Mohon tunggu...
Negara KITA
Negara KITA Mohon Tunggu... Penulis - Keterangan
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

Bio

Selanjutnya

Tutup

Politik

Andai Ijtima (Nahdlatul) Ulama Ceraikan Istana

9 Agustus 2019   13:11 Diperbarui: 9 Agustus 2019   13:18 139
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pimpinan PB NU Said Aqil Siraj dan PKB Cak Imin [Foto: inilah.com]

Kemenangan Jokowi-Ma'ruf Amin di Pilpres 2019 tak lepas dari peran PKB dan NU. Para pendukung Jokowi sudah barang tentu mengakui bahwa lewat para relawan-relawan, basis massa nahdliyin yang besar di Jawa Tengah dan Jawa Timur, serta peran PKB yang juga memiliki hubungan kultural dengan NU yang erat mampu menyebabkan Jokowi memperoleh suara yang signifikan. Oleh karenanya wajar saja ketika kedua organisasi ini mendapatkan kursi menteri atau jabatan di pemerintahan.

Sinyal untuk mendapatkan kursi menteri tersebut telah digaungkan oleh Ketum PKB Muhaimin Iskandar. Pria yang biasa dipanggil Cak Imin ini mengakui bahwa mereka telah meminta 10 kursi menteri ke Jokowi. Bahkan Ketua Umum PBNU Said Aqil Siroj telah menyatakan siap untuk menyerahkan nama calon menteri, berapapun yang dibutuhkan Jokowi.

Sayangnya, jalan tersebut tak berjalan mulus sejak adanya pertemuan Nasi Goreng Teuku Umar (Prabowo-Megawati) yang mengindikasikan merapatnya Prabowo ke pemerintahan. Hampir berbarengan dengan pertemuan di Teuku Umar ada pula pertemuan Gondangdia (Surya Paloh-Anies) yang merupakan respon terhadap isu Gerindra bergabung ke KIK (Koalisi Indonesia Kerja). Dalam pertemuan Gondangdia, NasDem berupaya menggandeng Gubernur DKI Anies Baswedan untuk maju di Pilpres 2024. Tentunya langkah ini akan menyebabkan NasDem berseberangan dengan Koalisi Gerindra-PDIP.

Tak lama berselang Wapres Jusuf Kalla yang memiliki kedekatan dengan Anies seakan memberikan resistensi terhadap wacana bergabungnya Gerindra. Artinya, dengan ini poros Gondangdia kemungkinan akan diisi pula oleh JK. Poros Gondangdia menjadi bentuk protes akan berkurangnya porsi jabatan yang akan didapatkan oleh NasDem dan kubu JK.

Lalu bagaimana dengan PKB dan NU? Bisa diperhatikan, kedua organisasi ini sebenarnya melakukan tarik ulur. Adanya kedua poros tersebut, tentu saja mengakibatkan porsi kursi yang akan didapatkan baik NU maupun PKB akan semakin menipis. Buktinya adalah baru-baru ini mereka menyindir Gerindra agar tidak berbasa-basi akan adanya syarat rekonsiliasi berupa jabatan di pemerintahan seperti kursi pimpinan MPR RI.

"Walaupun Mas Andre (Wasekjen Gerindra) bilang tidak ada syarat rekonsiliasi, itu kan di permukaan. Tapi kan di politik itu mana ada yang gratis. Kita ini enggak usah basa basi. Kalau memang tidak ada syarat rekonsiliasi, ya baik, bagus juga. Tetapi konsekuensinya, Gerindra jangan terlalu marah kalau enggak dapat kursi pimpinan MPR," ujar Ketua DPP PKB Abdul Kadir Karding.

Terbentuknya dua poros politik telah menjadi dilema bagi PKB dan NU karena pada akhirnya mereka harus menentukan sikap politik.

Pilihan pertama adalah berada pada poros Teuku Umar. Andaikan PKB dan NU tetap berada dalam poros ini maka ada kemungkinan kursi menteri atau pejabat yang mereka inginkan tetap mereka dapatkan, tetapi bisa juga berkurang drastis.  

Pilihan kedua adalah ikut poros Gondangdia. Andai PKB dan NU ikut dengan poros Gondangdia, maka ada keuntungan yang besar bisa mereka dapatkan di sini. Akan tetapi, harus diingat pula prinsip high return, high risk. Ikutnya mereka ke poros Gondangdia maka sudah dapat dipastikan kursi menteri yang mereka dapatkan akan jauh dari harapan. Apalagi suara NasDem plus JK tidak akan sebanding dengan PDIP-Gerindra.

Tetapi, apabila JK yang juga mantan ketua umum Golkar mengusung orang dekatnya yakni Menpan-RB Syafruddin dalam pemilihan ketum Golkar mendatang, maka suara Golkar dan NasDem dapat menyaingi suara PDIP-Gerindra. Bila NasDem, Golkar, dan PKB serta NU bersatu tentunya menjadi poros yang sangat besar dan mampu mengungguli poros Teuku Umar. Sayangnya terlalu besar risiko di sini, karena tidak ada jaminan bahwa JK akan mengamankan posisinya di Golkar. Sehingga yang bisa dilakukan PKB di sini adalah wait n see.

Lantas adakah pilihan lain? Ada, pilihan lain adalah PKB membentuk poros partai Islam yang ada di dalam KIK. PKB dan NU bisa membentuk poros bersama PPP. Apalagi PPP juga ada hubungan erat dengan NU. Poros ini sangat potensial karena memiliki kans dalam menggaet suara blok Islam yang ada di Ijtima Ulama IV. Poros ini bisa merangkul blok Islam kanan bahkan mungkin saja dapat menderadikalisasi mereka.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun