, keberadaban. Dalam demokrasi itu sendiri ada nilai-nilai keadaban dimana seorang demokratis yang beradab adalah orang yang bertanggung jawab terhadap sesama anggota masyarakat, terhadap bangsa dan Negara, serta tuhan.
      • Kepemimpinan administrasi publik adalah kepemimpinan demokrasi republik yaitu kepemimpinan yang didasarkan pada suara rakyat dan mengabdi kepada kepentingan rakyat sesuai dengan prinsip-prinsip demokrasi itu sendiri.
      • Kepemimpinan Administrasi Negara panasila adalah kepemimpinan yang mendahulukan kepentingan-kepentingan daripada yang dipimpin atau rakyat bukan kepentingan egosentrum/Kepemimpinan yang bersifat mementingkan diri sendiri
      • Kepemimpinan adminsitrasi negara pancasila adalah kepemimpinan yang bersifat anti terhadap kolonialisme dan imperialisme mengingat kepemimpinan administrasi Negara Pancasila adalah bersifat nasionalis.

Menurut Susilo Martoyo (2000:184-186) dalam buku Manajemen sumber daya manusia mengatakan ada beberapa sifat penting dalam kepemimpinan, sifat-sifat tersebut adalah :

  • Energi 

Untuk tercapainya kepemimpinan yang baik memang diperlukan energi yang baik pula, jasmani maupun rohani. Seorang pemimpin harus sanggup bekerja dalam jangka panjang dan dalam waktu yang tidak tertentu. Sewaktu-waktu dibutuhkan tenaganya, ia harus sanggup melaksanakannya mengingat kedudukannya dan fungsinya. Karena itu kesehatan fisik dan mental benar-benar diperlukan bagi seorang pemimpin.

  • Memiliki stabilitas emosi 

Seorang pemimpin yang efektif harus melepaskan dari purbasangka, kecurigaan terhadap bawahan-bawahannya. Sebaliknya ia harus tegas, konsekuen dan konsisten dalam tindakan-tindakannya, percaya diri sendiri dan memiliki jiwa sosial terhadap bawahannya.

  • Motivasi pribadi

Keinginannya untuk memimpin harus datang dari dorongan batin pribadinya sendiri, dan bukan paksaan dari luar dirinya. Kekuatan dari luar hanya bersifat stimulus saja terhadap keinginan-keinginan untuk menjadi pemimpin. Hal tersebut tercermin dalam keteguhan pendiriannya, kemauan yang keras dalam bekerja dan penerapan sifat-sifat pribadi yang baik dalam pekerjaannya.

  • Kemahiran mengadakan komunikasi

Seorang pemimpin harus memiliki kemahiran dalam menyampaikan gagasan baik secara lisan maupun tulisan. Hal ini sangat penting bagi pemimpin untuk mendorong maju bawahan, memberikan atau menerima informasi bagi kemajuan organisasi dan kepentingan bersama.

  • Kecakapan mengajar

Sering kita dengar bahwa seorang pemimpin yang baik pada dasarnya adalah seorang guru yang baik. Mengajar adalah jalan yang terbaik untuk memajukan orang-orang atas pentingnya tugas-tugas yang dibebankan atau sebagainya.

  • Kecakapan sosial 

Seorang pemimpin harus mengetahui benar tentang bawahannya. Ia harus mempunyai kemampuan untuk bekerja sama dengan bawahan, sehingga mereka benar-benar memiliki kesetiaan bekerja di bawah kepemimpinannya.

  • Kemampuan teknis

Meskipun dikatakan bahwa semakin tinggi tingkat kepemimpinan seseorang, makin kurang diperlukan kemampuan teknis ini, karena lebih mengutamakan manajerial skillnya, namun sebenarnya kemampuan teknis ini diperlukan juga. Karena dengan dimilikinya kemampuan teknis ini seorang pemimpin akan lebih udah dikoreksi bila terjadi suatu kesalahan pelaksanaan tugas.

3. Syarat Kepemimpinan dalam administrasi publik

Kutipan dari Kinandika.wordpress.com 5 Februari 2013 menjelaskan juga Syarat Kepemimpinan dalam Administrasi Publik adalah sebagai berikut :

  • Keberanian
  • Kepemimpinan dalam administrasi publik itu dihadapkan kepada berbagai masalah kehidupan bermasyarakat dan bernegara. Adakalanya baik buruknya masyarakat dan Negara ditentukan oleh keberanian administrator Negara di dalam mengambil keputusannya baik dalam tingkat top management, middle management, maupun lower management terlebih-lebih di dalam tingkatan Top management.
  • Acceptable
  • Syarat yang harus dipenuhi yakni acceptable yaitu dapat diterima maksimal oleh seluruh rakyat, optimal oleh seluruh aparat administrasi Negara dan minimal oleh organisasi politik pendukungnya mengingat  bahwa kepemimpinan administrasi Negara tidak bisa dipisahkan daripada kepemimpinan politik.
  • Realiable
  • Seorang pemimpinan administrasi Negara apakah itu dalam sistem kabinet presidental atau kabinet parlementar harus dapat dipercaya untuk memperoleh kepercayaan secara maksimal dari seluruh rakyat secara optimal daripada organisasi politik pendukungnya secara mayoritas tunggal ataupun secara mayoritas koalisi mengingat kepercayaan daripada masyarakat itu merupakan untuk ajegnya atau tegaknya pemerintahan.
  • Justifable
  • Pemimpin dalam administrasi Negara atau kepemimpinan dalam administrasi negara harus mampu mewujudkan keadilan bagi semua pihak.
  • Capable
  • Kepemimpinan di dalam administrasi publik dalam segala tingkatannya harus mempunyai kapabilitas atau kemampuan/kecakapan di dalam melaksanakan kegiatan-kegiatan admnistrasi publik yang menyangkut segala bidang.
  • Understandable
  • Pemimpin admnistrasi harus mampu menyampaikan pemikiran-pemikirannya itu baik terhadap aparat administrasi Negara maunpun badan perwakilan politik agar dapat dikomunikasikan dalam rangka proses administrasi.

4. Fungsi Kepemimpinan

Menurut Usman Effendi Fungsi kepemimpinan ialah memandu, menuntun, membimbing, membangun, memberi motivasi kerja, mengarahkan organisasi, menjalin jaringan komunikasi yang baik, memberikan pengawasan yang efisien, dan membawa para pengikutnya kepada sasaran yang ingin dicapai sesuai dengan target dan perencanaan (Usman Effendi, 2011:188-189). Agar kelompok berjalan dengan efektif, pemimpin harus melaksanakan fungsi utama, yaitu:

  • Fungsi yang berhubungan dengan tugas atau pemecahan masalah yaitu menyangkut pemberian saran penyelesaian, informasi dan pendapat.
  • Fungsi-fungsi pemeliharaan kelompok atau sosial yaitu segala sesuatu yang dapat membantu kelompok berjalan lebih lancar persetujuan dengan kelompok lain, penengahan perbedaan kelompok

5. Pemimpin Efektif

Menurut Yukl, dikutip oleh Kompri pada bukunya hal 72 menyebutkan bahwa kebanyakan peneliti mengevaluasi efektivitas kepemimpinan dalam kaitannya dengan konsekuensi dari tindakan-tindakan pemimpin bagi para pengikut organisasi. Ukuran yang biasa digunakan mengenai efektifitas kepemimpinan adalah sejauh mana unit organisasi dari organisasi tersebut melaksanakan tugasnya secara berhasil dan mencapai tujuannya. Indikator umum lainnya adalah sikap dari para pengikut terhadap pemimpin tersebut, seperti rasa suka, puas, hormat dan kagum kepada pemimpinnya.

