Mohon tunggu...
Naura Nisrina
Naura Nisrina Mohon Tunggu... International Relations Student

Anak HI yang lagi cari tahu sukanya apa

Selanjutnya

Tutup

Music

Kapitalisme Dalam Indusri K-Pop: Studi Kasus HYBE Labels

29 April 2025   07:30 Diperbarui: 29 April 2025   07:30 193
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
(Gedung HYBE Labels (HYBE))

Bagi banyak fans, membeli merchandise bukan hanya soal konsumsi biasa, melainkan soal pembuktian loyalitas emosional terhadap idol mereka. Ini menjadi sebuah bentuk eksploitasi emosi yang dikapitalisasi secara efektif oleh agensi.

Dalam perspektif kapitalisme, keterikatan emosional fans ini adalah sumber daya ekonomi yang tidak kalah berharga dibandingkan musik itu sendiri.

Bahkan, dalam banyak kasus, fanbase yang emosional ini menjadi basis yang menopang kestabilan pendapatan agensi, membuat perusahaan berani memperluas lini produk ke arah yang lebih luas seperti kosmetik, makanan, hingga kolaborasi properti real estate.

Harga dari Kapitalisasi

Konsekuensi dari sistem ini mulai terlihat. Banyak idol menunjukkan tanda-tanda kelelahan fisik dan mental, bahkan jika tidak selalu diumumkan ke publik.

Pada 2023, misalnya, salah satu anggota Enhypen, Heeseung, sempat mengaku dalam siaran live bahwa dirinya mengalami kelelahan berat, dan merasa kehilangan arah karena padatnya jadwal. Beberapa anggota Seventeen juga pernah berbicara tentang tekanan mempertahankan performa optimal di setiap panggung.

Ironisnya, dalam kapitalisme agensi seperti ini, bahkan narasi "kelelahan artis" terkadang dikapitalisasi juga, dibungkus sebagai cerita "kerja keras dan dedikasi" untuk memperkuat citra positif grup di mata fans. Dengan kata lain, penderitaan artis itu sendiri dapat dikomodifikasi sebagai bagian dari brand image yang menguntungkan.

Bahkan di saat artis membutuhkan waktu untuk penyembuhan atau hiatus, momen itu sering diproduksi sebagai "cerita inspiratif" yang tetap bisa dimonetisasi melalui dokumentasi eksklusif, buku, atau konten film.

Enhypen dan Seventeen di bawah HYBE Labels menunjukkan bagaimana kapitalisme agensi dalam industri K-pop beroperasi. Di satu sisi, kita menyaksikan keberhasilan global artis-artis muda yang luar biasa. Di sisi lain, kita juga melihat bagaimana tubuh dan jiwa mereka menjadi bagian dari mesin produksi tanpa henti.

Industri hiburan modern, termasuk K-pop, adalah cermin dari kapitalisme global yang menuntut produktivitas tanpa batas, mengutamakan laba di atas kesejahteraan, dan mengubah manusia menjadi komoditas yang harus dipoles, dipromosikan, dan dijual sebanyak mungkin. Kita berharap akan muncul sebuah industri hiburan yang lebih manusiawi dimana para artis dihargai bukan hanya untuk apa yang mereka hasilkan, tetapi juga sebagai manusia yang punya hak untuk istirahat, berkembang, dan hidup dengan layak.

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Music Selengkapnya
Lihat Music Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun