Mohon tunggu...
NAVID ZILQISTAS
NAVID ZILQISTAS Mohon Tunggu... mahasiswa uin prodi ilmu komunikasi 2024

24107030142

Selanjutnya

Tutup

Lyfe

Hidup Dalam Bayang-Bayang Ekspetasi: Antara, Harapan, Tekanan, dan Inspirasi

13 Juni 2025   11:35 Diperbarui: 13 Juni 2025   11:35 56
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Lyfe. Sumber ilustrasi: FREEPIK/8photo

Bab 1: Lahir dalam Lingkaran Ekspektasi

Sejak kecil, kita diajarkan banyak hal yang "seharusnya" dilakukan. Kita diarahkah untuk menjadi pintar, sopan, patuh, dan tidak boleh mengecewakan orang tua. Kita dibesarkan dengan standar keberhasilan yang sudah dibentuk sebelumnya: nilai bagus, kuliah di universitas ternama, kerja kantoran yang mapan, menikah tepat waktu, punya rumah sendiri, dan seterusnya.

Tak salah jika orang tua punya harapan. Bahkan, itu bentuk kasih sayang. Namun, ketika harapan itu berubah menjadi tekanan yang menuntut untuk dipenuhi tanpa kompromi, di sanalah masalah muncul. Kita belajar menuruti tanpa benar-benar memahami. Kita belajar menjalani tanpa benar-benar menikmati.

Di usia dewasa, kita tiba-tiba tersadar bahwa banyak pilihan dalam hidup kita bukanlah murni kehendak kita sendiri. Jurusan kuliah, pilihan karier, bahkan pasangan hidup---semuanya kadang dipilih atas dasar 'apa kata orang', bukan 'apa kata hati'.

Bab 2: Hidup dalam Kompetisi Tak Berujung

Era digital memperparah beban ekspektasi ini. Media sosial memperlihatkan dunia yang terlihat sempurna. Orang lain tampak bahagia, sukses, dan selalu berada selangkah lebih maju. Kita pun tanpa sadar terjebak dalam kompetisi yang tak sehat: kompetisi membandingkan diri.

Alih-alih menjadi tempat saling berbagi, media sosial berubah menjadi ajang pamer keberhasilan. Setiap orang berlomba menjadi paling menginspirasi, paling produktif, paling bahagia. Yang tidak bisa mengikuti, merasa gagal. Yang belum mencapai, merasa tertinggal.

Kita lupa bahwa setiap orang punya garis start yang berbeda. Latar belakang keluarga, kondisi ekonomi, hingga kesehatan mental---semuanya berperan besar. Tapi dalam pandangan dunia yang dibentuk oleh algoritma, kita dipaksa percaya bahwa semua harus secepat dan sesempurna itu.

Bab 3: Ketika Ekspektasi Menjadi Beban Mental

Tak sedikit orang yang akhirnya mengalami kelelahan mental (burnout), kecemasan kronis (anxiety), bahkan depresi, hanya karena merasa terus-menerus harus memenuhi harapan. Perasaan "aku belum cukup" menghantui hari-hari mereka, padahal mereka sudah berusaha keras.

Seseorang bisa tampak baik-baik saja di luar, tetapi di dalamnya, mungkin sedang berjuang keras untuk bertahan. Mereka tersenyum, bekerja, berkarya, tetapi hatinya kering, pikirannya penuh beban. Mereka merasa hidupnya bukan miliknya, melainkan milik ekspektasi orang lain.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Lyfe Selengkapnya
Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun