Mohon tunggu...
Natalius Yodiawan
Natalius Yodiawan Mohon Tunggu... Mahasiswa - Fakultas Hukum Universitas Nusa Nipa

Nama saya Natalius Yodiawan. Saat ini saya menempuh pendidikan S1 Ilmu Hukum di Universitas Nusa Nipa. Hobi saya membaca dan menulis. Di blog ini saya membagikan artikel hukum berdasarkan apa yang telah saya pelajari.

Selanjutnya

Tutup

Hukum

Benarkah Satu Saksi Bukanlah Saksi?

30 April 2024   14:48 Diperbarui: 30 April 2024   17:17 94
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
sumber gambar: kompas.com

Dalam proses peradilan di Indonesia tentu tidak terlepas dari pembuktian saat di persidangan untuk membantu hakim dalam mencari kebenaran. Indonesia yang menganut sistem civil law menggunakan sistem pembuktian undang-undang secara negatif yang berarti hakim dalam mengambil Keputusan didasarkan pada undang-undang secara positif dan atas dasar keyakinan hakim berdasarkan alasan yang logis (conviction raisonee).

Untuk membantu hakim dalam mengambil Keputusan maka diperlukan alat bukti. Salah satu alat bukti sebagaimana termaktub di dalam pasal 184 ayat (1) KUHAP ialah keterangan saksi. Pasal 1 ayat (27) KUHAP, "keterangan saksi adalah salah satu alat bukti dalam perkara pidana yang berupa keterangan dari saksi mengenai suatu peristiwa pidana yang tidak selalu ia dengar sendiri, ia lihat sendiri dan ia alami sendiri".

Kata yang digarisbawahi ialah frasa yang ditambahkan setelah putusan MK No.65/PUU-VIII/2010, ini berkaitan dengan bunyi pasal 185 ayat (4) KUHAP yang pada intinya menyatakan bahwa saksi bukan hanya saksi fakta yang berada/di dekat lokasi saat kejadian, melainkan juga saksi yang mengungkapkan fakta-fakta lain(walaupun tidak berada/di dekat lokasi saat kejadian) yang ada hubungannya dengan kejadian tersebut.

Dalam hukum acara pidana dikenal adanya adagium yang populer yaitu "unus testis nullus testis". Adagium ini memiliki arti bahwa satu saksi saja tidak dapat dikatakan sebagai saksi.Tentunya ini akan berdampak pada kekuatan pembuktian saat di persidangan. Seperti yang termaktub di dalam pasal 185 KUHAP ayat (2) yang berbunyi "Keterangan seorang saksi saja tidak cukup untuk membuktikan bahwa terdakwa bersalah terhadap perbuatan yang didakwakan kepadanya".

Pertanyaan lanjutannya ialah bagaimana jika saksi yang dihadirkan merupakan saksi yang benar-benar merupakan saksi fakta yang berada/di dekat lokasi kejadian? Pasal 185 ayat (3) kemudian menambahkan bahwa "ketentuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) tidak berlaku apabila dengan suatu alat bukti yang sah lainnya".

Sehingga dalam prakteknya, seorang saksi bisa dihadirkan di persidangan tetapi harus diikuti dengan alat bukti yang lain. Kemudian saya coba mengandai-andai dan menambahkan, bagaimana jika saksi yang hadir ialah seribu orang tanpa adanya alat bukti yang lain apakah sah? Pasal 183 KUHAP mempertegas bahwa "Hakim tidak boleh menjatuhkan pidana kepada seorang kecuali apabila dengan sekurang-kurangnya dua alat bukti yang sah".

Sehingga, walaupun saksi yang dihadirkan berjumlah seribu orang, tetap dikatakan tidak sah karena alat buktinya masih terhitung satu.

Dengan demikian, seorang saksi saja namun dikuatkan dengan alat bukti yang lain ialah sah. Sehingga adagium yang mengatakan "satu saksi bukanlah saksi" tidak sepenuhnya benar sepanjang diikuti dengan alat bukti sah lainnya.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Hukum Selengkapnya
Lihat Hukum Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun