Mohon tunggu...
Kinanthi
Kinanthi Mohon Tunggu... Guru - foto

Seseorang yang meluangkan waktu untuk menulis sekadar menuangkan hobi dengan harapan semoga bermanfaat.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Suatu Pagi Bersama Cantika

7 Maret 2024   08:31 Diperbarui: 7 Maret 2024   08:35 108
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

            "Untuk apa bermesraan kalau tidak tulus. Malah menyakitkan,"sanggahnya lagi.

            "Kemarin malah ada quotes yang kudengarkan sambil lalu. Tapi boleh juga, meskipun hanya satu yang kuingat. Katanya begini,'Tak  ada wanita mati karena kesepian, tapi betapa banyak wanita mati karena salah pilih pasangan. Adakalanya karena KDRT, kekurangan ekonomi padahal ada anak, dan lain-lain. Bagaimana pendapatmu?" ia menatapku menunggu jawabanku. Aku terkejut dan sebelum sanggup menemukan jawaban sanggahan, aku segera mengiyakan daripada dianggap telmi alias telat mikir.

            "Kamu membaca apa sih, sesibuk itu?"tanyaku akhirnya, sekadar mencairkan suasana yang menegangkan.

            "Membaca teori multiple intelligences. Aku kebingungan karena belum jelas alat ukur untuk membedakan antara kecenderungan atau minat, kecerdasan, dan keterampilan."

            "Hmm... aku jadi ingat pengalamanku dengan temanku nih. Kami sama-sama belajar matematika. Secara teori multiple intelligences, ia memang termasuk cerdas matematik, sedangkan aku termasuk cerdas naturalis. Ketika mengerjakan matematika dan jawabanku salah, itu bukan karena aku tidak memahami rumus dan cara kerjanya. Aku salah hanya pada hasil akhirnya, keliru menghitung. Demikian pula ketika aku bersibuk dengan hewan peliharaanku yang kutekuni dengan sepenuh kasih sayang lalu menghasilakan uang, ia pun mengatakan bukannya ia tidak sayang binatang, bukannya ia tak bisa menerapkan teori yang kuajarkan. Tapi, ia lebih enjoy ketika mengerjakan matematika. Bagiku, itu bukan kecerdasan tapi peminatan,"kataku beruntun.

            "Teori-teori memang ada kelemahan di samping kelebihan. Demikian pula teori temuan psikolog dari Universitas Harvard di USA, Howrad Gardner ini. Ini bagian dari kelemahannya mungkin, selain kelebihannya yang tidak lagi mengatakan hanya orang cerdas matematika dan bahasa saja yang dianggap cerdas karena bisa diandalkan dalam mengerjakan laporan. Peminat kesibukan lain pun dianggap cerdas. Ada kecerdasan naturalis, spasial, matematik, linguistic, musical, interpersonal, intrapersonal, kinestetik, eksistensial."

            "Lalu apa yang disebut cerdas dalam KBBI?" akhirnya aku pun larut dalam percakapan dengannya, meskipun sambil menoleh ke kiri dan ke kanan, karena aku tengah naksir Deandra, anak pindahan dari Jakarta.

            "Membaca dari KBBI online,ya,"katanya sambil membuka gawainya,"Kecerdasan kurang lebihnya begini.  Hal yang berkaitan dengan perbuatan mencerdaskan, kesempurnaan akal budi, kepandaian dan ketajaman pikiran. Itu pun meliputi cerdas emosi dan spiritual yang berkaitan dengan hati nurani, dan  cerdas inteletual yang berkaitan dengan pemberdayaan otak."

            "Lalu, apa bedanya dengan tes IQ?"

            "Penemu teori berbeda. Tes IQ disampaikan Alfred Binet awal abad 20-an. Tes tersebut digunakan untuk mengukur kemampuan kognitif. Yang digunakan ilmu-ilmu matematika dan bahasa, kecepatan mempelajari hal-hal baru, aspek penyimpanan memori, pemrosesan visual dan kemampuan bernalar."

            "Hasilnya ada tingkatannya lho,"lanjutnya,

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun