Pertama, fokus pada substansi bukan pribadi. Dalam menanggapi suatu argumen, penting untuk tetap berfokus pada isi pernyataan dan bukan pada karakter individu yang menyampaikannya. Kritik harus diarahkan pada ide yang diajukan, bukan pada latar belakang atau status seseorang.
Kedua, memverifikasi pemahaman sebelum menyangga. Sebelum membantah suatu pernyataan, upayakan untuk memahami argumen secara utuh. Jika terdapat ambiguitas, tanyakan klarifikasi kepada lawan bicara daripada langsung membuat asumsi yang dapat mengarah pada distorsi.
Ketiga, mengembangkan kesabaran dan pengendalian emosi. Kesalahan berpikir sering kali terjadi ketika diskusi berlangsung dalam suasana emosional. Oleh karena itu, menjaga ketenangan dan berusaha berpikir objektif dapat membantu mengurangi kemungkinan menggunakan argumen yang tidak valid.
Keempat, menerapkan prinsip-prinsip diskusi yang sehat. Menurut van Eemeren dan Grootendorst (2010), diskusi yang produktif memerlukan aturan dasar seperti menghargai lawan bicara, tidak melakukan manipulasi argumen, serta berusaha mencari titik temu. Lingkungan diskusi yang sehat dapat meminimalkan kesalahan berpikir dan meningkatkan efektivitas pertukaran gagasan.
Terakhir, meningkatkan literasi berpikir kritis. Paul dan Elder (2012) menekankan pentingnya pendidikan dalam meningkatkan keterampilan berpikir kritis. Dengan memahami prinsip logika dan argumentasi, individu dapat lebih waspada terhadap kesalahan berpikir dan mampu membangun argumen yang lebih kuat dan valid.
Diskusi yang sehat merupakan salah satu pilar utama dalam kehidupan intelektual dan sosial. Akan tetapi, efektivitasnya dapat terganggu oleh kesalahan berpikir seperti ad hominem dan distorsi argumen. Kedua bentuk logical fallacy ini tidak hanya melemahkan kualitas debat, tetapi juga menghambat pencarian solusi dan meningkatkan polarisasi sosial.
Oleh karena itu, diperlukan upaya kolektif untuk menghindari kesalahan berpikir ini, baik melalui peningkatan kesadaran individu, penguatan etika diskusi, maupun pendidikan berpikir kritis. Dengan demikian, diskusi dapat tetap menjadi sarana yang efektif untuk pertukaran ide, pencapaian pemahaman bersama, dan pengambilan keputusan yang lebih rasional.
Referensi
- Paul, R., & Elder, L. (2012). Critical thinking: Tools for taking charge of your learning and your life. Pearson.
- van Eemeren, F. H., & Tindale, C. W. (2021). Fallacies and argument appraisal. Cambridge University Press.
- Grootendorst, R. (2010). A systematic theory of argumentation: The pragma-dialectical approach. Cambridge University Press.
Pena Narr, Belajar Mencoret...
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI