Mohon tunggu...
Kinanthi
Kinanthi Mohon Tunggu... Guru - foto

Seseorang yang meluangkan waktu untuk menulis sekadar menuangkan hobi dengan harapan semoga bermanfaat.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Kilau Cabai Emak

16 Maret 2021   16:47 Diperbarui: 16 Maret 2021   17:03 172
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

   Harga cabai melonjak drastis mengalahkan harga daging sapi saat aku berbelanja pagi ini. Mengapa aku peduli? Tentu saja. Sebagai penjual ayam geprek, rujak, dan aneka mie tentu terkejut mendapati harga cabai yang melangit. Akan tetapi, kesedihan tersebut tidak berlangsung lama karena aku segera teringat sesuatu yang menyenangkanku.

Begitu tidak segera mendapat pekerjaan setelah lulus kuliah berlanjut dengan adanya covid-19 yang menyerbu dunia, aku tidak berlama-lama meratapi nasib. Ketabahanku itu kemungkinan terpengaruh emak yang tak pernah terlihat mengeluh sejak bapak di-PHK terlanda badai krisis moneter tahun 1998-an. Sejak saat itu bapak tidak lagi bersemangat bekerja. Seringkali terlihat murung dan duduk berjam-jam di teras depan rumah. Aku yang biasanya dibelikan mainan setiap bulan, tidak lagi dibelikannya.

Emak menggunakan uang pesangon bapak untuk menyewa sawah. Ada dua bagian sawah yang disewa lalu digarap sendiri oleh mereka berdua. Emak semasa muda anak pemilik sawah lalu menjual sawah warisannya untuk membiayai pesta pernikahan dengan bapak sebagai sesama pekerja pabrik selepas SMA. Setelah itu, sisanya untuk tambahan membangun rumah di pekarangan kakek. Oleh karena itu, bukan hal yang mengherankan apabila emak tampak cekatan mengurus sawah.

Emak selalu menemani pekerja di sawah meskipun proses menanam padi sampai menjadi butiran beras sangatlah berliku dan melelahkan menurutku. Proses awal adalah mengairi tanah sawah yang disebut "leb". Langkah kedua menggemburkan tanah menggunakan alat singkal yang ditarik kerbau, dinamai "ngluku atau nyingkal". 

Setelah itu, tanah sawah yang memiliki jalan kecil sebagai penahan air persawahan, disebut galengan, itu harus dibersihkan menggunakan cangkul yang disebut "tamping", berlanjut menuju "mapok" untuk menutupi lubang-lubang tanah galengan yang biasanya dilakukan oleh binatang bernama yuyu (kepiting sawah). Langkah selanjutnya adalah "ngluku/nggaru" untuk meratakan tanah sawah sebelum ditanami, dengan alat untuk menggemburkan tanah. Tentu saja kerbau juga dibutuhkan dalam hal ini.

Setelah tanah siap ditanami, menyebar bibit padi pun dilakukan. Setelah bibit padi bertumbuhan, lalu "ndaud" untuk mencabuti bibit padi sebelum ditanam yang dinamai "tandur". Setelah ini padi pun dipanen yang disebut "nderep". Panen padi menggunakan alat yang disebut "ani-ani". Semua kegiatan itu membutuhkan pekerja. Emak biasanya bangun pagi-pagi untuk menyiapkan sarapan. Nasi berlauk lentho, lauk dari ulegan kacang panjang diberi bumbu urap-urap, biasanya dipersiapkan emak untuk itu.

"Mengapa emak ikut mengerjakan? Bukankah sudah ada pekerja?" tanyaku yang mengubah panggilan mama menjadi emak setelah emakku sibuk di sawah. Jika pengerjaan hari Minggu, aku pun ikut untuk menikmati makan di sawah. betapa nikmat makan di sawah di antara semilir angin sambil menatap pegunungan yang membiru.

"Jika semua dikerjakan orang lain, kita cuma balik modal. Nggak dapat untung. Bapakmu juga belum kunjung dapat pekerjaan."

Emak selalu rajin bertanam di galengan atau pematang sawah. Ada kacang panjang, cabai, terong, tomat, dan aneka sayuran. Dengan demikian, beban hidup yang ditanggung tidak terlalu berat. Bapak hanya diam di rumah. Akan tetapi, bersemangat kalau diajak ngobrol tentang politik. Jika ada ibu-ibu tetangga yang menanggapi obrolannya pun bapak seolah menemukan dunianya kembali. Aku sering kesal padanya tapi emak tidak. Emak mencoba mengerti,

"Bapakmu sedang menghalau stress."

"Stress kok tahunan."

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun