Payung Geulis Nailah : Warisan Budaya Tasikmalaya yang Mendunia
Dalam setiap helai kain yang dilukis dengan penuh ketelatenan, dalam setiap bambu yang dirangkai menjadi rangka payung, tersimpan cerita tentang cinta, ketekunan, dan semangat menjaga warisan. Itulah yang tergambar dalam keindahan Payung Geulis, seni kerajinan khas Tasikmalaya yang tak hanya memanjakan mata, tapi juga menyentuh nurani siapa saja yang mengenalnya.
Di tengah dunia yang semakin cepat berubah, warisan budaya seperti Payung Geulis tak jarang tersingkir. Generasi muda mulai melupakan, pasar mulai bergeser, dan tradisi mulai memudar. Namun, dari sebuah sudut kecil di Kampung Panyingkiran, sebuah harapan kembali tumbuh. Payung Geulis Nailah, sebuah usaha rumahan yang dibangun dengan hati oleh Ibu Susan, membuktikan bahwa warisan budaya bisa tetap hidup bahkan mekar dan menebar warna hingga ke mancanegara.
Lewat tulisan ini, mari kita menyelami kembali kisah Payung Geulis. Bukan hanya sebagai kerajinan, tapi sebagai warisan. Bukan sekadar benda, tapi sebagai identitas. Karena mungkin saja, kita sedang kehilangan hal-hal yang paling indah hanya karena tak sempat menengoknya lebih dekat.Â
Sejarah Payung Geulis: Jejak Warna dari Tanah Sunda
Namun, seiring berjalannya waktu, keberadaan Payung Geulis mulai meredup. Kehadiran produk pabrikan yang lebih murah, perubahan selera masyarakat, serta minimnya regenerasi pengrajin membuat Payung Geulis nyaris dilupakan. Dalam kondisi yang nyaris tenggelam inilah muncul sosok Ibu Susan, seorang perempuan sederhana dari Kampung Panyingkiran, Tasikmalaya, yang memiliki tekad kuat untuk melestarikan warisan ini. Pada tahun 2007, ia mendirikan usaha kerajinan dengan nama Payung Geulis Nailah, diambil dari nama putri tercintanya. Lewat usaha inilah Payung Geulis kembali berdenyut, hidup, dan bahkan dikenal hingga ke mancanegara.
Proses Produksi: Ketelatenan yang Menghidupkan Seni
Produksi dimulai dari pemilihan bambu yang tua dan kuat, kemudian dipotong, dikeringkan, dan dibentuk menjadi kerangka dengan sistem buka-tutup yang presisi. Setelah itu, bagian penjahitan dan pemasangan kain dikerjakan secara hati-hati, menggunakan bahan seperti kain singkong, organdi, hingga brukat, tergantung pada jenis dan kebutuhan pesanan. Begitu kain terpasang dengan rapi, proses pelukisan pun dimulai. Inilah bagian paling ikonik dari Payung Geulis—motif-motif bunga, dedaunan, burung, hingga ornamen khas Sunda dilukis manual oleh pelukis yang terampil dan berpengalaman.
Meski sebagian besar proses dikerjakan dengan tangan, ada juga inovasi yang diterapkan. Ibu Susan, pemilik Payung Geulis Nailah, bahkan menciptakan mesin khusus untuk membantu pembuatan pegangan payung dan bola-bola kecil sebagai hiasan. Mesin ini tidak mengurangi nilai seni dari payung, melainkan membantu menjaga konsistensi bentuk, terutama saat menerima pesanan dalam jumlah besar. Setelah semua bagian selesai, payung dirakit dan melalui tahap finishing agar tahan air dan kokoh saat digunakan maupun dipajang.