Di era digitalisasi, kecerdasan buatan (AI) telah meresap dan seakan hidup berdampingan ke dalam berbagai aspek kehidupan manusia dimulai dari edukasi hingga finansial dan produktivitas sehari-hari. ChatGPT, salah satu contoh penerapan AI generatif, digunakan luas sebagai asisten virtual. ChatGPT membantu pengguna dalam membuat rangkuman artikel panjang, menyusun email profesional, bahkan memandu perencanaan keuangan dan pensiun seseorang dengan simulasi Monte Carlo dan analisis aset. Selain itu, ChatGPT juga digunakan untuk merancang slogan, judul konten pemasaran, dan ide konten kreatif yang dapat mempercepat workflow profesional maupun hobi kreatif  dalam dunia pendidikan, AI berperan penting dalam menyederhanakan proses belajar dan mengajar. Platform seperti Duolingo Max dan Khanmigo memanfaatkan GPT-4 untuk memberikan umpan balik bahasa secara langsung, sementara sistem adaptive learning menyesuaikan materi sesuai kemampuan siswa, meningkatkan efektivitas pembelajaran. ChatGPT juga digunakan untuk membantu guru dalam membuat soal dan evaluasi, serta mendampingi siswa secara personal lewat tanya jawab dan pembinaan tugas menulis namun hal ini harus memerlukan verifikasi guru untuk memastikan akurasi dan pengembangan berpikir kritis siswa.
Pembelajaran menggunakan ChatGPT untuk membantu guru
Di tengah era digitalisasi, kecerdasan buatan (AI) bukan lagi sekadar masa depan, melainkan realitas yang telah menyentuh dunia pendidikan secara nyata. Kini, guru dapat membuat pembelajaran lebih interaktif, personal, dan efisien berkat dukungan asisten virtual seperti ChatGPT. Menurut para ahli, AI memungkinkan jalur belajar yang disesuaikan secara individual, umpan balik real-time, kuis adaptif, hingga dukungan 24/7 untuk siswa yang membutuhkan bantuan di luar jam tatap muka. Institusi ternama seperti Ohio State University bahkan telah mewajibkan literasi AI sebagai keterampilan inti, menegaskan bahwa AI bukan pengganti guru, melainkan mitra berpikir yang memperluas peran pendidik dalam mendampingi proses belajar kreatif dan kritis. Dalam konteks tersebut, berikut strategi praktis yang dapat digunakan guru untuk mengintegrasikan ChatGPT ke dalam kelas, meningkatkan kualitas pengajaran, dan memperkaya pengalaman belajar siswa:
1. Rencana Pembelajaran Interaktif
Dalam penerapan Rencana Pembelajaran Interaktif dengan ChatGPT, guru dapat menghadirkan pengalaman belajar yang sesuai tingkat perkembangan siswa di SD, baik kelas rendah (1--3) maupun kelas tinggi (4--6).Untuk kelas rendah, misalnya pada tema "Mengenal Daur Air", guru bisa menyusun tujuan pembelajaran agar siswa memahami proses penguapan dan pengembunan. ChatGPT membantu merancang aktivitas diskusi yang ringan seperti "Kenapa jendela berembun saat hujan?" dan simulasi role-play di mana siswa berperan sebagai titik air yang berubah menjadi awan, lengkap dengan dialog sederhana. Sementara untuk kelas tinggi, tema bisa diangkat menjadi "Menjaga Kebersihan Lingkungan" dengan tujuan agar siswa dapat merancang proposal sederhana soal kebersihan sekolah. ChatGPT membantu merumuskan pertanyaan diskusi seperti "Apa dampak sampah plastik?" dan menyusun simulasi role-play sebagai anggota komite kebersihan. Proyek nyata dilakukan dengan memilah sampah selama seminggu, lalu AI menganalisis data dan mendesain bagan presentasi. Metode ini mengedepankan pendekatan project-based learning, melatih analisis data, komunikasi, dan kolaborasi siswa . Pendekatan tersebut memperkuat kemampuan berpikir kritis dan solusi nyata dalam kehidupan sehari-hari. Â
2. Pengembangan Pembelajaran yang Inklusif
Di era digital saat ini, guru dapat memanfaatkan ChatGPT untuk mengembangkan materi ajar yang inklusif dan mudah diakses oleh semua siswa, dengan menghadirkan konten dalam berbagai format sesuai gaya belajar visual, auditorial, kinestetik, dan membaca/menulis. Misalnya, di kelas rendah (1--3 SD), saat mengajarkan tema "Hewan di Kebun Binatang", AI ini bisa menyajikan gambar-gambar hewan berwarna lengkap label, menyediakan narasi audio pendek atau suara hewan, serta merekomendasikan aktivitas kinestetik seperti menirukan gerakan, suara, atau menyusun puzzle hewan menjadikan pembelajaran lebih hidup dan menyenangkan. Sedangkan di kelas tinggi (4--6 SD), untuk topik seperti "Rantai Makanan di Ekosistem", ChatGPT dapat membantu menciptakan diagram interaktif atau animasi edukatif, menghasilkan rekaman penjelasan audiobaseline, dan menyusun simulasi role-play di mana siswa mengambil peran sebagai produsen, konsumen atau dekomposer semua ini disertai teks ringkasan untuk siswa yang lebih nyaman membaca . Pendekatan multimodal ini tidak sekadar memberikan variasi media, tapi juga menerapkan prinsip Universal Design for Learning (UDL): memastikan semua siswa, termasuk mereka dengan kebutuhan khusus atau preferensi belajar berbeda, memiliki akses setara dan memaksimalkan pemahaman serta keterlibatan mereka di kelasÂ
3. Brainstroming Ide Kreatif Â
Dalam strategi Brainstorming Ide Kreatif, ChatGPT berperan sebagai mitra kolaboratif yang mampu menginspirasi ide-ide proyek, tugas menulis, hingga aktivitas reflektif. Misalnya, di kelas rendah (1--3 SD), guru dapat meminta ChatGPT untuk membuat daftar 10 ide tugas sederhana, seperti menyusun buku gambar tentang hari libur, pembuatan poster kolase dari bahan bekas, atau cerita pendek bergambar yang menggambarkan peran dalam keluarga. AI juga dapat menyediakan pertanyaan reflektif, seperti "Apa yang kamu rasakan saat membantu teman?" atau "Mengapa binatang itu bahagia?". Proses ini mempercepat dan memperkaya kreativitas guru, sekaligus mendorong siswa eksplorasi dan ekspresi diri. Sementara itu, untuk kelas tinggi (4--6 SD), guru bisa meminta ChatGPT menyusun ide-ide proyek tingkat lanjut, seperti penelitian mini "tanaman yang tumbuh di berbagai media", blog kelas dengan tulisan siswa, atau presentasi digital tentang pahlawan lokal. AI juga dapat menugaskan siswa membuat video wawancara figur inspiratif lokal, atau essay reflektif tentang pengalaman belajar mereka selama satu semester. Dengan demikian, ChatGPT tidak hanya menyuplai ide awal, tetapi juga membantu mengembangkan alur proyek dan pertanyaan kritis. Namun, agar hasilnya efektif, guru tetap perlu melakukan iterasi dan memilih ide terbaik bersama siswa, serta mengimbangi kreativitas AI dengan perspektif manusia yang lebih kaya.Â
Kekurangan ChatGPT
Meskipun ChatGPT menawarkan banyak manfaat dalam dunia pendidikan, penggunaannya juga memiliki beberapa kekurangan penting yang perlu diperhatikan:
 1. Ketergantungan dan pengurangan keterampilan kritis
Meskipun mendukung keterampilan kritis siswa namun penggunaan berlebihan ChatGPT dapat membuat siswa malas berpikir sendiri. Guru dari Study.com melaporkan bahwa beberapa siswa menjadikan AI sebagai "crutch" yang menggantikan kerja keras belajar dan berpikir. Sebuah riset bahkan menunjukkan bahwa hampir 50% mahasiswa menganggap jawaban AI benar tanpa verifikasi, memperkuat kekhawatiran terhadap kurangnya refleksi kritis.
2. Akibat plagiarisme dan integritas akademik
Kemampuan ChatGPT menghasilkan teks yang tampak asli membuatnya rentan digunakan untuk menyontek. Laporan dari The Guardian menunjukkan ribuan kasus kecurangan berbasis AI di universitas universitas di Inggris dalam satu tahun terakhir. Selain itu, berita viral muncul saat seorang murid lupa menghapus instruksi prompt dalam tugasnya yang jelas memperlihatkan pemanfaatan tak etis.
3. Misinformasi dan bias
ChatGPT terkadang menghasilkan informasi yang salah atau tidak akurat (hallucinations) seperti menyebut referensi atau fakta yang tidak ada. Konten AI juga rentan mengandung bias karena data latihnya yang tidak seimbang.Â
4. Berisiko mengurangi interaksi manusia dan kreativitas siswa
Penggunaan AI secara berlebihan dapat mengurangi komunikasi dan interaksi antar siswa dan guru, serta melemahkan kreativitas intrinsik. Seperti disebut dalam TIME, beberapa guru bahkan memilih pensiun karena merasakan proses berpikir kritis siswa yang menurun drastis.Â
5. Tidak setaranya akses teknologi
Tidak semua sekolah memiliki akses perangkat dan koneksi internet memadai. Hal ini berpotensi memperlebar kesenjangan pendidikan, terutama di daerah terpencil atau murahan.
Peran Guru tetap Diprioritaskan Â
Untuk memastikan penggunaan ChatGPT di kelas berjalan efektif, guru harus berperan sebagai panduan utama dan pengontrol kualitas, bukan hanya penerima jawaban AI. Pertama, guru sebaiknya mendesain panduan penggunaan AI misalnya, menjelaskan kapan dan bagaimana siswa boleh meminta akhiran dari ChatGPT dan mendorong mereka untuk memverifikasi informasi dari sumber lain. Selanjutnya, implementasikan ChatGPT sebagai pendukung administratif, seperti membuat kuis atau analisis data, sehingga guru memiliki lebih banyak waktu untuk interaksi langsung, membimbing diskusi kritis, dan mengajarkan literasi digital . Guru juga perlu menciptakan tugas kolaboratif dan presentasi lisan yang mencegah ketergantungan AI, sekaligus melatih keterampilan komunikasi dan pemikiran inovatif siswa . Akhirnya, sangat penting bagi guru untuk membimbing evaluasi reflektif setiap siswa terhadap hasil AI mengajukan pertanyaan seperti "Mengapa kamu memilih ide ini?", atau "Bagaimana bukti mendukung argumenmu?", agar ChatGPT benar-benar menjadi pemicu kreativitas dan pemahaman mendalam, bukan alat pintas. Dengan pendekatan seperti ini, ChatGPT bertransformasi menjadi mitra berpikir, sementara guru tetap memegang peran sentral dalam menciptakan lingkungan belajar yang bermakna, kritis, dan manusiawi.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI
Beri Komentar
Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!