Kepemimpinan efektif dalam suatu lembaga menurut Yukl, dikutip Kompri pada bukunya hal 73-74, yaitu :

  • Merencanakan dan mengorganisasi dengan indikator menentukan sasaran dan strategi, mengalokasikan sumber daya sesuai dengan prioritas.
  • Pemecahan masalah (problem solving) mengidentifikasi masalah yang berkaitan dengan pekerjaan.
  • Menjelaskan peran dan sasaran meliputi membagi tugas, memberikan arah tentang pekerjaan dan mengkomunikasikan pekerjaan.
  • Memberi informasi yaitu membagi informasi yang relevan tentang keputusan.
  • Memantau yaitu mengumpulkan infomasi mengenai kegiatan kerja dan kondisi eksternal yang mempengaruhi pekerjaan tersebut.
  • Memotivasi dan memberi inspirasi.
  • Mendelegasikan bawahan untuk mempuyai tanggung jawab.
  • Mengembangkan dan membimbing.
  • Memberi dukungan bertindak ramah dan penuh perhatian, sabar dan membantu memperlihatkan simpati dan dukungan.
  • Mengelola konflik.
  • Membangun jaringan kerja.
  • Pengakuan dengan memberi pujian bagi kinerja yang efektif.
  • Memberi imbalan.

METODOLOGI PENELITIAN

Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan metode penelitian Kualitatif dengan pendekatan studi kasus, yaitu penelitian yang dilakukan dengan Kajian Literatur sesuai pokok pertanyaan penelitian berkenaan dengan bagaimana atau mengapa dan apa saja fokus penelitiannya terletak pada fenomena komtemporer atau masa kini didalam konteks Undang-Undang Cipta Kerja (Robert, 2002 : 1).

Studi kasus adalah suatu inkuiri empiris yang menyelidiki fenomena di dalam konteks kehidupan nyata bilamana batas-batas antara fenomena didalam konteks tak tampak dengan tegas dan dimana multi sumber bukti dimanfaatkan (Robert, 2002 : 18).

Bogdan dan Taylor dalam buku Moleong (2014: 4) mengatakan bahwa metode penelitian kualitatif sebagai prosedur penelitian yang menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata atau lisan dari orang-orang dan perilaku yang dapat diamati, pendekatan ini diarahkan pada latar dan individu secara holistik atau utuh, sehingga dalam penelitian ini tidak boleh mengisolasikan individu atau organisasi ke dalam variabel atau hipotesis, akan tetapi perlu memandangnya sebagai bagian dari suatu keutuhan.

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

Kepemimpinan merupakan sebuah proses mempengaruhi anggota organisasi untuk memberikan kinerja terbaik dalam meraih tujuan organisasinya yang dilakukan oleh bagian dari fungsi-fungsi manajemen yang bertanggung jawab dan menduduki posisi strategis dalam sistem dan hirarki kerja pada organisasi. Baik organisasi publik maupun organisasi privat, pada dasarnya terbentuk karena memiliki visi dan misi yang jelas untuk dicapainya.

Efektivitas merupakan unsur pokok untuk mencapai tujuan atau sasaran yang telah ditentukan di dalam setiap organisasi, kegiatan maupun program. Disebut efektif apabila tercapai tujuan atau sasaran seperti yang telah ditentukan. Dalam proses pencapaian tujuan, organisasi sering kali dihadapkan dengan berbagai macam tantangan. Peranan pemimpin dalam organisasi pada dasarnya adalah sebagai seorang Problem Solver yang diharapkan dapat mengatasi segala tantangan yang dihadapi organisasi.

Efektivitas kepemimpinan juga menuntut kemahiran untuk “membaca” situasi seperti yang berkaitan dengan situasi dan individu di dalam organisasi. Untuk mendukung Visi Indonesia Maju 2045 sebagai 5 (Lima) besar kekuatan Ekonomi Dunia pada tahun 2045, terdapat urgensi Pemimpin Publik di Indonesia membuat Reformasi Regulasi dan Birokrasi pada Undang-Undang Sektoral yang sudah tidak harmonis dengan visi negara saat ini. UU No 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja yang telah resmi disahkan pada tanggal 02 November 2020 diharapkan dapat mendorong proses pembangunan dan pendanaan investasi ditengah kondisi perlambatan Ekonomi dunia, sehingga tujuan negara bisa direalisasikan dengan efektif dan efisien.

Untuk mewujudkannya, pemerintah mengharapkan adanya "gelombang investasi" guna mempercepat proses pembangunan. Namun kenyataan dilapangan, terjadi tumpang-tindih dan ketidak harmonisan Undang-Undang sektoral menjadi hambatan utama untuk menciptakan iklim investasi yang ramah bagi para investor. Atas dasar itulah, deregulasi dan debirokrasi perlu dilakukan. Banyak peraturan perundang-undangan hendak dipangkas, dirubah, bahkan bila perlu membuat norma baru yang belum ada pada UU sebelumnya melalui satu UU sekaligus yang dipopulerkan dengan nama Omnibus Law.

Omnibus Law merupakan metode yang digunakan untuk mengganti dan/atau mencabut ketentuan dalam Undang-Undang, atau mengatur ulang beberapa ketentuan dalam UU ke dalam satu UU (Tematik). Omnibus Law telah banyak diterapkan di berbagai negara dengan tujuan untuk memperbaiki regulasi di negaranya masing-masing dalam rangka penciptaan lapangan kerja (job creation) serta meningkatkan iklim dan daya saing investasi. Secara umum Omnibus Law belum populer di Indonesia namun terdapat beberapa UU yang sudah menerapkan konsep tersebut, seperti UU Nomor 9 Tahun 2017 tentang Penetapan Perpu, Nomor 1 Tahun 2017 tentang Akses Informasi Keuangan Untuk Kepentingan Perpajakan menjadi UU yang mencabut beberapa pasal dalam beberapa UU.

Dalam proses kepemimpinan, pemimpin publik dituntut untuk bersikap kreatif dan inovatif. Artinya pemimpin harus berkemampuan, bersemangat dan terus mendorong lahirnya ide/gagasan baru yang berguna bagi publik dan sifatnya dapat memperbaiki sehingga tujuan dapat terarah dan terealisasi.

Inovasi merupakan sarana untuk menjawab tantangan perubahan yang ada. Semangat dan dorongan menerapkan Omnibus Law ini juga berdasarkan evaluasi periode pertama pemerintahan Joko Widodo, dimana visi dan misi Presiden sangat kental untuk mempermudah investasi dari luar negeri ke Indonesia. Dalam pidatonya, Presiden Joko Widodo memang menyebut pentingnya menyederhanakan birokrasi. Investasi untuk penciptaan lapangan kerja harus diprioritaskan. Prosedur yang panjang harus dipotong.

Mengingat keputusan pemimpin publik dapat mempengaruhi memberikan dampak luas pada masyarakat dan kelangsungan negara, maka proses pengambilan keputusan tidak dapat dilakukan secara kebetulan. Pengambilan keputusan harus didasarkan kepada sistematika tertentu, antara lain dengan mempertimbangkan situasi lingkungan yang akan digunakan untuk melaksanakan keputusan yang diambil.

Seperti kutipan dari Kinandika.wordpress.com, Kepemimpinan dalam administrasi publik merupakan bentuk konkrit dari kepemimpinan Publik. Kepemimpinan publik dalam prosesnya untuk mencapai tujuan didasarkan pada Peraturan perundang-undangan yang berlaku, Undang-Undang, Peraturan-peraturan lainnya yang selaras dengan Undang-Undang Dasar. Berbagai kebijakan yang diambil tidak akan bisa lepas dari filsafat suatu bangsa. Oleh karena itulah untuk kepemimpinan Negara Indonesia dalam administrasi Negara tidak akan bisa lepas daripada filsafat Pancasila.

Selaras dengan Pancasila yang terkandung dalam pembukaan UUD 1945 beserta pengejawantahannya dalam pasal-pasal yang terdapat dalam UUD maka kepemimpinan dalam administrasi publik, Pancasila adalah bersifat theisis yaitu percaya terhadap Tuhan Yang Maha Esa. Selain itu, Kepemimpinan administrasi publik pancasila juga merupakan kepemimpinan yang penuh keadilan, kemanusiaan, keberadaban, serta kepemimpinan yang didasarkan pada suara rakyat dan mengabdi kepada kepentingan rakyat sesuai dengan prinsip-prinsip demokrasi itu sendiri.

Disamping tidak terlepas dari Filsafat Pancasila, Pengambilan keputusan seperti Perumusan Omnibus Law oleh pemerintah Indonesia harus berlandasan pada sistematika Pembentukan Undang-Undang sesuai ketentuan UU No 15 Tahun 2019 jo UU No 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan.

UU No 12 Tahun 2011 dan perubahannya pada dasarnya tidak mengatur secara spesifik batas waktu pembentukan suatu Undang-Undang. Namun Menurut policy paper dari FH UGM (2020), persoalan over-regulated dan over-lapping yang terjadi pada pengaturan bidang terkait pembangunan dan investasi tidak akan terselesaikan karena RUU Cipta Kerja mensyaratkan adanya sekitar 500 aturan turunan. Dalam proses penyusunan UU Cipta Kerja, paradigma yang terlihat adalah demi mendorong pertumbuhan ekonomi yang menepikan aspek lainnya. Aturan turunan yang banyak masih harus dipersiapkan ini memberikan dampak ketidakpastian hukum karena akan berpotensi melahirkan hyper-regulated yang kompleks

Menurut Pasal 16 UU 12 Tahun 2011, perencanaan penyusunan Undang-Undang dilakukan dalam Program Legislasi Nasional (Prolegnas). Prolegnas merupakan skala prioritas program pembentukan Undang-Undang dalam rangka mewujudkan sistem hukum nasional. Yang dimaksud dengan “sistem hukum nasional” adalah suatu sistem hukum yang berlaku di Indonesia dengan semua elemennya serta saling menunjang satu dengan yang lain dalam rangka mengantisipasi dan mengatasi permasalahan yang timbul dalam kehidupan berbangsa, bernegara, dan bermasyarakat yang berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.

Penyusunan Prolegnas dilaksanakan oleh Dewan Perwakilan Rakyat (DPR), Dewan Perwakilan Daerah (DPD), dan Pemerintah. Prolegnas ditetapkan untuk jangka menengah dan tahunan berdasarkan skala prioritas pembentukan rancangan Undang-Undang. Penyusunan dan penetapan Prolegnas jangka menengah dilakukan pada awal masa keanggotaan DPR sebagai Prolegnas untuk jangka waktu lima tahun. Sedangkan penyusunan dan penetapan Prolegnas prioritas tahunan sebagai pelaksanaan Prolegnas jangka menengah dilakukan setiap tahun sebelum penetapan rancangan Undang-Undang tentang anggaran pendapatan dan belanja negara.

 Ketentuan dalam UU 12 Tahun 2011 yang tidak mengatur secara spesifik batas waktu pembentukan suatu Undang-Undang, tentu saja dapat diberlakukan pada semua Perundang-undangan, bahkan Omnibus Law sekalipun. Untuk itu, walaupun dari segi waktu penyusunan, Kebijakan Pemimpin publik dalam perumusan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 ini terkesan terlalu tergesa-gesa, namun sebenarnya secara substansi tidak melanggar ketentuan Pasal 20 Ayat 4 dan Pasal 72 Ayat 2 UU Tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan.

Mengingat Omnibus Law Indonesia pada UU No 11 Tahun 2020 merupakan UU yang awalnya akan merubah 79 UU secara sekaligus, maka tidak heran kalau banyak terjadi perubahan RUU. Sejak Februari 2020, di kalangan masyarakat telah beredar 6 versi RUU. Hal ini tidak dapat menjadi alasan rusaknya tatanan hukum, namun berpotensi melanggar prosedur baku penyusunan Undang-Undang karena RUU yang beredar terdapat seludupan pasal setelah pembahasan antara DPR dan masyarakat. Hal ini menjadi potensi terciptanya ketidakpastian Hukum dan dapat menghancurkan kepercayaan Publik pada Hukum karena proses perumusan UU sudah melanggar konstitusi hukum.

Sesuai dengan Naskah Akademik RUU Cipta Kerja, akan ada 79 Undang-Undang yang diamandemen, tapi ternyata hanya ada 78 Undang-Undang yang diamandemen. Hal ini karena ada 7 UU yang awalnya akan diamandemen, tapi tidak jadi diamandemen. Ketujuh UU tersebut adalah UU No. 20/2014 tentang Standardisasi dan Penilaian Kesesuaian, UU No. 20/2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, UU No. 12/2012 tentang Pendidikan Tinggi, UU No. 14/2005 tentang Guru dan Dosen, UU No. 20/2013 tentang Pendidikan Kedokteran, UU No. 4/2019 tentang Kebidanan, UU No. 40/1999 tentang Pers.

Kemudian, ada 6 UU yang tidak disebut akan diamandemen, tapi akhirnya diamandemen, yaitu UU No. 18/2017 tentang Pelindungan Pekerja Migran Indonesia, UU No. 20/2016 tentang Merek dan Indikasi Geografi, UU No. 7/1983 tentang PPh sebagaimana telah diubah dengan UU No. 36/2008, UU No. 8/1983 tentang PPN Barang & Jasa dan PPnBM sebagaimana telah diubah dengan UU No. 42/2009, UU No. 6/1983 tentang KUP sebagaimana telah diubah dengan UU No. 16/2009, dan UU No. 11/2019 tentang Sistem Nasional Ilmu Pengetahuan dan Teknologi.

Di dalam Naskah Akademik (NA) RUU Ciptaker, tidak ditemukan pembahasan tentang amandemen UU KUP, UU PPh, dan UU PPN, tapi Naskah Akademik tersebut ada di Naskah Akademik tentang RUU Ketentuan dan Fasilitas Perpajakan untuk Penguatan Perekonomian. Naskah Akademik merupakan roh dari sebuah RUU dan merupakan naskah hasil penelitian atau pengkajian hukum dan hasil penelitian lainnya terhadap suatu masalah tertentu yang dapat dipertanggungjawabkan secara ilmiah mengenai pengaturan masalah tersebut dalam suatu Rancangan Undang-Undang.

Maka dari itu, sesuai ketentuan Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2019 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan, Naskah Akademik atas Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 Cipta Kerja harusnya dapat dipublikasi agar jelas diketahui publik bahwa Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 Cipta Kerja tidak bertentangan dan merupakan Program Legislasi Nasional (Prolegnas) yang disusun secara terencana, terpadu, dan sistematis. Naskah Akademik sesuai pasal 1 ayat 11 UU 15 Tahun 2019 adalah naskah hasil penelitian atau pengkajian hukum dan hasil penelitian lainnya terhadap suatu masalah tertentu yang dapat dipertanggungjawabkan secara ilmiah mengenai pengaturan masalah tersebut dalam suatu Rancangan Undang-Undang, Rancangan Peraturan Daerah Provinsi, atau Rancangan Peraturan Daerah Kabupaten/Kota sebagai solusi terhadap permasalahan dan kebutuhan hukum masyarakat.

Lantaran asas keterbukaan di Indonesia dinilai tidak transparan dan tidak partisipatif, memicu banyak demonstrasi di tanah air, terutama oleh kaum buruh yang merasa terjadi diskriminatif oleh pemerintah. Mengingat perkembangan teknologi digital saat ini, maka Hoax dan skandal tidak benar bisa saja tersebar bebas dengan mudah. Menurut peneliti, dalam proses kepemimpinan publik yang melayani publik, memang tidak dapat memuaskan semua pihak. Namun dalam proses kepemimpinan, pemerintah semestinya bisa lebih berperan transparatif, dan komunikatif pada publik, sehingga dapat mengurangi keraguan publik pada pemerintah.

Sesuai kutipan dari tirto.id, “Jika masih ada ketidakpuasan terhadap Undang-Undang Cipta Kerja, silakan mengajukan uji materi atau judicial review melalui Mahkamah Konstitusi", kata Jokowi dalam konferensi pers dari Istana Bogor, Jakarta, Jumat (9/10/2020). Memang pemerintah sudah berupaya untuk memberikan kinerja yang terbaik agar Visi Indonesia Maju 2045 dapat terealisasi, namun dialog seperti ini, tidak dapat mereda konflik. Urgensi pemerintah dalam reformasi UU, semestinya tidak mengesampingkan filsafat negera yang tercantum dalam ketentuan UU No 15 Tahun 2009. Prolegnas dan naskah akademik harusnya transparansi dan dapat dipublikasi ke publik.

Mengingat Indonesia merupakan negara berlandasan pada pancasila, maka Mahkamah Konstitusional dalam memutuskan perkara gugatan ini, harusnya dapat indenpenden dan objektif. Peneliti berharap dengan proses gugatan ini, uji materi dan uji formil pada Omnibus Law dapat berjalan lancar dan transparan, sehingga dapat memberikan keadilan pada semua orang yang terkait didalamnya terutama dalam perihal prosedural konstruksi hukum dalam pembentukan UU. 

Secara kenyataan, UU No 11 Tahun 2020 ini memang masih terdapat cacat prosedural karena kesalahan ketik, dan pasal yang tidak sinkron, lebih pokoknya adalah tidak sesuai dengan tatanan pembentukan UU sesuai ketentuan UU 15 Tahun 2009. Namun sehubungan UU Cipta Kerja ini sudah disahkan pada 05 November 2020, maka penolak UU Cipta Kerja ini hanya memilih menggugat ke Mahkamah Konstitusi. Menurut Peneliti, gugatan yang dibawakan ke Mahkamah Konstitusi ini merupakan cara tebaik untuk memberikan jawaban bagi penolak UU Cipta Kerja. Seperti yang sudah pernah kita bahas diatas, kontruksi hukum dalam penyusunan UU itu penting, terutama Indonesia yang merupakan negara Hukum dan berfilsafat pada Pancasila. UU semestinya dirumuskan dengan struktural konstruksi hukum yang benar dan adil. Efektivitas pegambilan keputusan oleh pemerintah semestinya tidak mengesampingkan landasan hukum karena urgensi terhadap visi kenegaraan.

SIMPULAN DAN SARAN

Mengingat kepemimpinan merupakan sebuah proses menginspirasi anggotanya untuk memberikan hasil kerja terbaik sehingga tujuan dapat terarah dan terealisasi, maka setiap kebijakan oleh pemimpin publik semestinya merupakan sebuah ide yang kreatif dan inovatif yang dapat memperbaiki sehingga efektivitas dari kepemimpinan publik dapat terjamin.

Efektivitas kepemimpinan yang menuntut kemahiran untuk membaca situasi dalam mendukung Visi Indonesia Maju 2045, mendorong Pemimpin Publik di Indonesia membuat Reformasi Regulasi dan Birokrasi dengan UU No 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja. Menimbang UU yang disahkan pada tanggal 02 November 2020 ini terdapat 79 UU yang dibahas, maka dalam penyusunan UU Cipta Kerja ini masih terdapat cacat prosedural yang memincu penolakan masyarakat pada UU ini, terutama terdapat penyeludupan pasal pada UU yang dinilai telah melanggar konstitusi hukum dan melanggar asas keterbukaan dan menghilangkan partisipatif dalam asas demokrasi.

