Mohon tunggu...
Navida Zahara
Navida Zahara Mohon Tunggu... Mahasiswi Jurnalistik UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Karya adalah jembatan yang menghubungkan hati ke hati, melampaui sekat bahasa.

Selanjutnya

Tutup

Politik

Menggali Etika Perdamaian Nabi Muhammad untuk Mengatasi Ketidakadilan

12 Oktober 2025   12:32 Diperbarui: 12 Oktober 2025   12:32 15
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Peringatan Maulid Nabi Muhammad SAW memiliki makna yang jauh melampaui sebatas ritual dan perayaan suka cita. Maulid harus menjadi momentum refleksi mendalam terhadap misi utama Nabi, yaitu menghadirkan rahmat bagi semesta alam (rahmatan lil 'alamin). Konteks refleksi ini menjadi krusial mengingat Maulid tahun ini dirayakan di tengah suasana Indonesia yang dilanda kerusuhan dan bentrokan, yang mengindikasikan adanya kegagalan komunikasi serius antara kekuasaan dan publik.

Melalui lensa komunikasi kritis, kerusuhan tersebut dianalisis bukan sekadar ledakan amarah, melainkan sebuah ekspresi struktural yang lahir dari penumpukan ketidakadilan dan aspirasi rakyat yang terbungkam. Kekerasan di jalanan dianggap sebagai "bahasa terakhir" dari rakyat yang merasa tidak didengar dalam ruang deliberasi publik, mencerminkan adanya politik yang represif.

Sejarah kenabian mengajarkan etika perdamaian yang sangat relevan. Nabi Muhammad SAW, lahir di tengah masyarakat yang penuh konflik suku, memilih untuk meredakan pertikaian, bukan menambah bara. Beliau membangun perubahan melalui kesabaran, dialog, dan penegakan keadilan. Spirit ini menegaskan bahwa Maulid seharusnya menjadi ajakan untuk mentransformasi energi destruktif menjadi energi konstruktif demi perdamaian dan persatuan bangsa.

Pada intinya, merayakan Maulid Nabi di tengah kerusuhan merupakan seruan untuk melahirkan kembali etika perdamaian dalam ruang publik, meninggalkan politik kekerasan, dan menggantinya dengan komunikasi yang egaliter. Indonesia membutuhkan spirit Nabi lebih dari sebelumnya, sebagai jembatan untuk mengubah luka sosial menjadi rekonsiliasi dan amarah menjadi semangat untuk membangun kehidupan bersama yang lebih adil dan damai.

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun