Mohon tunggu...
Nayyif Sujudi
Nayyif Sujudi Mohon Tunggu... Mahasiswa -

Learning Today and Leading Tomorrow

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan

Posisi Ulama pada Entitas Pemerintahan

15 Maret 2019   07:23 Diperbarui: 15 Maret 2019   07:48 405
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Indahnya hidup dalam persatuan ditengah-tengah perbedaan yang berbasis rahmatan lilalamain telah menunjukan pembentukan pola hidup masyarakat yang rukun, damai, harmonis sungguh menjadi harapan kita semua. Kerukunan internal umat beragama, antar masyarakat dan pemerintah. 

Kita semua yang hidup di Indonesia wajib bersyukur kepada Allah SWT, karena Indonesia negara yang begitu besar anugerah yang diberikan Allah SWT termasuk pada aspek keberagaman seperti etnis, suku, budaya dan agama serta kelompok golongan masyarakat hidup dengan baik, saling berdampingan, gotong royong serta menjunjung tinggi nilai-nilai kemanusiaan tanpa melihat latar belakang.

Pada tolok ukur keberagaman ini perlu kita jaga sekaligus dikelola dengan baik, sehingga dapat membangun Indonesia secara utuh. Dan justru perbedaan itu jangan sampai kita jadikan sebagai alat pemecah belah bangsa yang dapat merugikan kita semua sebagai warga negara. Oleh karena itu, Indonesia sebagai bangsa yang menjunjung tinggi nilai keberagaman berimplikasi pada harapan dan ekspektasi menjadi bangsa yang Baldatun Tayyibatun Wa Rabbun Ghafur.

Pengelolaan tersebut perlu mendapatkan kepastian bahwa proses yang dijalankan sesuai dengan kaidah dan peraturan yang berlaku. Sebagai umat muslim wajib menta'ati Allah dan Rasul, peran agama dan negara tidak dapat kita pisahkan. Imam Al-Ghazali mengatakan "Agama dan negara merupakan dua hati yang tidak dapat dipisahkan". Oleh sebab itu, peran antara Ulama dan Umara di Republik Indonesia perlu berjalan secara beriringan, harmonis, saling kasih satu diantara yang lain sekaligus membangun sinergi tanpa mengurangi peran dan tanggunjawabnya masing-masing. 

Sinergitas Ulama dan Umara menjadi penting dalam membangun sebuah bangsa yang berdaulat, membangun negara yang kuat sekaligus mewujudkan arah bangsa Indonesia menjadi negara yang Baldatun Tayyibatun Wa Rabbun Ghafur. Ulama, sudah gamblang dipaparkan bahwa ulama pewaris para nabi dan penyambung lidah kebenaran mereka. Ulama mewariskan ilmu. 

Ilmu itulah yang kemdian disampaikan kepada manusia dari masa ke masa oleh ahli ilmu, yaitu ulama.Ulama yang saleh, yaitu yang akhlaknya mulia, yang ucapannya sesuai dengan perilakunya. Ulama yang saleh, dakwahnya mengajak kepada amar makruf dan nahi munkar. Ia tidak canggung memberi nasihat dan peringatan, termasuk kepada penguasa sekalipun. 

Ulama yang rusak adalah ulama yang ilmunya digunakan untuk membeli dunia, membantu penguasa dalam ketidakadilan. Ucapannya tidak sesuai dengan perilakunya. Pandai sembunyi dalam lipatan. Ia juga pandai menilai orang, tetapi tidak jujur menilai diri sendiri.

Ulama bentuk tunggal dari kata alim ( ) yang berarti orang yang ahli dalam pengetahuan beragama Islam, Sedangkan umara (pemimpin) adalah orang yang berkuasa dalam menyelenggarakan suatu sistem pemerintahan. Dalam menjalankan tugas dan fungsi sebagai umara tentunya tugas ulama disini adalah mendampingi, memantau kinerja dari umara, maupun menasihati umara selaku pemimpin negara. 

Ulama dan umara terlibat dalam kebersamaan membangun negeri dan bertujuan untuk mencapai suatu kesejahteraan masyarakat yang adil dan makmur. Umara membutuhkan ulama sebagai penasehat dan juga sumber untuk mendapatkan keputusan yang dilandasai oleh hukum agama, begitupun ulama membutuhkan sosok umara untuk mendukung aktivitasnya dibidang pendidikan, peradilan, bahkan sampai kepersoalan strategis lainya seperti membangun pondasi masyarakat berahlak mulia.

Istilah negara yang merepresentasikan peran Pemikir Agama (Ulama) dan Pemikir Negara (Umara) telah dibuktikan melalui tradisi keilmuan dan kekuasaan sejak dulu. Seperti Negara Utama (The Interests of the State) sejak dulu telah diperkenalkan oleh Filsuf Barat. Tokoh Pemikir Islam Al- Farabi menyebutkan al-Madinat al-Fadhilah. Dalam bahasa sebagian filosof Yunani disebut Republika. Negara yang Gemah Ripah Lon Jinawi oleh Filsuf jawa. 

Sedangkan Imam Muhammad Al-Ghazali berani menyatakan impian filosof itu telah terwujud pada negara Madinah yaitu Piagam Madinah dengan segala Hard Ware, Soft Ware dan Human Ware-nya memenuhi kriteria impian filosof. Terminologi ini disebutkan oleh Al-Quran sebagai negara  Baldatun Thayyibatun wa Rabbun Ghafur.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun