Mohon tunggu...
Natasha Nurdin
Natasha Nurdin Mohon Tunggu... Freelance -

Pemimpi yang cinta damai. Blog: natashanurdin.blogspot.co.id

Selanjutnya

Tutup

Gaya Hidup Pilihan

Semakin Tahu, Semakin Sombong

15 September 2016   13:23 Diperbarui: 15 September 2016   13:46 650
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Gaya Hidup. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Rawpixel

Ada sebuah pepatah yang sering diajarkan pada saya saat duduk di bangku sekolah dasar:

“Seperti ilmu padi, makin berisi makin menunduk”

Pepatah ini memiliki arti, semakin tinggi ilmunya semakin rendah hatinya. Intinya, jika anda pandai, maka janganlah menjadi orang yang sombong. Saya tak pernah lupa, betapa seringnya guru-guru di sekolah saya dulu mengutip pepatah ini, baik saat mengajar, berpidato, ataupun berceramah. Pepatah ini seriring sejalan dengan nasehat-nasehat yang diberikan orang tua di rumah. Jangan sombong! Selalu rendah hati!

Namun, semakin bertambah umur saya, semakin hilang pula nilai-nilai “ilmu padi” dalam diri saya. Bagi saya, kepintaran dan kecerdasan menjadi tolak ukur wibawa seseorang. Semakin pintar ia, semakin dihormati pula dirinya. Semakin cerdas ia, semakin dihargai oleh masyarakat. Pada akhirnya, “penghormatan” dan “penghargaan” menjadi nilai yang begitu saya agungkan.

Seringkali saya merasa congkak bila bertemu orang-orang yang saya anggap tidak lebih hebat dari saya. Saya bisa merasakan, begitu nikmatnya melihat tatapan orang yang terkesima saat berbagi pengetahuan yang saya miliki, namun belum mereka miliki. Saya sangat menikmati decak kagum dan pujian-pujian yang datang dari mereka. Semakin mereka memuji, semakin tinggi pula tubuh ini terbang membumbung angkasa.

Puaskah saya? Tidak. Saya masih haus akan pujian dan penghormatan. Bermodalkan sedikit pengetahuan yang saya miliki, saya coba selipkan “pengetahuan” ini di setiap argumen ketika berbincang dengan teman atau sahabat agar saya terlihat cerdas. Maka pada akhirnya, bukan ilmu lah yang saya dapat, tapi kesombongan. Saat saya merasa sombong dan berada jauh di atas teman-teman yang lain, hasrat saya untuk menambah pengetahuan semakin berkurang, bahkan tidak ada. Cukuplah sampai disini, pikir saya dalam hati.

Namun, lama kelamaan teman-teman saya mulai bosan dengan ocehan “cerdas” saya. Mereka bosan dengan argumen yang itu-itu saja, dan akhirnya saya lah yang tertinggal jauh di belakang mereka. Ada apa ini? Apa yang salah dari saya? Saya tidak punya teman lagi, mereka meninggalkan saya jauh di belakang.

Di balik kesendirian dan kesepian karena tidak memiliki teman, saya lebih sering membuka media sosial. Melihat teman-teman yang dulu saya kenal telah menjadi orang sukses dan saya hanya “begini-begini saja”, membuat saya iri dan semakin depresi. Saya kembali bertanya-tanya, apa yang kurang dari diri saya?

Pada titik ini, saya sadar. Saya terlalu sombong. Saya merasa paling hebat. Persis seperti katak dalam tempurung. Mengingat hal-hal yang dulu saya lakukan, saya malu sendiri. Betapa bodohnya saya. Baru tahu sedikit, sudah merasa tahu segala-galanya. Sekarang saya siapa? Orang hebat? Orang terkenal? Orang terhormat? Saat ini, saya bukanlah siapa-siapa.

Di balik kesendirian dan kesepian karena tidak memiliki teman, saya lebih sering membuka media sosial. Melihat teman-teman yang dulu saya kenal telah menjadi orang sukses dan saya hanya “begini-begini saja”, membuat saya iri dan semakin depresi. Saya kembali bertanya-tanya, apa yang kurang dari diri saya. Pada titik ini, saya sadar. Saya terlalu sombong. Saya merasa paling hebat. Persis seperti katak dalam tempurung. Mengingat hal-hal yang dulu saya lakukan, saya malu sendiri. Betapa bodohnya saya. Baru tahu sedikit, sudah merasa tahu segala-galanya. Betapa cepatnya saya melupakan "ilmu padi" yang sering diajarkan guru di sekolah dan orang tua di rumah. Sekarang saya siapa? Orang hebat? Orang terkenal? Orang terhormat? Saat ini, saya bukanlah siapa-siapa.

Semoga dengan kesadaran ini, saya akan bisa menanamkan dan menumbuhkan kembali filosofi "ilmu padi" dalam diri ini dalam kehidupan saya sehari-hari. Apalah arti sebuah kesombongan jika ilmu yang kita miliki hanya sebatas permukaan luarnya saja, tidak didalami. Kesombongan hanya milik Tuhan semata, dan kesombongan tanpa ilmu ini, pada akhirnya membuat kita menjadi "badut".

Mohon tunggu...

Lihat Konten Gaya Hidup Selengkapnya
Lihat Gaya Hidup Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun