Mohon tunggu...
Andesna Nanda
Andesna Nanda Mohon Tunggu... Konsultan - You Are What You Read

Kolumnis di Kompas.com. Menyelesaikan S3 di Universitas Brawijaya

Selanjutnya

Tutup

Worklife Artikel Utama

Jangan Memaksa Melakukan Multitasking!

28 Agustus 2022   15:30 Diperbarui: 29 Agustus 2022   13:52 1097
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Photo by Ivan Samkov dari Pexels

Sewaktu saya masih di awal perjalanan karier, saya sering melakukan hal yang mungkin kita semua pernah dengar atau bahkan lakukan, yaitu multitasking atau melakukan banyak pekerjaan dalam satu waktu.

Sebenarnya multitasking dalam konteks menyelesaikan pekerjaan bukan merupakan hal yang salah. Namun, dalam konteks efisiensi dan pengembangan kapasitas otak maka kebiasaan multitasking ini akan menyandera otak kita.

Apa yang disebut multitasking suka atau tidak suka akan membagi perhatian kita. Itu membuat lebih sulit bagi kita untuk memberikan perhatian penuh kita pada satu hal.

Lantas, apa alasannya? Secara sains, otak kita dirancang untuk fokus pada satu hal pada satu waktu dan jika kita melakukan banyak hal dengan banyak fokus, kemudian dibarengi dengan masuknya sekian banyak informasi maka tanpa kita sadari kita hanya akan memperlambat kerja otak kita.

Coba ingat, pernah tidak kamu melakukan sekian banyak pekerjaan dalam satu waktu dan kemudian kamu merasa mendadak “blank?”

Namun, saya juga menyadari bahwa multitasking adalah kenyataan dalam gaya hidup perkotaan.

Kita melakukan banyak tugas bersama-sama karena kebanyakan dari kita khawatir atau over thinking bahwa itu akan membuat kita tetap fokus dan pekerjaan tetap mengalir.

Sayangnya, multitasking sama sekali tidak membantu memaksimalkan produktivitas, bahkan sebenarnya dapat menyebabkan lebih banyak kerugian daripada kebaikan.

Salah satu penelitian dari MIT juga menegaskan pandangan ini bahwa otak kita tidak dirancang untuk melakukan banyak tugas dengan baik.

Konsekuensi logis dari hal ini adalah saat melakukan beberapa hal sekaligus, pikiran kita akan terbagi di antara tugas-tugas yang banyak tersebut sehingga kemungkinan kita membuat kesalahan justru semakin besar.

Kenapa bisa memperburuk hasil pekerjaan atau keputusan yang kita ambil? Logikanya adalah ketika kita melakukan banyak hal dalam satu waktu maka otak kita dalam waktu bersamaan bisa menerima informasi yang relevan dan termasuk yang tidak relevan.

Kemudian, ketika kita mengira diri kita mampu melakukan banyak tugas, kenyataan sebenarnya adalah kita hanya beralih dari satu tugas ke tugas lainnya dengan sangat cepat dengan ongkos kognitif yang tidak murah.

Salah satu ongkos kognitif yang berbahaya menurut saya adalah ketika kita terbiasa multitasking, maka kita merasa kita mampu dan hebat dalam menyelesaikan banyak hal, padahal sebenarnya tidak ada satu hal besar atau penting yang berhasil kita selesaikan, terutama hal-hal besar yang membutuhkan pemikiran.

Selain ongkos kognitif yang saya contohkan tersebut, multitasking juga membisa mengakibatkan hal fatal lainnya, misalnya kamu merasa hebat bisa multitasking membalas pesan dari atasan kamu padahal kamu sedang mengendarai kendaraan yang tentunya sangat berbahaya.

Selesaikan pekerjaan yang paling berat di saat kamu sedang di puncak konsentrasi

Salah satu hal yang pernah saya lakukan, dan bahkan sampai saat ini masih saya lakukan adalah saya mengatur waktu agar pekerjaan yang paling membutuhkan pemikiran selalu saya letakkan di waktu puncak konsentrasi saya. Biasanya ini di pagi hari setelah saya menerima asupan kafein yang memadai.

Hal ini saya lakukan agar saya terhindar melakukan multitasking pekerjaan berat tersebut dengan pekerjaan lain yang secara prioritas tidak sepadan.

Kita harus menjadwalkan pekerjaan yang menantang dan membutuhkan banyak fokus pada saat konsentrasi dan energi kita berada di puncaknya.

Misalnya, karena saya adalah “orang pagi,” maka saya akan selesaikan fokus yang paling penting ini terlebih dahulu di pagi hari.

Sebelum saya mencoba cara ini, saya terbiasa mencoba menyelesaikan tugas-tugas secara bersamaan. Alhasil, akibatnya adalah saya lelah secara fisik atau mental, kemudian pikiran saya cenderung acak dan tidak sistematis.

Photo by John Schnobrich on Unsplash   
Photo by John Schnobrich on Unsplash   

Kurangi hal-hal yang bisa membuat distraksi

Kebiasaan kedua yang saya lakukan adalah saya membiasakan diri untuk tidak melihat surel setiap saat.

Saya memilih menentukan waktu untuk mengecek surel dalam waktu tertentu, misalnya saya mulai jam 9 pagi dan kemudian akan saya cek per dua jam sekali.

Hal ini agar saya bisa fokus menyelesaikan hal-hal penting yang lebih membutuhkan energi dan konsentrasi saya di waktu puncak.

Saya menerapkan hal ini termasuk juga untuk semua media sosial saya agar saya tidak mendapatkan disrupsi pemikiran ketika mendapat notifikasi.

Kamu selalu tergoda untuk membuka notifikasi sosial media kamu, bukan?

Fokus pada daftar pekerjaan yang harus selesai

Dulu saya termasuk orang yang merasa bahwa waktu saya tidak terbatas. Saya bisa turun ke coffe shop di lantai bawah kantor saya hanya untuk sekedar membeli cemilan pagi dan sore.

Kemudian saya juga dulu sulit mengatakan “tidak” untuk ajakan makan siang keluar kantor ketika saya ada tugas yang harus saya selesaikan sebelum energi dan fokus saya menurun.

Bagi saya, hal ini bukanlah sikap anti sosial, namun lebih ke arah bagaimana saya membagi energi dan fokus supaya pekerjaan saya selesai tepat waktu.

Toh, pada akhirnya semua tagihan biaya hidup kamu sendiri bukan yang akan menanggungnya?

Jadi, lebih baik kamu efektif dalam pekerjaan dan tidak terjebak multitasking

Photo by Jon Tyson on Unsplash   
Photo by Jon Tyson on Unsplash   

Sibuk bukan berarti produktif

Saya selalu ingin mengulang frase bahwa orang sibuk bukan berarti orang tersebut adalah orang yang produktif.

Sibuk dan produktif adalah dua hal yang berbeda walau pun bisa saling bersilangan.

Kamu bisa saja sibuk mengerjakan hal-hal yang menurut kamu penting (padahal tidak), alih-alih menyelesaikan hal-hal besar yang seharusnya lebih penting kamu lakukan.

Kesimpulannya, sadari dan terima kenyataan bahwa multitasking tidak produktif. Melakukan multitasking kemudian melabeli diri sendiri dengan kata “sibuk” tidak akan membuat kita lebih berharga dan bernilai lebih.

Yang terjadi malah kita terjebak dalam lingkaran kesibukan yang kita buat sendiri dan tanpa kita sadari lingkaran ini merusak kesehatan mental dan otak dalam jangka panjang.

Apa yang kita lakukan dengan waktu yang diberikan Tuhan, apa yang kita ciptakan, dan hubungan yang kita bangun adalah hal terpenting yang sudah seharusnya kita pikirkan sebelum semuanya terlambat.

Salam Hangat

Referensi:

Miller, E. K. (2017). Multitasking: Why Your Brain can't do it and What You Should do About it.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Worklife Selengkapnya
Lihat Worklife Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun