Kelima, pengawasan yang baik membutuhkan dukungan sumber daya manusia dan infrastruktur yang memadai.Â
Selama ini, jumlah dan kompetensi pengawas laut masih terbatas, apalagi untuk operasi di bawah laut yang memerlukan keahlian khusus. Diperlukan tenaga ahli di bidang selam teknis, inspeksi bawah laut, hidroakustik, serta pengolahan data spasial.Â
Selain itu, tenaga penyidik dan penegak hukum kelautan harus dibekali pemahaman mendalam tentang hukum laut internasional dan prosedur penyidikan maritim. KKP perlu membangun program pelatihan berkelanjutan, baik melalui kerja sama dengan universitas, lembaga riset, maupun mitra internasional.
Dari sisi infrastruktur, kapal pengawas perlu ditingkatkan kapasitasnya, baik dari segi teknologi maupun jangkauan operasional. Kapal harus dilengkapi dengan sonar, ROV, AUV, dan sistem komunikasi bawah laut.Â
Pusat komando nasional yang terhubung dengan radar pantai dan satelit juga perlu dibangun untuk mengintegrasikan seluruh data pemantauan secara real-time. Laboratorium konservasi BMKT dan fasilitas penyimpanan objek bawah laut yang disita juga harus disiapkan agar barang sitaan negara dapat ditangani secara aman dan profesional. Semua itu memerlukan dukungan anggaran yang cukup, baik dari APBN maupun dari kemitraan dengan pihak swasta dan lembaga donor.
Keenam, untuk menjamin keberlanjutan sistem, perlu disusun SOP nasional pengawasan bawah laut yang menjadi acuan bagi seluruh petugas di lapangan.Â
SOP ini mencakup tahap perencanaan, pelaksanaan inspeksi, analisis data, hingga tindak lanjut hukum. Setiap operasi harus dimulai dengan penetapan target objek, pengecekan kesiapan alat, dan koordinasi lintas instansi.Â
Selama patroli, setiap temuan didokumentasikan secara visual dan spasial. Setelah operasi, seluruh data dikirim ke pusat analitik untuk diverifikasi dan dianalisis. Jika ditemukan pelanggaran, tim tanggap cepat bergerak sesuai prosedur, dilanjutkan dengan langkah penegakan dan pemulihan lingkungan. Melalui SOP yang baku, kegiatan pengawasan menjadi terukur, terstandar, dan akuntabel.
Ketujuh, pengawasan tidak bisa hanya mengandalkan pemerintah pusat.Â
Pelibatan masyarakat pesisir dan lembaga lokal menjadi bagian penting dari strategi ini. Nelayan, komunitas pesisir, dan kelompok masyarakat pengawas (Pokmaswas) memiliki potensi besar untuk menjadi "mata dan telinga" negara di lapangan.Â
Mereka bisa dilibatkan dalam pelaporan aktivitas mencurigakan, membantu dokumentasi, dan turut menjaga wilayahnya dari eksploitasi ilegal. Keterlibatan masyarakat ini juga memperkuat rasa memiliki terhadap sumber daya laut serta mendorong pengawasan partisipatif yang berkelanjutan.