Mohon tunggu...
Nandania IsraIya
Nandania IsraIya Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswi

Mahasiswi Ilmu Hubungan Internasional angkatan 2020

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan

Menyoroti Pengaruh Aktor Non-Negara dalam Lingkup Politik Siber Global

22 Januari 2022   15:02 Diperbarui: 22 Januari 2022   15:17 807
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Dalam era kemajuan teknologi seperti ini, tak dapat dipungkiri bahwa perilaku aktor non-negara memiliki pengaruh hampir di setiap aspek kehidupan, termasuk dalam area politik siber global.   Dalam hubungan internasional terdapat dua aktor, yakni aktor negara dan aktor non-negara. 

Aktor negara layaknya sebuah negara berdaulat seperti Indonesia, sedangkan aktor non-negara terdiri dari beberapa macam seperti organisasi antar-pemerintah (IGO), perusahaan multinasional (MNC), organisasi non-pemerintah internasional (INGO), kejahatan transnasional terorganisasi (TOC), serta jejaring teroris internasional (Perwita & Yani dalam Margono, 2015 : 106). 

Pengaruh globalisasi turut meningkatkan pertumbuhan berbagai macam aktor non-negara, sehingga hal ini turut menjadi tantangan bagi aktor negara untuk mengatur berbagai macam aktivitas dari aktor non-negara. 

Selain itu, pengaruh dunia maya dirujuk dari penjelasan (Choucri & Clark, 2013) yakni sebagai akselerasi dalam pembentukan kepentingan pribadi, termasuk aktor non-negara seperti transnasional dan multinasional, yang menjadi salah satu entitas  berpengaruh.

Bebasnya segala sesuatu di dunia maya menjadikan ruang baru bagi  para aktor hubungan internasional untuk mendapatkan informasi ataupun berinteraksi dengan yang  lain tanpa keterbatasan waktu ataupun tempat. Selain itu, perkembangan teknologi informasi dan komunikasi berkaitan dengan dinamisnya dunia perpolitikan. 

Dunia maya  dapat menjadi arena perpolitikan baru, yang mana kegiatan politik juga dapat dilakukan disini, contoh kecilnya yakni kampanye online dan mencari dana kampanye. Mulanya, ruang siber merupakan bagian yang digolongkan sebagai isu  yang "low politics" (Indrawan, 2019). Namun seiring berkembangnya waktu, aktivitas yang terjadi dalam ruang siber mulai mengarah kedalam isu-isu "high politics".

Bebasnya aktivitas di dunia maya dan belum adanya aturan mutlak yang mengatur di dalamnya menjadikan arena ini turut menimbulkan konflik dan ancaman. Berbagai macam entitas berupaya mengontrol atau memiliki power dalam arena ini. Dunia maya menjadi ruang dimana seseorang secara bebas untuk bertindak tanpa melihat dampak apa yang akan ditimbulkan. Oleh karena itu, seringkali terdengar ungkapan  dunia maya atau internet  diibaratkan sebagai pisau bermata dua.

 Hal itu menjelaskan bahwa dunia maya atau internet dapat memberikan dampak negatif seperti mengancam keamanan negara dan lain sebagainya. Sementara, ada pula dampak positif ,yang mana mendorong kegiatan demokrasi yang lebih baik dan seseorang  semakin mudah  untuk menjalin interaksi, mengakses, dan mendistribusikan informasi.

Kehadiran aktor non-negara menjadi sebuah realitas baru dalam tatanan politik siber dunia. Biasanya, aktor non-negara yang lebih dominan di ruang siber seperti para hacker, perusahaan swasta pengembang teknologi, dan lain sebagainya. Konsep, kekuatan, dan kekuasaan aktor non-negara dalam mendorong kepentingan mereka telah dikaji terutama sejak kasus serangan 9/11 (Schmidt, 2016) di World Trade Center Amerika Serikat.

 Peran dari aktor non-negara utamanya dalam mempengaruhi pembuatan kebijakan luar negeri dan mempengaruhi bagaimana tingkah laku kebijakan luar negeri mereka sendiri (Ataman, 2003). Merujuk dari analisis yang dilakukan (Choucri & Clark, 2013) mengenai 4 aktor yang berkaitan erat dengan internet di Amerika Serikat, diantaranya pemerintah federal, Internet Service Provider (ISP), sektor swasta sebagai salah satu pemegang hak cipta, dan perusahaan Google sebagai salah satu aktor non-negara yang berpengaruh kuat di dunia maya. Bahkan, Amerika Serikat  memberikan wewenang pada sektor swasta untuk mengatur dan mengelola operasional internet.

Aktor non-negara juga dapat memanfaatkan kecanggihan teknologi dan jejaring digital ini dalam rangka mewujudkan kepentingan politik. Contohnya, organisasi media nirlaba Wikileaks  dengan cara hacking dalam mendapatkan informasi yang kemudian menampilkan dokumen-dokumen rahasia negara kepada publik. 

Kemudian, ada kelompok  separatis Sri Lanka Liberation Tigers of Tamil Eelam (LTTE) yang gencar memanfaatkan dunia maya tidak hanya sebagai alat baru dalam melakukan serangan terorisme, tetapi juga propaganda ideologis dan politik, mengumpulkan dana,  serta mencari dukungan dari pihak luar . 

Tidak hanya itu, belajar dari film The Great Hack yang menjelaskan bahwa peranan aktor non-negara yang digambarkan sebagai perusahaan Cambridge Analytica bertindak tidak etis dengan menambang data pengguna Facebook yang kemudian digunakan untuk memanipulasi politik di beberapa negara, contohnya seperti kampanye presiden Amerika Serikat tahun 2016 dan kampanye Brexit. Penyalahgunaan  teknologi dan platform media sosial dapat dijadikan senjata untuk melukai seseorang. 

Contohnya, berita hoaks yang bertebaran dan disinformasi dapat menimbulkan konflik di dunia nyata. Oleh karena itu, diperlukan tindakan moral dan tanggung jawab etis dari aktor non-negara untuk menciptakan kehidupan yang damai dan harmonis khususnya di ruang siber, yang mana mereka tidak hanya memikirkan keuntungan saja,tetapi juga perlu melihat dampak apa yang telah ditimbulkan.

Pengaruh aktor non-negara dalam lingkup politik global cukup bervariasi. Tak dapat disangkal, bahwa aktor non-negara utamanya sektor swasta yang berkecimpung dalam teknologi dan jejaring digital memiliki pengaruh yang besar dalam kontrol dunia maya,yang mana mereka sebagai pengembang dan pengelola sistem itu sendiri. 

Selain itu, saling ketergantungan antara aktor non-negara  dan aktor negara dalam pengelolaan aturan nasional, regional, bahkan internasional menunjukkan bahwa aktor non-negara memiliki pengaruh yang penting dalam  sistem politik global. Hubungan siber dan  politik utamanya dapat menjadi sarana bagi para aktor non-negara untuk mewujudkan kepentingan politiknya masing-masing.

Referensi :

Ataman, M. (2003). The Impact of Non-State Actors on World Politics: A Challenge to Nation-States. Alternatives: Turkish Journal of International Relations, 2(1), 42--66.

Choucri, N., & Clark, D. D. (2013). Who controls cyberspace? Bulletin of the Atomic Scientist, 69(5), 21--31. https://doi.org/10.1177/0096340213501370

Cybertreat.id. 2019. The Great Hack : Propaganda yang Meretas Demokrasi. Diakses melalui https://m.cyberthreat.id/read/1725/The-Great-Hack-Propaganda-yang-Meretas-Demokrasi pada tanggal 20 Januari 2022.

DW.com. Apa itu Wikileaks?. Diakses melalui https://www.dw.com/id/apa-itu-wikileaks/a-5842102 pada tanggal 20 Januari 2022.

Indrawan, J. (2019). Cyberpolitics Sebagai Perspektif Baru Memahami Politik di Era Siber [Cyberpolitics as A New Perspective in Understanding Politics in The Cyber Era]. Jurnal Politica Dinamika Masalah Politik Dalam Negeri Dan Hubungan Internasional, 10(1), 1--16. https://doi.org/10.22212/jp.v10i1.1315

Margono. (2015). Aktor Non-Negara dalam Hubungan Internasional. Jurnal Ilmiah Pendidikan Pancasila Dan Kewarganegaraan, 28(2), 105--110.

Schmidt, N. (2016). Super-empowering of Non-State Actors in Cyberspace. World International Studies Committee 2014.

Sumber Gambar :

https://pixabay.com/id/vectors/media-sosial-koneksi-jaringan-3846597/

 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun