Kota Terlarang atau Forbidden City adalah kompleks istana kekaisaran Tiongkok kuno yang terletak di pusat kota Beijing. Dibangun pada awal abad ke-15, istana ini berfungsi sebagai kediaman resmi dan pusat pemerintahan dari 24 kaisar selama hampir 500 tahun. Kaisar Ming Chengzu (Zhu Di) adalah kaisar pertama yang mendiami istana, dan yang terakhir adalah Puyi, kaisar terakhir Dinasti Qing.
Mundur ke era kehidupan 24 kaisar, saya menarik kesimpulan bahwa tinggal di istana megah seperti Kota Terlarang tidaklah selalu indah. Justru hidup di istana penuh dengan ketidakpastian dan intrik.
Putra mahkota sejak dalam kandungan saja sudah mempunyai banyak saingan dan musuh. Di istana, percobaan pembunuhan adalah hal lumrah. Maka cerita tentang anak-anak kaisar selalu makan menggunakan sendok perak bukanlah isapan jempol. Sendok itu dipakai untuk mendeteksi racun yang biasa dicampur dalam makanan.
Berpergian ke mana pun hingga saat tidur, selalu ada yang bersiaga menjaga 24 jam. Anak-anak kaisar tentulah tidak bebas menentukan pilihan hidupnya sendiri. Sejak kecil mereka diajarkan berbagai aturan dan tanggung jawab menjaga kelangsungan dinasti.
Menikah dan memiliki putra pun ditentukan oleh kepentingan politik. Mayoritas pernikahan kaisar adalah pernikahan politik, meski ada juga yang menemukan cinta sejatinya dan menjadikannya selir. Kaisar selalu dikelilingi banyak wanita di istana demi memastikan lahirnya banyak putra untuk menjaga langgengnya dinasti.
Menjadi permaisuri dan selir kaisar bukan hanya dilihat dari kecantikannya. Para wanita yang hidup bersama kaisar harus melalui uji kelayakan ketat: akademik, strata sosial, keterampilan, keturunan, hingga kecakapan politik. Mereka juga harus paham protokoler istana, sehat jasmani dan rohani, tahan banting dari drama istana, serta tenang menghadapi gosip.
Mereka harus siap jika kaisar cepat berpaling hati ke wanita lain. Bibit, bebet, dan bobot sangat diperhitungkan. Apalagi permaisuri kelak akan melahirkan putra mahkota, mendapat kedudukan tinggi di istana, serta memengaruhi keputusan politik.
Para selir di istana memiliki tingkatan gelar. Mereka berpeluang merebut tahta permaisuri jika sang permaisuri gagal melahirkan putra mahkota atau meninggal dunia. Seperti halnya permaisuri, selir juga dipilih oleh partai politik, bangsawan, jenderal berpengaruh, atau anak kerajaan tetangga demi stabilitas politik. Namun, kadang kaisar sendiri menjadikan wanita yang dicintainya sebagai selir.