Pemerintah selaku pemimpin publik di Indonesia semestinya tidak mengesampingkan Filsafat negara, hierarki hukum yang ada di Indonesia. Urgensi dalam pencapaian visi kenegaraan juga harusnya tidak cukup menjadi alasan  pemerintah untuk tidak bersikap komunikatif dan transparatif pada publik. Kesalahan prosedural dalam sistematika pembentukan UU yang tidak sesuai dengan tatanan pembentukan UU sesuai ketentuan UU 15 Tahun 2009, kemudian digugat ke Mahkamah Konstitusi. Uji formil dan uji materi atau judicial review oleh Mahkamah Konstitusi yang diajukan penolak UU Cipta Kerja, diharapkan menjadi reminder bagi pemimpin publik kita, atas pentingnya kontruksi hukum dalam penyusunan UU, terutama oleh Indonesia yang merupakan negara Hukum dan berfilsafat pada Pancasila. UU semestinya dirumuskan dengan struktural konstruksi hukum yang benar dan adil.

DAFTAR PUSTAKA

Baidan, Nasharuddin dkk. 2014. Etika islam dalam Berbisnis. Penerbit Pustaka Pelajar: Yogyakarta.

Bogdan, Taylor, dkk. 1992. Pengantar Metode Penelitian Kualitatif, Terjemahan oleh Arief Rurchan. Usaha Nasional: Surabaya.

Effendi, Usman. 2011. Asas Manajemen. PT  Raja Grafindo : Jakarta.

Ekonomi.bisnis.com, UU Ciptaker Disahkan, Ini Urgensi yang Dijadikan Latar Belakang Oleh Pemerintah, 11 Oktober 2020, terakhir diakses 18 November 2020, https://ekonomi.bisnis.com/read/20201011/12/1303557/uu-ciptaker-disahkan-ini-urgensi-yang-dijadikan-latar-belakang-oleh-pemerintah

Harianjogja.com,  Ini Urgensi yang Dijadikan Latar Belakang Pengesahan UU Cipta Kerja Oleh Pemerintah, 12 Oktober 2020, terakhir diakses 17 November 2020, https://news.harianjogja.com/read/2020/10/12/500/1052279/ini-urgensi-yang-dijadikan-latar-belakang-pengesahan-uu-cipta-kerja-oleh-pemerintah

Isnaini Muallidin, Kepemimpinan Sektor Publik dalam Perspektif New Public Leadership, Januari 2014, terakhir diakses pada tanggal 08 November 2020,  https://www.researchgate.net/publication/320211542_KEPEMIMPINAN_SEKTOR_PUBLIK_DALAM_PERSPEKTIF_NEW_PUBLIC_LEADERSHIP

Kinandika.wordpress.com, Kepemimpinan Publik dan Desentralisasi, 5 Februari 2013, terakhir akses pada tanggal 08 November 2020, https://kinandika.wordpress.com/2013/02/05/kepemimpinan-publik-dan-desentralisasi/

Matoyo, Susilo. 2000. Manajemen Sumber Daya Manusia. BPFE : Yogyakarta.

Moeheriono. 2012. Pengukuran Kinerja Berbasis Kompetensi. PT Raja Grafindo Jakarta : Jakarta.

Republika.co.id, Kelompok Masyarakat Ajukan Permohonan Uji Formil UU Ciptaker 16 Oktober 2020 23:28 WIB, terakhir diakses 22 November 2020, https://republika.co.id/berita/nasional/hukum/qiaovd354/kelompok-masyarakat-ajukan-permohonan-uji-formil-uu-ciptaker

Robert, Mathis. 2002. Manajemen Sumber Daya Manusia. Salemba empat : Jakarta.

Salamadian.com, Pengertian Kepemimpinan: Tujuan, Teori, Fungsi dan Contoh Leadership, 9 Februari 2020, terakhir diakses pada tanggal 12 November 2020, https://salamadian.com/pengertian-kepemimpinan/

Siagian, Sondang P. 2010. Teori dan Praktik Kepemimpinan. Rineka Cipta : Jakarta.

Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja.

Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan.

Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2019 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan.

Yukl, Gary. 2005. Kepemimpinan dalam Organisasi. PT Indeks Kelompok Gramedia : Jakarta.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hukum Selengkapnya
Lihat Hukum Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun