Mohon tunggu...
Nasrullah Mappatang
Nasrullah Mappatang Mohon Tunggu... Freelancer - Penulis lepas

Alumni Fakultas Sastra UNHAS dan Pascasarjana UGM - Pegiat Sekolah Sastra (SKOLASTRA) - Mahasiswa Doktoral/ PhD di University of Malaya, Malaysia.

Selanjutnya

Tutup

Seni

Lumbung sebagai budaya

6 Mei 2023   16:26 Diperbarui: 6 Mei 2023   19:31 344
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Begitu paparan penting yang penulis tangkap dari penjelasan para pembicara dari Indonesia ini. Eropa, dunia, seperti diajak belajar kepada budaya Indonesia perihal konsep dan praktik hidup satu ini: lumbung.

Lumbung dan aktivitas seni kolektif

Seorang peserta bertanya, apa pendapat / imajinasi pembicara mengenai "perang" yang sedang melanda Timur Eropa?

Jawabannya menarik.

"Selain perang itu mengerikan, dan pengalaman keluarga dan orang tua saya menjadi contoh untuk menjawabnya. Indonesia adalah cermin besar yang dijadikan gambaran tentang bagaimana perang itu membawa duka dan trauma", terangnya.

Konsep dan praktik lumbung, lagi dan lagi, dapat dibuat pembicara untuk menjawab perihal perang ini. Lumbung yang bekerja secara kolektif, dan menganut sistem redistribusi sumber daya, tak mengenal kompetisi. Dengan demikian, perang dapat dihindarkan dengan mengikis keserakahan berupa hasrat mengalahkan yang lain, sejak awal.


"Apatah lagi, perang untuk men-take over, atau merebut dan menguasai sumber daya, kekayaan suatu wilayah. Tak akan ada perang jika sistem kapitalisme neoliberal dapat diatasi dengan kolektivitas dan keinginan untuk berbagi secara sukarela dan riang gembira. Ini tawaran konsep dan praktik dari lumbung" tegasnya.

Dari relevansi itu, mengapa Ruangrupa dan Riwanua, lanjut para pembicara, menerapkan "kultur" atau kebiasaan riang gembira dan sebisa mungkin menyenangkan bagi seniman, peneliti, dan siapa saja yang beraktivitas di dalamnya. Sumberdaya berupa materi, pengetahuan, dan apapun itu dibagikan secara sukarela tanpa paksaan. Itulah praktik "lumbung" dalam kegiatan berkesenian. Aktivitas seni yang dikerjakan secara kolektif. 

Lumbung, mengajarkan dunia kehidupan sehari - hari dan dunia berkesenian akan arti sebuah kebersamaan. Tidak hanya dalam hal bekerja secara bersama, melainkan juga dalam hal menikmati hasil kerja dan juga membagikan hasil pekerjaan itu sendiri.

Dalam proses berjalannya kegiatan documenta 15, para seniman, akademisi, jurnalis dan beragam profesi lainnya bersama - sama menulis di majalah Lumbung. Ada dua edisi yang penulis berhasil dapatkan. Keduanya adalah edisi "panen" dan edisi "bagi". Kedua edisi menunjukkan bagaimana aktivitas panen dan berbagi masyarakat Indonesia dari berbagai wilayah geografis dan perbedaan latar identitas etnik dipraktikkan. Baik yang ada pada zaman dulu, maupun yang masih dipraktikkan hari ini. Sebuah aktivitas dokumentasi budaya secara kolektif yang sangat kaya.

Belajara dari Documenta 15, Riwanua, dan Ruangrupa

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Seni Selengkapnya
Lihat Seni Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun