Mohon tunggu...
Naura Nisrina
Naura Nisrina Mohon Tunggu... International Relations Student

Anak HI yang lagi cari tahu sukanya apa

Selanjutnya

Tutup

Politik

Neo-Merkantilisme Tarif Trump: Proteksi Berujung Petaka?

14 April 2025   02:31 Diperbarui: 14 April 2025   02:36 471
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Presiden Donald Trump kembali ke Gedung Putih pada Januari 2025, dan hanya dalam waktu tiga bulan, ia telah mengguncang sistem perdagangan global dengan tarif impornya. Melalui pidatonya, Trump mengatakan, "Selama beberapa dekade, negara kita telah dijarah, dirampok, diperkosa, dan dijadikan rampasan oleh negara-negara dari dekat maupun jauh, baik yang mengaku sebagai teman maupun yang jelas-jelas musuh." (SBS News. 2025).

Dengan menerapkan tarif impor universal sebesar 10% untuk semua negara dan tarif khusus hingga 145% untuk China, Trump menunjukkan bahwa pendekatan neo-merkantilisme kini menjadi kebijakan "resmi" Amerika Serikat. Menurut laporan Business Insider (April 2025), tarif 10% diberlakukan termasuk ke sekutu dekat seperti Kanada, Jepang, dan Uni Eropa, sebagai bagian dari kampanye "Universal Reciprocal Trade Tariff". Sementara China, Trump menerapkan tarif yang lebih tajam karena alasan "menghisap darah manufaktur Amerika" dan landasan bahwasanya China melakukan praktik perdagangan yang tidak adil. 

Trump menjanjikan masa keemasan Amerika Serikat dengan kenaikan tarif yang dilakukan. Ia menyebutkan dalam pidatonya di White House Rose Garden :

"April 2 2025 will be forever remembered as the day American industry was reborn, the day America's destiny was reclaimed, and the day that we began to make America wealthy again."

Terjemahan : "2 April 2025 akan selamanya dikenang sebagai hari ketika industri Amerika terlahir kembali, hari ketika takdir Amerika direbut kembali, dan hari ketika kita mulai membuat Amerika kembali makmur."

Label neo-merkantilisme sebagai kebijakan yang diambil Amerika Serikat saat ini bukan tanpa alasan. Pasalnya, proteksionisme yang dilakukan Trump terbilang sangat agresif. Tindakan Amerika Serikat merepresentasikan pergeseran tajam dari prinsip-prinsip perdagangan bebas yang selama ini diadvokasi oleh AS, menuju strategi ekonomi nasionalistik yang menekankan pada perlindungan industri domestik dan pengurangan defisit perdagangan. Proteksionisme agresif ini bukan hanya bertujuan untuk menekan dominasi manufaktur China, tetapi juga menandai kembalinya "America First" dalam arsitektur ekonomi global. Langkah ini tidak hanya memicu perang dagang baru, tetapi juga mengancam stabilitas ekonomi global dan menempatkan negara-negara berkembang seperti Indonesia dalam posisi yang sulit. 

Kebijakan tarif universal yang diterapkan Trump tidak hanya memicu ketidakpastian di dalam negeri, tetapi juga membangkitkan reaksi keras dari berbagai negara mitra dagang utama. Alih-alih tunduk pada tekanan ekonomi AS, banyak negara justru mulai menyiapkan langkah balasan (retaliatory tariffs), menggugat kebijakan Trump melalui World Trade Organization (WTO), dan memperkuat kerja sama perdagangan antar sesama negara non-AS.

Konsekuensi Internal: Merugikan Produsen dan Konsumen AS?

Alih-alih memperkuat fondasi manufaktur dalam negeri seperti yang diharapkan, kebijakan tarif universal ini justru menciptakan beban tambahan bagi pelaku industri dalam negeri Amerika Serikat. Data dari Federal Reserve pada Maret 2025 mengindikasikan lonjakan signifikan dalam harga input produksi, terutama di sektor-sektor yang sangat bergantung pada impor bahan mentah dan komponen, seperti otomotif, elektronik, dan alat berat. Perusahaan-perusahaan manufaktur kini menghadapi dilema antara menaikkan harga jual untuk menutupi biaya, atau mengurangi skala produksi dan merumahkan pekerja.

Mary Lovely, ekonom dari Peterson Institute for International Economics, menekankan bahwa meskipun tarif sebesar 10% tampak moderat di atas kertas, dampaknya terhadap rantai pasok global sangat masif. Dalam wawancaranya ia menjelaskan bahwa biaya tarif dibayar oleh konsumen dan menyoroti bahwa tarif khususnya mobil akan mengganggu rantai pasok dan mengakibatkan harga yang lebih tinggi, permintaan yang lebih rendah, dan pilihan yang lebih sedikit bagi konsumen AS. Selain itu, kenaikan biaya produksi pada akhirnya memaksa banyak perusahaan untuk mengalihkan beban ke konsumen, atau dalam beberapa kasus, menghentikan investasi baru akibat ketidakpastian kebijakan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun