Perkembangan zaman tentu telah membawa banyak perubahan pada kehidupan. Entah itu yang awalnya se-simpel mata pencaharian makanan yang semakin beragam karena banyak sumber yang bisa ditemukan, atau hal-hal yang bisa dikatakan cukup kompleks seperti mata uang. Dulunya, ketika seseorang ingin membeli sesuatu, karena belum ada sistem keuangan yang mengaturnya, mereka masih menggunakan sistem kebersamaan berupa sistem barter di mana satu pihak dan pihak lainnya akan bertukar barang yang nilainya serupa dengan nilai barang yang akan ditukar. Namun, bagaimana hal-hal seperti ini dapat berkembang di masa depan sehingga ada sistem keuangan atau moneter seperti yang kita ketahui sekarang ini? Artikel ini akan membahas lebih lanjut terkait masalah tersebut.
Sebelumnya, sistem moneter internasional itu apa, sih? Sistem moneter internasional sendiri merupakan sebuah sistem yang secara global mengatur bagaimana cara pembayaran untuk transaksi antarnegara. Sistem ini lah yang menjadi alasan mengapa bisa ada nilai tukar uang diterapkan dan juga apa saja hal yang dapat memengaruhi nilai dari mata uang tersebut. Pada dasarnya, hampir semua negara memiliki mata uang yang berbeda, tidak sama lagi seperti dulu yang tidak memikirkan bagaimana nilai dari barang tersebut. Namun, sekarang ini, mata uang lebih dinilai dari bagaimana ekonomi maupun pemerintah itu sendiri memengaruhi nilai mata uangnya. Apabila sistem moneter internasionalnya bagus, maka tentu perdagangan dan investasinya secara global akan berjalan dengan baik. Pun sebaliknya, apabila tidak bagus, maka segala hal yang berbau ekonomi global akan terasa lebih sulit ketika dijalankan. Dari zaman standar emas hingga abad ke-20 sekarang ini, sistem moneter internasional telah mengalami banyak perubahan karena adanya gejolak ekonomi yang terjadi secara menyeluruh di berbagai pediode. Sehingga hal tersebut memengaruhi mata uang negara-negara yang terkena dampaknya.Â
1. Sistem Standar Emas (1870-1914)
Sistem standar emas (gold standard)Â adalah sistem moneter internasional yang berlaku sampai terjadinya Perang Dunia I. Apabila dibandingkan dengan periode yang lain, dihitung sekitar 44 tahun. Sistem ini mengharuskan negara bergantung dengan perdagangan pasar dalam ekonomi. Inggris menjadi negara pertama yang menetapkan standar emas dengan menetapkan nilai pound sterling berdasarkan emas. Karena di saat yang bersamaan, dengan berkembangnya industri di Inggris dan juga perdagangan global pada masa itu, maka masyarakat internasional pun percaya dengan nilai yang dimiliki emas. Hal inilah yang menjadi pemantik mengapa emas bisa mahal sampai saat ini. Kepercayaan ini pun semakin meningkat dengan adanya penemuan tambang emas di Amerika dan Afrika Utara, sehingga terciptalah sistem moniter ini dalam skala internasional.
Dalam sistem standar emas ini, adapun dua ciri utama dari penerapan sistem ini di negara-negara yang ada di dunia pada akhir abad ke-19, yaitu; 1) Orang bisa bebas mengimpor dan mengekspor emas, dan 2) Persediaan serta uang kertas yang beredar cukup dijamin oleh cadangan emas. Kebebasan orang untuk beli dan jual emas, baik di dalam negeri maupun dari/ke luar negeri, menunjukkan bahwa negara-negara yang menganut sistem ini punya nilai tukar tetap. (Sumarni, 2023). Sistem ini terus berlangsung secara lancar hingga Perang Dunia I mengganggu prosesnya. Pada tahun 1914 sampai 1994, Perang Dunia I secara penuh mengakhiri sistem standar emas klasik. Periode antara kedua perang dunia ini menciptakan kekacauan dari segi perdagangan dan masalah keuangan internasional. Dikarenakan ketegangan yang tercipta hampir ke seluruh penjuru negara, maka mata uang berdasarkan emas ini akan memengaruhi banyak dalam segi ekonominya. Maka, terjadilah peristiwa di mana nilai mata uang naik dan turun hingga tahun 1925.Â
Sistem ini terbilang cukup bertahan lama, maka orang-orang yang merasa bahwasannya sistem ini sangat efektif dalam menjalankan sistem ekonominya berusaha dalam mengembalikan sistem emas klasik ini kembali. namun, usaha-usaha tersebut tidak mendapatkan hasil. Sehingga sistem ini dinyatakan sudah runtuh pada tahun 1991. Setelah masa ini, bisa dikatakan keadaan ekonomi negara-negara secara internasional menurun sehingga terjadi devaluasi atau kecenderungan pengangguran. Hal ini terjadi karena negara kerap melakukan ekspor pengangguran entah dari tarif, kuota, bahkan sampai pengawasan nilai tukar. Masalah ini baru dapat diatasi sepenuhnya ketika negara-negara bersiap kembali untuk Perang Dunia II (Edwin Ronaldo, 2014).
2. Sistem Bretton Woods (1944-1973)
Periode ini diawali dengan adanya Perjanjian Bretton Woods yang ditandatangani. Dalam sejarahnya, sistem Bretton Woods mulai berakar semenjak berakhirnya sistem standar emas pada tahun 1930-an, ketika dunia sedang menghadapi devaluasi dari Perang Dunia I. Rentetan masalah-masalah ekonomi yang mendunia memicu adanya konferensi internasional di Bretton Woods pada tanggal 22 Juli 1994 dan diwakili oleh 44 negara. Adapun tujuan adanya konferensi ini agar diciptakan sistem moneter baru. Kemudian dilanjut dengan pendirian badan pengawas seperti IMF dan Bank Dunia untuk memperkuat pemberlakuan sistem.Â
Di perjanjian ini, setiap negara diwajibkan menetapkan nilai tukar mata uangnya didasarkan oleh sistem emas yang dulu--yakni dengan emas. Hanya saja, di sini negara-negara tidak diwajibkan untuk mengonversinya langsung. Maksudnya, negara-negara akan diminta untuk menjaga nilai-nilai tukar mata uang mereka dalam kisaran 1% dari nilai par dan melakukan intervensi jika diperlukan demi menjaga kestabilan kurs. Di sistem ini, sudah ada juga organisasi yang membantu dalam proses kestabilan tersebut, yakni IMF atau International Monetary Fund. Dalam prosesnya, IMF akan banyak berperan entah itu dalam meminjamkan uang kepada negara-negara yang kestabilannya turun, mendorong kerjasama moneter global, memfasilitasi perdagangan internasional, dan lain-lain. Secara singkat, IMF menjadi badan yang bertugas menangani kemiskinan atau ancaman ekonomi yang dapat mewabah ke seluruh dunia.
3. Sistem Nilai Tukar Mengambang (1973-sekarang)
Meskipun terlihat lebih teratur dan terencana, nyatanya sistem moneter Bretton Woods tidak meraih kepercayaan yang besar dari masyarakat internasional sebagaimana sistem standar emas terdahulu. Hal ini dipicu oleh runtuhnya sistem Bretton Woods yang ditandai oleh adanya penghentian konversi dolar AS ke emas pada 15 Agustus 1972, di mana tentu Amerika Serikat sendiri merupakan salah satu anggota yang menandatangani perjanjian tersebut. Dampaknya, nilai tukar dolar AS devaluasi dari yang awalnya 35 USD hingga 38 USD per ons emas. Kemudian semenjak tahun 1973, negara-negara anggota IMF pun diberi kebebasan untuk mengembangkan nilai tukar mata uang mereka. Terlepas hal tersebut, sebenarnya sistem ini tidak dapat dibilang mendunia karena masih banyak negara yang tidak menggunakan sistem moneter ini. Ada yang masih menggunakan sistem nilai tukar tetap seperti emas dan sebagainya, dan ada pula yang membuat variasi baru dengan menggabungkan atau memodifikasi kedua sistem tersebut.