Mohon tunggu...
Nathan Bulang
Nathan Bulang Mohon Tunggu... Petani - Perang Kefanaan

Pengembara

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Agama Marapu Sumba, NTT Bersama Kepercayaan Lokal Lain di KTP

14 November 2017   10:24 Diperbarui: 15 November 2017   10:48 4347
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Sehingga keputusan MK ini menjadi peluang tercapainya kesetaraan dalam kehidupan berbangsa, kebebasan dalam memeluk dan menjalankan agama masing-masing warga negara. keputusan MK ini yang sudah disetujui oleh Mendagri dan Menkum HAM bersifat final dan mengikat. Namun keputusan ini menuai tanggapan yang bervariasi.

Seperti dilansir dari jawapos.com Persekutuan Gereja-Gereja Indonesia (PGI) menyambut baik putusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang mengabulkan uji materi Undang-Undang (UU) Administrasi Kependudukan terkait pengakuan aliran kepercayaan. PGI menilai putusan itu merupakan langkah maju negara dalam keadaban bangsa dan negara.

Namun, ada juga pihak yang tidak setuju soal putusan ini, salah satunya datang pihak Ormas Muhammadiyah. Seperti dilansir dari tiro.id bahwa Ketua Bidang Tarjih, Tajdid, dan Tabligh PP Muhammadiyah Yunahar Ilyas menyatakan pihaknya mempertanyakan alasan MK mengabulkan gugatan pemohon terkait diperbolehkannya penghayat kepercayaan untuk mencantumkan alirannya dalam kolom agama di KTP. Menurut Ormas ini para penghayat kepercayaan tidak harus mencantumkan kepercayaannya dalam KTP dan KK karena aliran kepercayaan ini bukanlah agama melainkan 'penghayatan kepercayaan' saja.

Pada tulisan ini saya mencoba mengungkap tantangan bersama permasalahan di balik peluangnya mengenai keputusan MK ini, khususnya aliran kepercayaan Marapu di pulau sumba - NTT. Adapun beberapa masalah utama yang dihadapi oleh penganut agama marapu :

1. Kepercayaan marapu tidak terorganisir

Kepercayaan marapu dipulai sumba tidak terorganisir. Masyarakat sumba sebagai penganut marapu menjalankan ritual keagamaannya terjadi begitu saja tanpa ada organisasi yang mewadahi kepercayaan ini. Namun secara umum seluruh ritual dan urusan menyangkut marapu di pandu oleh tua adat atau yang disebut Rato. Tetapi secara keseluruhan didaratan Sumba setiap wilayah (kampung adat) memiliki rato masing-masing. Ini menjadi tantangan utama bagi penganut ini untuk mendirikan organisasi yang bisa mewadahi dan mengakomodir semua Rato beserta para penganutnya.


2. Tidak teradministratif

Marapu juga mengalami tantangan soal urusan administrasi, Khususnya aturan-aturan keagamaan. Selama ini aturan dan hukum agama ini hanya diwariskan secara lisan tanpa tertulis. Jadi, untuk aturan hidup, hukum dan sanksi agama ini tidak tertulis. Selain itu, urusan administrasi lainnya seperti surat menyurat tidak ada. Semua urusan keagamaan hanya terjadi begitu saja menurut kebiasaan yang diturunkan oleh moyangnnya. Misalnya ketika nikah menurut adat marapu, tidak ada surat nikah. Karena memang kepercayaan ini tidak terorganisir.

3. Implikasinya terhadap pendidikan

Dalam kurikulum yang diterapkan dalam pendidikan, ada mata pelajaran agama yang harus diajarkan pada siswa, sebagai bentuk pengamalan sila pertama. Nah, tantangan yang di hadapi agama marapu adalah materi ajar yang akan diajarkan pada siswa yang beragama marapu. Sedangkan konsep keilmuan agama marapu, tidak tersistematis sesuai sistematika kebenaran keilmuan. Hal ini sekali lagi akar masalahnya adalah seluruh konsepsi keagamaan tidak tertulis dan hanya diwariskan secara lisan.

4. Kalenderium yang berbeda

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun