Mohon tunggu...
Nathan Bulang
Nathan Bulang Mohon Tunggu... Petani - Perang Kefanaan

Pengembara

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Agama Marapu Sumba, NTT Bersama Kepercayaan Lokal Lain di KTP

14 November 2017   10:24 Diperbarui: 15 November 2017   10:48 4347
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Seperti dilansir dari tirto.id Mahkamah Konstitusi (MK) yang di ketuai Arif Hidayat akhirnya mengabulkan permohonan uji materi terkait ketentuan pengosongan kolom agama di KTP dan KK dengan nomor perkara 97/PUU-XIV/2016 yang diajukan oleh beberapa penganut kepercayaan yang ada di Nusantara.

Dalam putusan ini MK mengabulkan permohonan keempat pemohon penghayat kepercayaan, yaitu pemohon I dari kepercayaan marapu pulau sumba, pemohon II dari kepercayaan Parmalim dari sumatera Utara, pemohon III dari kepercayaan ugamo bangsa batak medan, sumatera Utara dan pemohon IV dari kepercayaan sapto darmo pulau jawa (dikutip dari salinan putusan MK pada web www.mahkamahkonstiusi.go.id)

Kini pemerintah mengizinkan masyarakat khusus penganut aliran kepercayaan untuk  mencantumkan agama kepercayaan yang selama ini belum diakui secara nasional. Menurut Ketua MK Arief Hidayat beralasan para pemohon memiliki kedudukan hukum untuk mengajukan permohonan dan pokok permohonan beralasan menurut hukum.

Seperti yang saya lansir dari salinan keputusan MK, bahwa dasar utama keputusan ini adalah kebebasan warga Indonesia untuk memeluk dan mengamalkan agamanya sesuai keyakinannya.

Menurut MK dalam putusan ini selama ini terjadi diskrimasi terhadap penganut aliran kepercayaan ini karena mereka harus di 'paksakan' untuk memilih salah satu agama yang diakui secara nasional untuk kepentingan administratif kenegaraan. Padahal agama nasional tersebut merupakan agama hasil 'impor' dari luar. Lalu lantas mengapa harus mengabaikan kepercayaan asli Indonesia ?

Bahkan menurut kesaksian para pemohon bahwa mereka mendapat diskriminatif dari politik kenegaraan oleh pemerintah sendiri. Sebut saja misalnya dari penganut aliran kepercayaan marapu dari Sumba bahwa demi pemenuhan kebutuhan politik tersebut mereka harus berbohong mengakui salah satu agama yang diakui negara, padahal dalam praktik keseharian mereka tetap mempertahankan eksistensi Marapu sebagai agama mereka.

Kebijakan yang pemerintah terapkan selama inipun tidak mempan terhadap masalah yang kaum penganut kepercayaan ini alami. Dimana bagi penghayat kepercayaan kolom agama di tandai dengan tanda strep (-) ataupun dikosongkan.

Kebijakan inipun menuai konsekuensi diskriminatif dimana mereka terkadang dianggap tak beragama, atheis dan juga mereka dianggap tidak mengamalkan pancasila khususnya sila pertama. Sehingga mereka kesulitan mengakses layanan publik dan dikesampingkan dalam kepentingan publik misalnya ditolak kerja, ditolak sekolah dan lain sebagainya.

Sesungguhnya agama kepercayaan lokal ini sudah ada sejak sebelum indonesia merdeka. Dan bisa dikatakan bahwa agama kepercayaan lokal ini yang membentuk prinsip dasar Ketuhanan Yang Mahasa Esa  dan menjadi spirit spiritualis utama dan membentuk NKRI ini. Karena agama luar masuk setelah penjajahan.

Justru para kaum penghayat kepercayaan inilah yang menjaga dan memelihara eksistensi kebudayaan lokal dari pangaruh kebudayaan luar. Bahkan jiwa ke -Tuhanan bangsa Indonesia yang sekarang sudah menjadi dasar negara Indonesia dibentuk dari penghayat ini.

Hanya saja kekuatan ilahi yang mereka percayai, mereka bahasakan sesuai kepercayaan mereka, tidak dengan bahasa modern sekarang yang sebut dengan kata 'Tuhan', 'Allah', dan lainnya. Misalnya agama Marapu di Sumba menyebut kekuatan Ilahi ini sebagai 'Mori' yang mengarah pada konsep ke -Tuhan-an. Mereka menyebut 'Mori' ini sebagai 'Kama woli, kama rawi' dalam bahasa Lamboya - sumba barat yang artinya pemelihara dan pencipta.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun