Mohon tunggu...
Nathan Chang
Nathan Chang Mohon Tunggu... Pelajar Sekolah - Pelajar

-

Selanjutnya

Tutup

Hobby

Seorang Timur Berjiwa Barat

1 Oktober 2021   18:54 Diperbarui: 1 Oktober 2021   18:56 173
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Hobi. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Rawpixel

Kebudayaan tiap wilayah adalah berbeda, bahkan antar suku dalam suatu desa dapat memiliki budaya yang jauh berbeda. Perbedaan budaya akan mengubah semua perilaku dan kehidupan sehari - hari seseorang. Akan bagaimana membandingkan budaya suatu negara dengan yang lainnya? Pastinya sangat berbeda atau bahkan bertolak belakang. 

Hal inilah yang dialami oleh Hanafi, ia bersekolah di Betawi yang kental dengan budaya Belanda. Hanafi berpikir bahwa budaya Barat lebih cocok untuknya daripada budaya tempat ia lahir. 

Hanafi menjadi membenci budayanya sendiri dan fakta bahwa ia merupakan seorang pribumi. Novel "Salah Asuhan" karangan Abdoel Moeis dipenuhi oleh perbedaan dan konflik yang dihadapi dengan adanya perbedaan kebudayaan.

Judul: Salah Asuhan

Penulis : Abdoel Moeis

Penerbit: PT Balai Pustaka


Cetakan : 39, 2010

Tebal: 273 halaman

ISBN: 979-407-064-5

Hanafi merupakan seorang laki - laki pribumi kelahiran Solok, Sumatera Barat. Sejak lahir ayah Hanafi telah meninggal yang mengharuskan ibu Hanafi bertanggung jawab atas kehidupan mereka. 

Paman Hanafi, Sutan Batuah merupakan seorang guru yang pada saat itu merupakan pekerjaan yang terpandang. Ia tidak keberatan membiayai pendidikan Hanafi, selain itu kepintaran Hanafi membuatnya ingin menjodohkan Hanafi dengan anaknya. Hanafi disekolahkan di sekolah Belanda yang berada di Betawi dengan harapan mendapatkan pendidikan yang baik. 

Gaya dan budaya Belanda sangat berbeda dengan budayanya di Solok. Hanafi lebih mengagumi budaya Eropa karena menurutnya kebudayaan ini lebih maju daripada budayanya sendiri yang dianggapnya kampungan dan tertinggal. 

Hanafi merasa malu dengan dirinya yang merupakan seorang pribumi. Ia bahkan lebih senang dipanggil Han daripada Hanafi. Setelah lulus sekolah Hanafi langsung mendapat pekerjaan sebagai pegawai pemerintahan Belanda dengan pangkat tinggi.

Hanafi suka pada seorang perempuan keturunan Perancis Indonesia yang bernama Corrie. 

Kehidupan mereka berjalan baik layaknya teman, Hanafi juga sudah dekat dengan ayahnya. Konflik dimulai setelah Ayah dari Corrie tahu bahwa ternyata Hanafi mencintai anaknya. 

Ayah Corrie yang merupakan seorang Perancis tahu bahwa menikah dengan pribumi tidak mudah, ia dijauhkan oleh keluarganya dan tidak diterima di kedua pihak saat menikahi istrinya yang merupakan pribumi. 

Setelah mendengar hal tersebut Hanafi merasa frustasi dan jatuh sakit karena tidak dapat memiliki Corrie apalagi dengan alasan dirinya yang pribumi. Hanafi pun disarankan ibunya untuk menikahi sepupunya, Rapia yang sudah dijodohkan pamannya dari kecil. 

Hanafi pun semakin marah dan kecewa karena tahu bahwa ia dibesarkan dan dibiayai sekolahnya hanya untuk dijodohkan. Hanafi pun berniat untung menggantikan semua uang sekolah yang dikeluarkan pamannya untuk membatalkan pernikahan. 

Namun menurut ibunya, membayar hutang bukan hanya mengenai uangnya. Apalagi Rapiah tidak disekolahkan tinggi - tinggi karena pamannya lebih fokus pada sekolah Hanafi dan menganggap perempuan anak pejabat tidak perlu sekolah tinggi - tinggi.

Akhirnya dengan terpaksa Hanafi mau menikahi Rapiah, namun dengan syarat pernikahannya tidak dilaksanakan secara adat Solok. Setelah menikah pun kehidupan Hanafi dan Rapiah tidak berjalan baik, Hanafi sering memperbudak dan memarahi Rapiah. 

Anak dari mereka berdua yang bernama Syavei juga tidak mendapat kasih sayang dari Hanafi. Nasihat dari ibu Hanafi pun tidak didengarnya, tetapi malah membalas dengan cemoohan. 

Suatu hari, Hanafi digigit anjing yang ternyata terkena Rabies. Karena keterbatasan medis di Solok, akhirya Hanafi dikirimkan kembali ke Betawi untuk berobat. Sesampainya di Betawi, Hanafi ketemu kembali dengan Corrie dan Corrie cerita kalau ayahnya sudah meninggal. 

Hanafi pun berpikir kalau ia memiliki kesempatan untuk menikahi Corrie. Akhirnya, Hanafi menulis surat untuk dikirim ke Solok yang berisi bahwa ia akan menceraikan Rapiah dan berniat untuk tidak kembali lagi ke Solok. 

Hanafi bahkan meminta kantornya agar ia dapat dipindahkan tugas di Betawi. Karena kebenciannya terhadap pribumi Hanafi membuat petisi untuk mengganti statusnya menjadi warga negara eropa dengan nama Christiaan Han. 

Hanafi dan Corrie menikah secara diam - diam karena takut dikucilkan oleh teman - teman mereka. Namun akhirnya teman mereka pun tahu mengenai pernikahan mereka. 

Oleh sebab itu mereka dikucilkan dari masyarakat yang menyebabkan pernikahan mereka tidak berjalan mulus. Mereka jadi sering bertengkar karena situasi yang sulit tersebut menekan mereka berdua. Masalah semakin panas saat Hanafi menuding Corrie selingkuh. Corrie langsung marah dan meminta Hanafi untuk bercerai. 

Corrie pergi meninggalkan Hanafi ke Semarang, yang juga disusul oleh Hanafi. Hanafi berniat untuk minta maaf agar hubungan mereka dapat membaik. Namun sayangnya Corrie tetap pada pendiriannya. 

Selang beberapa waktu Corrie dikabarkan meninggal karena penyakit kolera yang kronis. Hal ini membuat Hanafi semakin hancur dan bingung melakukan apa - apa, kehidupan Hanafi menjadi kosong. 

Hanafi pernah memutuskan untuk kembali ke Solok untuk menemui anaknya, namun hal ini ditolak oleh mertuanya setelah perbuatannya pada Rapiah. Hanafi pun memutuskan untuk bunuh diri karena merasa kehidupannya sudah tamat. 

Mendengar hal ini Ibu Hanafi mengunjunginya dan melihat kondisi anaknya yang sudah parah. 

Dokter sudah tidak dapat menyembuhkan tubuh Hanafi. Akhirnya pun Hanafi meminta maaf pada ibunya atas semua dosa yang telah ia perbuat dan meninggal dalam jabatan tangan dengan ibunya.

Beberapa hal yang bisa diambil dari novel ini yaitu menghargai budaya kita sendiri meski belajar kebudayaan luar, penjodohan tidak baik karena tidak ada rasa suka yang bisa berakibat perceraian, dan berperilaku hormat pada orang tua. Novel ini memiliki alur maju mundur terlihat dari dimulainya novel ini dengan percakapan antara Hanafi dan Corrie. Novel ini memiliki sudut pandang orang ke-3 dengan adanya kata ganti nama.

Tokoh dan Penokohan:

- Hanafi: Keras kepala, sombong, dan berpikiran maju.

- Ibu Hanafi: Sabar dan pemaaf

- Sutan Batuah: Mudah berbagi

- Rapiah: Rendah hati

- Corrie: Pantang menyerah

- Ayah Corrie: Perhatian terhadap anaknya

Novel "Salah Asuhan" berisi banyak sekali nilai budaya yang bisa didapatkan oleh pembaca. 

Diberikan bagaimana perbedaan kebudayaan Indonesia dan Eropa yang pada cerita ini adalah Belanda. Novel ini cocok untuk dibaca orang yang ingin mempelajari budaya dan menyukai genre drama romansa. 

Drama dan konflik Hanafi sebagai seorang pribumi yang mengikuti budaya dan gaya Barat dijelaskan dengan lengkap dan menarik. Sayangnya, buku ini kurang menjelaskan kehidupan Hanafi saat ia bersekolah di Betawi sehingga kurang tahu apa yang mempengaruhinya sangat membenci budaya Indonesia dan membanggakan budaya Eropa.

Mengenai Abdoel Moeis

Abdoel Moeis memulai karirnya sebagai klerk di Departemen Onderwijs en Eredienst atas bantuan Mr. Abendanon yang saat itu menjabat sebagai Direktur Pendidikan. Namun pengangkatannya itu tidak disukai oleh karyawan Belanda lainnya. 

Setelah dua setengah tahun bekerja di departemen itu, ia keluar dan menjadi wartawan di Bandung. Pada tahun 1905, ia diterima sebagai anggota dewan redaksi majalah Bintang Hindia. Kemudian ia sempat menjadi mantri lumbung, dan kembali menjadi wartawan pada surat kabar Belanda Preanger Bode dan majalah Neraca pimpinan Haji Agus Salim. 

Pada tahun 1913 ia bergabung dengan Sarekat Islam, dan menjadi Pemimpin Redaksi Harian Kaoem Moeda. Setahun kemudian, melalui Komite Bumiputera yang didirikannya bersama Ki Hadjar Dewantara, Abdoel Moeis menentang rencana pemerintah Belanda mengadakan perayaan peringatan seratus tahun kemerdekaan Belanda dari Perancis. Tahun 1917, ia dipercaya sebagai utusan Sarekat Islam pergi ke negeri Belanda untuk mempropagandakan komite Indie Weerbaar.

 Dalam kunjungan itu, ia juga mendorong tokoh-tokoh Belanda untuk mendirikan Technische Hooge School -- Institut Teknologi Bandung (ITB) di Priangan. Pada tahun 1918, Abdoel Moeis ditunjuk sebagai anggota Volksraad mewakili Central Sarekat Islam. 

Bulan Juni 1919, seorang pengawas Belanda di Toli-Toli, Sulawesi Utara dibunuh setelah ia berpidato di sana. Abdoel Moeis dituduh telah menghasut rakyat untuk menolak kerja rodi, sehingga terjadi pembunuhan tersebut.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hobby Selengkapnya
Lihat Hobby Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun