Mohon tunggu...
Nathan Bulang
Nathan Bulang Mohon Tunggu... Petani - Perang Kefanaan

Pengembara

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Polemik Ranperda Sumba Barat

7 Juli 2019   14:44 Diperbarui: 7 Juli 2019   15:15 74
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Kampung Tarung Waikabubak(Liputan6)

Rancangan Peraturan Daerah (Raperda) Budaya Hidup Hemat diusulkan oleh Bupati Sumba Barat, Drs. Agustinus Niga Dapawole sejak tahun 2017, dan ditahun tahun 2019 ditolak oleh DPRD Kabupaten Sumba barat. Raperda ini singkatnya bertujuan untuk membatasi banyaknya hewan kurban dalam pesta adat budaya sumba yang dinilai pemerintah terlalu boros.

Saya coba mengikuti perkembangan Rancangan Peraturan Daerah (Ranperda) Budaya Hidup Hemat yang diusulkan oleh Bupati Sumba Barat, sejak tahun 2017 meski sebelumnya sudah ada wacana terkait Ranperda ini.

Ranperda Hidup Hemat ini juga sudah dibedah dalam forum ilmiah yang dilakukan oleh Ikatan Pemuda Pelajar Mahasiswa Laboya (IPMALAYA) Sumba barat - Kupang dan juga pernah saya berdebat panjang dengan ayah saya terkait pro kontra perda Hidup Hemat ini.

Saya coba share beberapa poin penting berdasarkan pemahaman saya selama mengikuti perkembangan Ranperda ini.

Poin utamanya adalah Sasaran dan batasan serta parameter pelaksanaan Ranperda ini tidak jelas.

Entah saya yang kurang informasi atau tidak, saya tahu persis meski katanya sudah disosialisasikan, sasaran Ranperda Budaya Hidup Hemat tidak dirumuskan. Meski diskusi dialektika yang beredar ditengah masyarakat bahwa Budaya Hidup Hemat ini ditujukan untuk mengurangi pemotongan hewan dalam acara adat demi mengdongkrak ekonomi masyarakat.

Pertanyaannya adalah apakah pemborosan satu-satunya yang dilakukan masyarakat adalah 'tunnu teba' (Pesta adat karena peristiwa tertentu) dalam istilah orang sumba?. Lalu bagaimana dengan jenis pemborosan lain, misalnya orang cina yang berada di wilayah sumba barat yang berpesta pora bahkan kalau di kalkulasikan kedalam rupiah bahkan melebihi rupiah dalam 'tunnu teba'.

Disini terlihat bahwa Ranperda ini tidak mengakomodir semua kalangan dan tidak memiliki batasan yg jelas Budaya Hidup Hemat apa yang dimaksudkan, sedangkan banyak sekali jenis pemborosan lain selain 'tunnu teba'.

Misalnya saja biaya studi banding DPRD Sumba Barat yang terlalu besar sedangkan hasil studi banding tersebut dampaknya tidak sebesar biaya yang dikeluarkan. Apakah ini tidak masuk dalam kategori pemborosan dalam tubuh birokrasi itu sendiri ?, lalu mengapa tidak diakomodir juga dalam Ranperda Budaya Hidup Hemat?.

Anehnya, kehadiran Ranperda ini semata-mata untuk mendidik masyarakat untuk membudayakan hidup hemat dalam pergelaran adat budaya, lalu pemerintah sendiri yang mempraktekkan hidup boros dalam kemewahan, boros menggunakan uang negara yang diperas dari keringat rakyat, sudah boros Korupsi lagi untuk menghabiskan uang rakyat.

Sudahlah Bupati Sumba Barat, didik dulu bawahanmu untuk membudayakan hidup hemat dengan menggunakan anggaran seefektif mungkin dsn tidak korupsi, tanpa mencampuri kehidupan privat rakyatmu.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun