Mohon tunggu...
Negara KITA
Negara KITA Mohon Tunggu... Penulis - Keterangan
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

Bio

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan

Tidak Perlu Alergi Impor Pangan

15 Februari 2019   17:49 Diperbarui: 15 Februari 2019   18:06 63
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi Beras Impor [Foto: Sindonews]

Janji kampanye Prabowo Subianto untuk mengelola Indonesia menjadi negara "swasembada pangan, energi dan air" ramai diperbincangkan. Apakah realistis sebuah negara bebas dari impor?

Impor biasanya dilakukan karena negara yang bersangkutan tidak mampu memproduksi atau mencukupi kebutuhannya sendiri. Indonesia misalnya mengimpor kedelai hingga sekitar 2 juta ton per tahun karena produksi domestik tak dapat mengimbangi permintaan konsumsi nasional.

Data Biro Pusat Statisktik (BPS) menunjukkan, sepanjang 2018 lalu Indonesia mengalami surplus beras sebanyak 2,85 juta ton. Surplus kok masih impor?

Ternyata jumlah tersebut tidak bisa seluruhnya diserap oleh pemerintah dikarenakan tidak berada di satu tempat melainkan tersebar ke banyak pihak, diantaranya rumah tangga produsen, ke rumah tangga konsumen, pedagang, penggilingan, hotel, resto dan juga Bulog.

"Yang bisa dikelola pemerintah hanya ada di Bulog," terang Kepala BPS Suharyanto.

Surplus tersebut dinilai masih kurang karena kebutuhan per bulan konsumsi beras nasional rata-rata mencapai 2,5 juta ton.

Stabilisasi harga juga menjadi faktor penting dalam dunia pangan. Agar konsumen bisa mendapatkan beras dengan harga yang bisa terjangkau atau biasa disebut dengan Kebijakan Harga Eceran Tertinggi (HET). Menghadirkan kebijakan itu di dunia nyata harus dengan kekuatan cadangan beras yang dimiliki negara. Semakin kuat cadangan beras yang dimiliki negara, semakin mampu negara menekan pasar untuk mengikuti harga yang diputuskan.

Saat ini, negara tidak memiliki cadangan beras yang memadai untuk mencegah kelangkaan di pasar.  Serapan beras Bulog untuk kepentingan cadangan tidak memadai akibat berbagai hal.

Untuk itu dapat dipahami mengapa pemerintah tiap tahunnya harus mengimpor sekitar 2 juta ton beras untuk kepentingan stabilisasi harga pangan strategis ini. Karena kekuatan intervensi negara dalam stabilisasi harga beras bukan terletak pada stok beras yang ada di pedagang dan masyarakat. Stok beras tersebut tidak bisa digunakan untuk operasi pasar.

Yang bisa digunakan dalam operasi pasar adalah beras yang dimiliki pemerintah yang ada di gudang-gudang Bulog.

Tapi, yang perlu kita ingat, kebijakan tersebut itu harus terealisasi di dunia nyata; bahwa, dengan impor yang sebesar itu pemerintah memang benar-benar bernas menghadirkan harga beras sesuai HET. Pemerintah harus benar-benar menjamin harga gabah petani ketika panen raya nanti, karena masuknya beras impor pasti akan menekan harga gabah di tingkat petani.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun