Mohon tunggu...
Iin Parlina
Iin Parlina Mohon Tunggu... pegawai negeri -

Pelajar Kehidupan...\r\nBerdoa sepenuh hati dan Bekerja sepenuh jiwa.\r\nBiarkan semesta bekerja dan Lihatlah bagaimana Tuhan menjelma dengan Indah.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Perempuan-perempuan Tangguh

10 Maret 2011   11:19 Diperbarui: 26 Juni 2015   07:54 152
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Setiap sekitar jam 7 pagi saya melihat mereka beramai-ramai menaiki satu truk yang telah dipenuhi sesak oleh penumpang. Mereka selalu saling tolong menolong ketika akan menaiki truk, tidak menggunakan tangga tetapi teman yang telah berada diatas truk duluan akan mengulurkan tangan mereka untuk menarik tangan teman yang masih dibawah sehingga lebih mudah menaiki truk tersebut. Ada juga sebagian dari mereka mencoba menaiki truk dengan menopangkan kedua tangan dipinggir bak truk terus berusaha melompat ke atas truk untuk segera bergabung dengan teman-teman lainnya. Saya sering untuk jangka waktu yang cukup lama menatap wajah mereka yang berdesakan berdiri di atas truk ketika truk berjalan perlahan membawa mereka pergi entah kemana. Ada kepiluan yang hadir dihati saat bayang-bayang mereka semakin menghilang dari pandangan mata ini.

Pada sekitar pukul 5 sore, saya pun sering memperhatikan mereka ketika satu persatu turun dari truk yang kembali membawa mereka pulang ke rumah dengan berbagai ekspresi tetapi selalu tersirat wajah kelelahan disana, dengan berpeluh keringat dan baju yang terselimuti oleh debu. Terkadang saya mendengar gelak canda dan tawa sesama mereka dan teriakan-teriakan kecil saling menggoda yang saya pikir itulah seni mereka untuk menghibur diri dari kepenatan kerja yang banyak menguras tenaga. Sesekali saya membuntuti langkah mereka pelan-pelan dengan sepeda motor, mengagumi langkah mereka yang selalu tegap tidak berbeda jauh ketika mereka berseliweran di pagi hari.

Mereka tidak memakai seragam, tetapi terdapat kesamaan pada pakaian yang mereka kenakan. Biasanya mereka mengenakan baju kaos atau kemeja berlengan panjang dan celana panjang. Mereka juga biasanya memakai sepatu boot yang berbahan plastik. Sebagian dari mereka ada yang memakai topi, dan ada juga yang mengenakan jilbab atau sekedar penutup wajah dengan kain handuk. Topi atau jenis penutup kepala lain yang selalu mereka pakai setiap hari mengindikasikan bahwa mereka bekerja di bawah terik matahari. Membawa tas ransel yang sudah mulai lusuh, yang terkadang saya menebak secara serampangan isi ransel mereka yang mungkin berisi air minum atau handuk atau bekal untuk makan siang atau malah peralatan-peralatan yang mereka gunakan saat bekerja.

Mereka pastinya adalah pekerja, yang kalau dilihat dari pakaian yang dikenakan bekerja di kebun-kebun milik perusahaan-perusahaan besar yang beroperasi entah di wilayah bagian mana dari tempat saya tinggal. Tidak juga pernah berani bertanya apakah mereka bekerja di perkebunan sawit atau perkebunan karet. Dan pekerjaan mereka pastinya menguras banyak tenaga, berpeluh dengan keringat yang membasahi tubuh serta harus bertahan melawan terik matahari yang semakin tidak ramah pada manusia. Saya juga yakin bahwa gaji yang mereka peroleh setiap bulannya tidak akan melebihi pendapatan orang kantoran. Bukankah terkadang status mereka seringkali hanyalah buruh harian perusahaan atau pekerja kontrak. Saya tidak yakin bahwa dalam bekerja mereka dilindungi oleh asuransi jaminan keselamatan kerja yang layak, bahwa keluarga mereka juga ditanggung asuransi kesehatan, dan akan memperoleh pesangon atau uang pensiun jika saatnya masa kerja berakhir.

Bahwa sebagian besar dari mereka adalah berjenis kelamin perempuan. Hidup mereka pastinya berlatar belakang keluarga menengah ke bawah dan cenderung berprekonomian sulit. Meninggalkan keluarga dari pukul 7 pagi hingga 5 sore bekerja keras untuk mencukupi kebutuhan hidup keluarga yang semakin berbiaya mahal. Biasanya, dengan budaya kental yang menganggap bahwa kewajiban untuk mengurus keluarga adalah ditangan perempuan, mereka pastinya sebelum dan sepulang dari kerja akan dibebani oleh pekerjaan-pekerjaan domestik rumah tangga seperti memasak, mencuci pakaian, membersihkan rumah dan melayani keperluan suami dan anak-anaknya. Bayangkan beban yang harus mereka tanggung secara fisik, syukur kalau mereka memiliki suami dan anak-anak yang pengertian dengan beban berat yang dipikul istri atau ibunya. Waktu 24 jam yag dianugerahkan Tuhan masih terasa kurang dirasakan oleh mereka. Terlihat sebagian besar dari mereka memiliki tubuh yang kurus akibat terlalu berat bekerja dan dengan tangan yang gempal karena rutinitas kerja berat yang setiap hari haris dilakoni.

Mereka adalah perempuan-perempuan tangguh yang menata hidup dengan penuh kerja keras. Wanita-wanita yang tegar menghadapi sulitnya kenyataan hidup tanpa bergantung pada orang lain. Insan-insan yang tabah menatap hidup walaupun dalam belenggu peliknya tuntutan hidup. Manusia-manusia yang sering dianggap lemah tetapi membuktikan kekuatan diri tanpa batas untuk berbakti kepada keluarganya. Orang-orang yang sering disepelekan keberadaannya dalam masyarakat tetapi menunjukkan ketinggian budi dengan memperjuangkan hidup tanpa mengemis atau membohongi orang lain. Makhluk-makhluk Tuhan yang seringkali terpinggirkan tetapi menjaga kehormatan diri mereka dengan tetesan keringat yang setiap butirnya akan dihitung Tuhan sebagai amal kebaikan.

Saya menemukan kebahagiaan tersendiri di hati setiap melihat mereka saling menyapa dengan senyum yang sumringah pada pagi hari saat menanti truk yang akan membawa mereka pergi. Saya juga merasakan kebahagiaan dijiwa ketika melihat mereka saling bercerita dan kemudian tertawa tergelak satu sama lain saat berjalan pulang menuju rumah masing-masing pada sore hari. Mungkin nuansa bahagia yang merasuk ke hati saya merupakan pancaran dari semangat hidup yang gigih dan ketulusan hati yang berlimpah milik mereka. Bukankah kebaikan yang tersimpan di hati akan selalu memancarkan cahaya kebahagiaan kepada orang lain tanpa harus saling mengenal terlebih dahulu.

Kamis, 10 Maret 2011

Iin Parlina, Pelajar Kehidupan

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun